Para Pendukung Militan Asian Games di GBK
"Pa coba tanya dulu pa tiketnya masih ada enggak," ujar seorang anak kepada ayahnya sembari setengah merengek. Panji (44), ayah dari anak tersebut langsung menanyakan ketersediaan tiket kepada panitia, tetapi tiket yang dicari telah habis. Mereka pun berencana menonton pertandingan melalui layar lebar yang disediakan panitia.
Panji beserta ketiga anaknya berencana menonton laga final bulu tangkis tunggal putra antara Indonesia melawan Taiwan yang berlangsung Selasa (28/8/2018). Ia berangkat dari rumahnya di Cibubur menggunakan bus Transjakarta dan tiba di kompleks Gelora Bung Karno mendekati pukul 12.00 WIB saat pertandingan akan dimulai.
Ia sengaja meluangkan waktunya pada hari kerja dengan menukar jadwal libur untuk pergi melihat kemeriahan suasana Asian Games. “Ini mereka izin sekolah untuk bisa datang ke sini,” ujar Panji sambil menunjuk dua anaknya yang masih SD dan SMP.
Panji tidak ingin melewatkan ajang empat tahunan ini, terlebih saat Indonesia menjadi tuan rumah. Menurutnya, panitia dan pemerintah berhasil membungkus acara tersebut dengan baik yang dibuktikan dengan kemeriahan sejak pembukaan hingga hari-hari pertandingan.
Mendekati dimulainya waktu pertandingan final bulu tangkis masyarakat memadati halaman depan arena Istora. Relawan sibuk menjawab pertanyaan masyarakat dan memberi pengumuman lokasi nonton bareng. “Tiketnya udah habis ya? Nonton barengnya dimana?,” merupakan pertanyaan yang paling banyak ditanyakaan masyarakat.
Masyarakat yang tidak memiliki tiket lalu bergegas menuju lokasi tempat layar lebar berada, yaitu di Zona Bhin Bhin dan Kaka. Meski menonton di luar arena pertandingan, masyarakat tetap menunjukkan antusiasmenya. Hal itu diperlihatkan melalui atribut-atribut Indonesia yang melekat di tubuh berupa stiker bendera merah putih di pipi kanan kiri, bendera merah putih, baju, ikat kepala bertuliskan Indonesia, dan lain sebagainya.
Diskusi mengenai pertandingan yang telah berlangsung apa pun cabangnya terdengar di antara rombongan masyarakat yang berjalan ke Zona Bhin Bhin. Meski mereka tidak mengenal satu dengan yang lain, diskusi mengenai pertandingan dan jumlah medali emas yang diraih kontingen Indonesia menjadi penyatu obrolan dan membuat cairnya suasana.
Terik matahari sangat menyengat saat pertandingan berlangsung. Namun hal itu tidak menyurutkan niat para penonton untuk menatap layar lebar dan melihat pemain tunggal putra Jonatan Christie.
Mereka duduk dengan beralaskan aspal di sekitar patung Ir Soekarno. Panas aspal dari bawah dan terik matahari dari atas seakan tak menghambat mereka untuk terus bersorak-sorai setiap Jonatan berhasil meraih poin.
Saat hari semakin panas, beberapa penonton membuka payung dan berbagi ruang dengan orang di sebelahnya untuk berteduh. Relawan maupun pekerja promosi dari berbagai perusahaan pun membagikan kipas tangan kepada penonton untuk mengurangi hawa panas.
Salah satu penonton, Mita (27) mengatakan ia sengaja memanfaatkan waktu istirahat kerjanya bersama empat teman untuk melihat pertandingan bersama penonton lain di Gelora Bung Karno. “Pengen aja nobar buat dapet suasana sama euforianya, kan tinggal jalan kaki dari kantor,” kata Mita yang bekerja sebagai pegawai di salah satu kantor di Sudirman Center Business District.
Menurutnya, Indonesia sebagai tuan rumah berhasil menghelat Asian Games dengan baik sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan. “Sampai bisa bikin banyak orang datang waktu hari kerja itu berarti acaranya memang bagus dan menarik,” ujar Mita.
Selain Mita, terdapat Yudhi (31) penonton lain yang memanfaatkan libur kerjanya untuk menonton pertandingan bulu tangkis melalui layar lebar. “Kerja saya sistem shift jadi ini pas libur daripada nonton sendiri di rumah mending nonton bareng,” kata Yudhi.
Ini merupakan kali ketiga Yudhi datang ke Gelora Bung Karno (GBK) selama pekan Asian Games. Sebelumnya ia datang pada saat upacara pembukaan dan satu kali menonton pertandingan voli air. Ia pun berencana datang kembali untuk menonton upacara penutupan.
Menurutnya hal yang mendorong ia datang berkali-kali ke GBK adalah adanya keinginan merasakan euforia dan menjadi saksi sejarah perhelatan olahraga empat tahunan tersebut. Ia merasakan adanya kebersamaan dan rasa nasionalisme yang meningkat di antara para pendukung.
“Momennya pas, saat kita dipecah belah oleh berbagai isu, Asian Games ini bisa membangkitkan kembali rasa persatuan dan nasionalisme,” kata Yudhi.
Menjelang akhir pertandingan bulu tangkis tunggal putra, lokasi menonton bersama dipusatkan di layar lebar yang terdapat di Zona Kaka. Relawan pun memandu dan menunjukkan tempat Zona Kaka berada.
Pertandingan pada set ketiga berlangsung sengit, suasana di sekitar layar lebar pun menengangkan. Penonton lalu bersorak senang saat hasil pertandingan didapat, yaitu medali emas untuk Indonesia atas kemenangan Jonatan Christie. Lagu Indonesia Raya pun berkumandang di sekitar layar lebar, membuat suasana menjadi haru dan penuh kebanggaan.
Seperti halnya Yudhi, Risyad Budiono (32) bukan kali pertama datang ke GBK selama pekan Asian Games. Ini adalah kedua kalinya ia datang ke GBK untuk menonton pertandingan final bulu tangkis, sebelumnya ia telah menonton upacara pembukaan. Ia pun telah membeli tiket upacara penutupan yaang akan berlangsung 2 September nanti.
Risyad bersyukur karena bisa mendapat tiket dan menonton langsung final pertandingan bulu tangkis di dalam arena. Ia yang bekerja sebagai wiraswasta sengaja mengosongkan satu hari kerjanya untuk menonton laga tersebut.
“Lihat Jojo (Jonatan) ada potensi menang langsung luangin waktu buat nonton,” ujarnya.
Rasyid datang bersama lima belas rekannya. Kedatangannya berkali-kali ke GBK karena ia ingin larut dalam euforia suasana kemeriahan Asian Games.
“Senang aja lihat adanya animo masyarakat yang luar biasa serta kebersamaan dalam rasa nasionalisme di antara para pendukung, jarang-jarang,” kata Risyad. Ia tidak menyangka Indonesia bisa menjadi tuan rumah profesional meski masih terdapat kekurangan seperti dalam hal penjualan tiket.
Seusai pertandingan, masyarakat lalu memenuhi stan-stan kuliner di setiap zona untuk membeli makanan. Masyarakat dengan tertib mengantre di setiap stan, meski masih terdapat beberapa yang menerobos antrean.
Bangku-bangku yang terdapat di setiap zona penuh dan tidak dapat menampung pengunjung. Beberapa pengunjung yang telah selesai makan tidak kunjung pergi dari bangku membuat pengunjung lain terpaksa makan sambil berdiri. Namun di sisi lain terdapat segerombolan anak muda yang memberikan tempat duduknya untuk orang lain yang lebih tua meski mereka sedang makan.
Petugas kebersihan yang terdiri dari relawan resmi maupun tidak berjalan mondar-mandir mengambil sampah di setiap meja. Begitu pula Ashma (13) pelajar Sekolah Alam Bintaro, ia memunguti sampah yang berada di jalan dan di atas tong dengan tangannya dan memasukkan ke dalam plastik.
Ashma mengatakan ia tidak terlalu memikirkan tangannya yang kotor oleh sampah, baginya hal tersebut wajar dilakukan oleh tuan rumah untuk membuat tempat acara selalu bersih. Sebelumnya, ia bersama pelajar lain dari sekolahnya menonton pertandingan bulu tangkis di dalam arena, lalu hingga sore hari mereka menjadi relawan kebersihan.
Sore hari, saat toko suvenir resmi Asian Games buka, antrean pengunjung memanjang dari pintu toko hingga mendekati gapura Zona Pavilion. Melihat antrean yang panjang, pasangan suami istri, Sari (70) dan Jani (76) mengurungkan niatnya untuk masuk ke toko suvenir tersebut.
“Mau beli suvenir untuk cucu tapi nggak kuat antre,” ujar Sari.
Saat Kompas bertanya kepada petugas terkait prioritas antrean untuk lanjut usia, mereka mengatakan tidak ada perlakuan khusus untuk lansia. Selanjutnya Sari dan Jani berharap ajang tersebut juga ramah untuk lansia sehingga menyempurnakan kesuksesan acara. (Dionisia Gusda Primadita Putri)