Independensi Lembaga Penyiaran Publik adalah Keniscayaan
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·2 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Prinsip independensi, netralitas, dan kewajiban memberi layanan untuk kepentingan publik merupakan keniscayaan yang melekat pada Lembaga Penyiaran Publik. Prinsip-prinsip ini harus benar-benar dijaga.
Untuk menjamin tiga prinsip mendasar itu, maka Lembaga Penyiaran Publik (LPP) mesti diatur dengan undang-undang (UU) khusus. "LPP harus diatur tersendiri dalam UU khusus, tidak menjadi bagian dari UU Penyiaran,"kata Nina Mutmainah Armando, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, Senin (27/08/2018) dalam Diskusi dan Peluncuran Rancangan Undang-Undang Radio & Televisi (RUU RTRI) dan Naskah Akademik Versi Publik yang disusun Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP) di Gedung IASTH, Kampus UI Salemba, Jakarta. Selain Nina, hadir pula dua pembicara lain, yaitu Masduki dari Tim RUU RTRI RPLPP sekaligus dosen Prodi Komunikasi Universitas Islam Indonesia dan Ahmad Budiman peneliti di Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR. Diskusi ini dimoderatori Bayu Wardana dari Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP).
Karena bersifat independen dan netral, maka kerja sama antara LPP dengan Lembaga Penyiaran Khusus (LPKh) terutama LPKh Partai Politik seperti tertuang dalam draft RUU Penyiaran versi 3 Oktober 2017 harus ditolak karena berlawanan dengan prinsip LPP. Selain itu, wacana pelembagaan LPP menjadi Badan Layanan Umum di bawah kementerian juga dianggap berlawanan dengan hakikatnya sebagai lembaga publik.
Partisipasi publik
Sebagai bentuk partisipasi publik dalam proses lahirnya UU RTRI, RPLPP bekerjasama dengan Yayasan Tifa melakukan riset mendalam situasi internal Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia sejak 2013-2017. Hasil riset itu menjadi dasar penyusunan Naskah Akademik RUU RTRI versi publik.
"Selama ini kita terlalu asik membicarakan dan mendiskusikan Lembaga Penyiaran Swasta tetapi lupa membahas LPP," kata Masduki.
Keberadaan UU RTRI yang berdiri sendiri dan terpisah dari UU Penyiaran diharapkan menjadi jawaban atas tuntutan revitalisasi RRI dan TVRI sebagai LPP yang kuat, independen, profesional, dan berstandar internasional. Menurut Masduki, di berbagai negara maju, keberadaan LPP memang diatur melalui UU tersendiri. Di Australia misalnya, penyiaran publik diatur melalui ABC Act, juga BBC di Inggris yang diatur dengan Royal Charter.
Budiman menambahkan, kehadiran RRI dan TVRI bukan dimaksudkan untuk kepentingan organisasi semata, tetapi untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Dalam RUU Penyiaran sudah dikunci bahwa LPP adalah lembaga negara. Jadi, yang di luar (pemahaman) itu keluar dari zona LPP," ucapnya.