JAKARTA, KOMPAS Kontingen Indonesia melampaui target 20 medali emas dengan meraih 22 medali emas di Asian Games 2018 hingga Senin (27/8/2018). Jumlah koleksi medali tertinggi dalam sejarah keikutsertaan Indonesia di Asian Games ini selayaknya menjadi batu loncatan ke ajang yang lebih prestisius, yaitu Olimpiade Tokyo 2020.
Pada Selasa ini, Indonesia dipastikan meraih satu medali emas lagi dari bulu tangkis ganda putra. Indonesia meloloskan dua wakilnya, yaitu Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, pada laga final di Istora, Senayan.
Tunggal putra bulu tangkis, Jonatan Christie, juga berpeluang besar menyumbang emas. Di final, Jojo akan melawan wakil Taiwan, Chou Tien Chen. Jojo selalu menang dalam empat pertemuan sebelumnya dengan Chou Tien Chen.
”Ini pencapaian yang luar biasa, melampaui emas yang kita raih pada 1962 (11 emas, saat menjadi tuan rumah sebelumnya). Namun, masih ada hari di mana kita ingin terus menambah medali emas dengan titik darah dan keringat penghabisan. Tidak kalah pentingnya, kita juga berhasil meraih emas di nomor-nomor cabang Olimpiade. Totalitas para atlet ini harus diapresiasi,” ujar Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, kemarin.
Mayoritas medali emas Indonesia diraih dari nomor-nomor pada cabang non-Olimpiade, seperti pencak silat, jetski, balap sepeda downhill, paralayang, dan wushu. Emas dari nomor cabang Olimpiade hingga kemarin baru ada tiga, yaitu angkat besi kelas 62 kg, rowing LM8+, dan tenis ganda campuran. Emas dari karate kumite -60 kg putra tidak termasuk karena di Olimpiade Tokyo 2020, kategori kumite putra hanya mempertandingkan kelas -67 kg, -75 kg, dan +75 kg.
Pengamat olahraga dari ITB, Tommy Apriantono, Senin, mengatakan, pencapaian prestasi Indonesia pada Asian Games 2018, yang mayoritas berasal dari cabang non-Olimpiade, sesungguhnya sudah diperkirakan. Apalagi, ada beberapa cabang dan nomor pertandingan yang tidak dimainkan pada Asian Games sebelumnya.
”Jangan sampai keberhasilan prestasi Indonesia mengulang kejadian SEA Games 2011. Ketika menjadi tuan rumah, kita sukses jadi juara umum, tetapi pada penyelenggaraan SEA Games selanjutnya, prestasi Indonesia langsung melorot karena lumbung medali Indonesia tidak dimainkan lagi,” ujar Tommy.
Prioritas Olimpiade
Terkait pencapaian atlet di cabang-cabang Olimpiade, Nahrawi berharap prestasi di Asian Games ini bisa menjadi batu loncatan menuju panggung yang lebih besar. ”Perjuangan tidak berhenti di sini. Masih ada Olimpiade (Tokyo) dan juga SEA Games (2019) yang menjadi batu loncatan (lainnya),” ujar Nahrawi.
Adapun Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana sangat senang dengan peningkatan prestasi yang ditunjukkan sejumlah atlet di cabang Olimpiade. Ia mencontohkan dua atlet atletik, Emilia Nova dan Sapwaturrahman, yang masing-masing meraih medali perak pada lari gawang 100 meter putri dan perunggu lompat jauh putra. Mulyana menilai, Emilia dan Sapwaturrahman layak dikategorikan sebagai atlet atletik potensial yang berpeluang tampil pada Olimpiade 2020.
Selain atletik, cabang-cabang Olimpiade lainnya, seperti angkat besi, senam, panjat tebing, dan menembak, akan masuk dalam program prioritas menuju Olimpiade 2020. ”Tahun ini kami telah memulai program prioritas untuk nomor-nomor unggulan. Setelah (Asian Games), kita akan fokus ke Olimpiade,” ujarnya.
Nomor-nomor dari cabang unggulan potensial itu akan mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Salah satu bentuk dukungan pemerintah, kata Mulyana, adalah memperbanyak anggaran uji coba atau latih tanding di luar negeri untuk nomor-nomor dari cabang prioritas yang disiapkan menuju Olimpiade Tokyo. ”Karena (dana dari) APBN terbatas, kami mengupayakan dana bantuan dari pihak swasta melalui program bapak angkat,” ujar Mulyana.
Dukungan anggaran itu sangat penting. Senam, misalnya, yang menyumbang medali perak dan perunggu pertama kali sepanjang sejarah Asian Games, berhemat ekstra ketat dengan anggaran pelatnas sekitar Rp 7 miliar. Padahal, anggaran ideal untuk ritmik dan artistik Rp 25 miliar.
Sekarang, manajer senam Dian Arifin berencana membawa peraih perak Rifda Irfanaluthfi ke Olimpiade Tokyo. Untuk itu, Rifda perlu mengikuti dua kali kejuaraan dunia, yakni 2018 di Doha dan 2019 di Stuttgart. Selain itu, Rifda juga perlu mendapatkan poin dari seri kejuaraan dunia Federasi Senam Internasional. Seri itu digelar 14 kali dalam setahun.