Pembangunan Fisik Perlu Dibarengi Pengembangan Nilai
Oleh
A Ponco Anggoro
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengingatkan pemerintah untuk tidak semata-mata mengejar ketertinggalan bangsa di bidang infrastruktur fisik. Pemerintah juga harus memperhatikan pengembangan nilai. Sebab, krisis nilai yang kini terjadi, jika dibiarkan, bisa menghilangkan Indonesia dari percaturan dunia.
Bambang menyampaikan hal tersebut dalam pidato peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-73 DPR di Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/8/2018). ”Kita menyadari, gerak laju pembangunan Indonesia saat ini sesungguhnya dihadapkan pada tantangan yang pelik,” katanya.
Di satu sisi, bangsa harus mengejar ketertinggalan di bidang pembangunan ekonomi, pembangunan fisik, dan produktivitas nasional. Namun, di sisi lain, bangsa juga dihadapkan pada kerentanan sosial yang ditimbulkan oleh krisis nilai dan fragmentasi sosial yang bisa menghambat pembangunan.
Menurut Bambang, mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur fisik, seperti yang kini getol dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sangatlah penting. Ini mengingat begitu banyaknya pekerjaan rumah yang belum tuntas dan terbengkalai dalam menata infrastruktur fisik di Indonesia.
”Namun, yang tidak kalah penting, bahkan lebih penting lagi, adalah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan infrastruktur nilai,” lanjutnya.
Pasalnya, ujar Bambang, situasi saat ini, bangsa berkejaran dengan waktu untuk mengatasi degenerasi dalam nilai etis, ideologis, dan karakter jati diri bangsa. ”Kita menghadapi gempuran pasar internasional dan ideologi-ideologi transnasional dalam situasi ketahanan kejiwaan bangsa ini yang sedang rapuh,” katanya lagi.
Oleh karena itu, kata Bambang, dalam situasi seperti itu, pemerintah harus tetap waspada terhadap upaya kelompok-kelompok tertentu yang secara terus-menerus mengembuskan pikiran-pikiran yang bersumber dari ideologi asing yang anti-Pancasila. Dengan demikian, paham atau ideologi apa pun dari luar, apalagi dilabeli dengan nuansa politik keagamaan, dapat tumbuh subur.
Dari sejumlah hasil penelitian atau survei, sudah bisa dilihat bagaimana nilai-nilai ideologi dan kebangsaan berada dalam posisi bahaya. Poin terpenting dari hal itu, bangsa harus waspada, sigap, dan bergerak cepat mengantisipasi kemungkinan yang terburuk, yakni hilangnya Indonesia dari percaturan dunia.
”Hal itu bukan hal yang mustahil terjadi jika kita lengah dan tidak serius untuk membendung krisis nilai yang melahirkan gerakan anti-kebangsaan dan Pancasila tersebut, secara total. Sekali lagi, kita mesti waspada!” tegasnya.
Apalagi jika melihat kondisi saat ini, kehidupan negeri diliputi kabut apatisme dan pesimisme, riuh kegaduhan dengan miskin solusi, serta banyak gerakan jalanan tanpa kejelasan arah yang benar. Kemudian, rasa percaya yang lenyap dalam pergaulan, kebaikan dimusuhi, kejahatan diagungkan, politik identitas dirayakan, serta toleransi, keragaman, dan perbedaan dibenci.
”Itu semua sebab utamanya, tak lain dan bukan, karena kita mengalami krisis nilai kebangsaan akibat keterbelakangan di bidang pembangunan nilai,” tambahnya.