PONTIANAK, KOMPAS – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Barat kembali menemukan titik api di lahan milik korporasi. Titik api di lahan korporasi kali ini lebih banyak dibandingkan temuan sebelumnya.
Sebelumnya, pada Jumat (24/8/2018) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat, menemukan titik api di lahan korporasi. Berdasarkan data titik api pada tanggal 14 Agustus yang di-overlay dengan peta sebaran konsesi di Kalbar, dari 790 titik api terdapat 201 titik api berada di dalam konsesi. Overlay sebaran titik api Walhi Kalbar bersumber dari citra Modis C6 Kalbar NASA 2018 dengan confidence 80-100 persen dengan Peta Sebaran Investasi di Kalbar. (Kompas.id, Jumat 24/8/2018).
Direktur Eksekutif (Walhi) Kalbar Anton P Widjaya, Selasa (28/8/2018), mengatakan Walhi kembali menemukan titik api di lahan milik korporasi. Berdasarkan overlay sebaran titik api tanggal 16 Agustus ada 1.025 titik panas di Kalbar. “Dari jumlah itu, 853 titik panas berada di lahan korporasi baik perkebunan, hutan tanaman industri (HTI), hak pengusahaan hutan, dan pertambangan,” kata Anton.
“Dari jumlah itu, 853 titik panas berada di lahan korporasi baik perkebunan, hutan tanaman industri (HTI), hak pengusahaan hutan, dan pertambangan,” kata Anton.
Berdasarkan overlay peta titik api dan izin konsesi, titik api banyak di wilayah izin perkebunan, HTI, dan pertambangan. Titik api di perkebunan (324), HTI (241), dan pertambangan (201).
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesian (GAPKI) Kalbar Mukhlis Bentara, mengklaim, titik api yang ditemukan tidak berada di lokasi lahan milik anggota GAPKI. Adapun lima korporasi di Kabupaten Kubu Raya yang lahannya disegel Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akhir pekan lalu, juga bukan anggota GAPKI.
“Untuk perusahaan yang tergabung dalam GAPKI sudah melakukan antisipasi kebakaran lahan dengan berbagai langkah. Langkah itu misalnya menyiapkan peralatan pemadam dan embung serta membentuk masyarakat peduli api. Hanya memang perlu ditingkatkan lagi efektivitasnya,” kata Mukhlis.
Kepala Badan Penanggulangan Bencara Daerah (BPBD) Provinsi Kalbar TTA Nyarong, mengatakan, dalam pekan ini, status bencana kabut asap karena kebakaran lahan akan segera dinaikan dari Siaga Darurat menjadi Tanggap Darurat. Pemerintah sedang menunggu surat keputusannya. Direncanakan masa Tanggap Darurat berlaku akhir Agustus hingga September. Penanganan akan dievaluasi setiap 14 hari.
Peningkatan status itu dilakukan karena berbagai indikator sudah memenuhi syarat, antara lain jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut sudah mencapai 2.000 orang, penerbangan terganggu, indeks standar pencemaran udara sempat mencapai level buruk.
Operasi pemadaman malalui udara dan darat terus dilakukan pada Selasa. Kemudian, upaya melalui hujan buatan juga terus dilakukan. Memadamkan lahan gambut yang sudah terlanjur terbakar hanya efektif jika ada hujan.
Panglima Daerah Militer XII/Tanjungpura Mayor Jenderal Achmad Supriyadi, mengatakan, masih adanya kebakaran lahan menunjukkan kegagalan dalam perencanaan dalam mengatasi kebakaran lahan. Padahal, kebakaran lahan ini termasuk bencana yang dapat diprediksi, sehingga bisa diantisipasi jauh-jauh hari sebetulnya.
Kebakaran lahan terus terjadi. Pada 2015 jumlah titik panas mencapai 2.711 titik, pada 2016 mencapai 1.576 titik panas, 2017 sebanyak 3.397 titik, dan 2018 sejauh ini mencapai 5.227 titik. Luasan lahan yang terbakar pada 2015 seluas 74.858 ha, 2016 seluas 1.841,85 ha, 2017 mencapai 2.839,21 ha, dan pada 2018 sejauh ini mencapai 3.808,38 ha.
Seluruh lini sudah berupaya menangani masalah kebakaran lahan. Namun, kebakaran masih ada. Maka, yang terpenting adalah bagaimana pencegahan sejak jauh-jauh hari. Jika penanganannya saat kondisi lahan sudah terlanjur terbakar akan sulit untuk diatasi.