Menikmati Wisata Susur Sungai Bengawan Solo dengan Berbayar Sampah
Ini bukan sekedar rekreasi, tetapi juga upaya mengedukasi warga. Siapa pun bisa menikmati wisata susur sungai Bengawan Solo di Desa Randuboto, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Gresik, Jawa Timur menggunakan "kapal pesiar" mini.
Wisata murah meriah, caranya pun mudah. Warga bisa membayar tiketnya dengan sampah. Wisata di sana bukan sekedar menikmati liburan, tetapi juga membawa pesan menjaga lingkungan.
Sejak dibuka Jumat (22/6/2018) atau sekitar dua bulan lalu, sedikitnya sekitar 13.000 orang mencobanya. Bukan sensasi, naik kapalnya yang unik, tetapi justru membayar dengan sampah itu menjadi daya tarik.
Pengunjung bisa menukar sampah dengan tiket. Jika nilainya kurang dari Rp 10.000, maka pengunjung tinggal menambah kurangnya saja. Membayar dengan sampah ini terutama diprioritaskan bagi warga sekitar.
Mereka cukup membawa sampah yang telah dikumpulkan di rumah. Tentu saja, sampah yang masih bisa didaur ulang dan punya nilai jual, termasuk bekas botol atau gelas air minuman kemasan. Setelah mendapatkan tiket, pengunjung akan dibawa kapal milik desa itu keliling muara Bengawan Solo.
Pengunjung yang naik dibatasi hanya 40 orang sekali jalan. Mereka yang mencoba sensasi kapal pesiar itu tidak hanya berasal dari Gresik, tetapi ada yang berasal dari Trenggalek, Mojokerto, Jombang, Sidoarjo dan Surabaya.
Salah seorang pengunjung, Sabtu (21/7/2018), Suksma Rani Juwita (18) merasa kapal itu terasa nyaman. Ada fasilitas toilet, pemandu wisata, alat keselamatan diri (pelampung), televisi, dan perangkat sistem tata suara.
Selain bisa membayar dengan sampah plastik, pengunjung seperti dirinya yang berasal dari Lamongan, bisa membeli tiket langsung di loket. “Penasaran saja, ternyata seru juga, 45 menit menyusuri sungai,” kata Suksma.
Ketua BUMDes “Amanah Sejahtera” Desa Randuboto Hamdani menjelaskan selain paket perorangan Rp 10.000 wisata edukasi susur Bengawan Solo itu juga menyediakan paket hemat rombongan. Jumlah peserta rombongan maksimal 40 orang, tarifnya Rp 350.000.
Bukan sensasi, naik kapalnya yang unik, tetapi justru membayar dengan sampah itu menjadi daya tarik
Sementara untuk paket malam Rp 500.000, selama dua jam. Pengunjung bisa memancing dan menikati panorama malam selama dua jam. “Ada fasilitas free coffee break,” katanya berpromosi.
Selain itu ada fasilitas paket makanan dan makanan ringan dengan biaya senilai Rp 25.000. Menunya makanan khas pesisir, olahan bermacam ikan, olahan kepiting, kerang yang tentu saja masih segar.
Pengurus BUMDes lainnya Nurul Khomariyah menjelaskan selain warga sekitar diprioritaskan membayar dengan sampah, lembaga pendidika juga diundi untuk menikmati wisata secara rombongan. Mereka cukup bayar sampah yang laku dijual berapa pun jumlahnya. “Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan siswa cinta lingkungan dan mendorong orangtua siswa dan warga lainnya mengelola sampah secara mandiri melalui Bank Sampah,” kata Nurul.
Kepala Desa Randuboto, Andhik Sulandra menyatakan ide dan konsep wisata edukasi membayar dengan sampah itu dilatarbelakangi keprihatian masyarakat terkait banyaknya sampah yang terseret air sungai. Apalagi sampah-sampah itu merupakan bahan yang susah terurai seperti plastik.
Akhirnya ada gagasan agar sampah warga ditukar dengan tiket wisata. Cukup dengan 2,5 sampah plastik bisa ditukar dengan tiket senilai Rp 10.000. “Upaya itu diharapkan mendorong warga sekitar maupun pengunjung agar peduli dan menjaga kebersihan sungai,” kata Andhik.
Desa Randuboto berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat kota Gresik. Desa itu terdiri dari empat dusun, yakni Randuboto, Tanjungsari, Ujungsari, dan Ujung Timur. Selain kapal pesiar pengunjung bisa merasakan sensasi naik perahu penambangan (penyeberangan).
Semakin bersih sungainya, semakin menarik warga daerah lain untuk mengunjunginya
Upaya menyediakan wisata kapal pesiar itu bukan saja untuk memajukan dan lebih mengenalkan Desa Randuboto kepada masyarakat luas. Yang tidak kalah pentingnya adalah membangun kesadaran warga sekitar memiliki rasa cinta terhadap sungai.
Sebelumnya, sepanjang aliran sungai Bengawan Solo yang melewati Desa Randuboto bisa dikatakan kumuh. Sampah berserakan di pinggir sungai maupun sampah hanyut terbawa aliran sungai. “Dulunya Randuboto masuk kawasan kumuh, warganya membuang sampah sembarangan termasuk ke sungai,” paparnya.
Wisata susur sungai itu diharapkan bias membangun kedasaran warga untuk besama-sama menjaga sungai. Semakin bersih sungainya, semakin menarik warga daerah lain untuk mengunjunginya.
Bila kebersihan sungai terjaga, bukan hanya wisatawan yang senang datang, tetapi warga juga senang karena wisata itu bisa mengangkat kesejahteraan mereka. Paling tidak warga bisa berdagang makanan minuman. Produk olahan warga tidak perlu lagi menjual ke luar desa, karena pembelinya sudah datang sendiri. Berkurangnya sampah juga mengurangi risiko banjir.
Wisata kapal pesiar mini Desa Randuboto juga terintegrasi dengan wisata hutan mangrove seluas 3 hektar. Pengembangan kawasan mangrove merupakan bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sektor wisata itu akan semakin menggerakan ekonomi masyarakat. Pemerintah desa juga menyiapkan kuliner unggulan desa seperti olahan ikan pari basah dan kerupuk kulit ikan pari (rambak), dan olahan ikan pari Katsuobushi (mirip kerupuk pangsit terbuat dari ikan pari). Produk itu dikembangkan warga bersama mahasiswa Universitas Brawijaya Malang dan bisa dibeli digerai BUMDes.
Menurut Wakil Bupati Mohammad Qosim, kapal pesiar di Randuboto itu merupakan bagian dari upaya menggairahkan wisata di Gresik. Jalan yang ditempuh perangkat desa dan pemuda Randuboto juga merupakan bagian dari upaya mengkampanyekan kebersihan lingkungan.
Upaya itu diharapkan menjadi sumber pendapatan bagi desa dan berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Qosim juga berpesan agar masyarakat turut membantu komunitas Save Our River Bengawan Solo dalam menjaga sungai. “Bukan hanya menjaga sungainya, tetapi juga perlu dijaga hutan mangrovenya,” katanya.
Konsep wisata kapal pesiar mini itu menawarkan keasrian alam lingkungan muara Bengawan Solo. Pengunjung bisa pula menghabiskan waktu untuk memancing. Wisata susur sungai itu terintegrasi dengan hutan bakau dan wisata kuliner olahan ikan. “Masyarakat akan semakin berdaya karena produk unggulan desa dari hasil olahan ikan bisa dijual ke pengunjung,” ujarnya.