JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan penyaluran pembiayaan oleh penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dinilai memberi nilai tambah ke industri jasa perbankan sekitar 0,8 persen per tahun. Keberadaan usaha rintisan peminjaman dianggap tidak menggantikan perbankan.
Demikian salah satu hasil riset ”Peran Fintech terhadap Ekonomi Indonesia” oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech). Riset menggunakan metode analisis statistik input-output di 21 sektor industri dan kinerja 64 perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, di Jakarta, Selasa (28/8/2018), mengatakan, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia tergolong segmen masyarakat terbesar yang belum terakses layanan pinjaman perbankan. Untuk menjangkau segmen ini, perbankan butuh ongkos besar.
Situasi itu mendorong kolaborasi perusahaan teknologi finansial (tekfin) pembiayaan dan perbankan. Bank umum kegiatan usaha (BUKU) III dan IV sekarang menjadikan perusahaan tekfin pembiayaan sebagai mitra yang membantu peningkatan rasio kredit UMKM.
Namun, pada jangka panjang bank BUKU III ataupun IV berpotensi mengembangkan teknologi digital dan tekfin sendiri untuk memudahkan penyaluran kredit mereka. Sementara bank BUKU I dan II, lanjut Bhima, tetap membutuhkan tekfin pembiayaan agar mampu bersaing di era digital.
Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Pasal 6 Ayat (2) disebutkan, batas maksimum total pemberian dana kepada setiap debitor tekfin pinjam-meminjam uang adalah Rp 2 miliar. Bhima menilai, ketentuan ini menegaskan kolaborasi. Ketika debitor perusahaan tekfin pembiayaan naik kelas dan membutuhkan kredit lebih besar, debitor itu akan dilayani oleh bank.
Hasil menarik dari riset Peran Fintech terhadap Ekonomi Indonesia adalah tekfin pembiayaan terdaftar di OJK mampu meningkatkan produk domestik bruto sekitar Rp 25,97 triliun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsumsi rumah tangga mampu naik hingga sekitar Rp 8,94 triliun.
Dari sisi dunia usaha, tekfin pinjam-meminjam uang terdaftar mampu menghasilkan kenaikan kompensasi tenaga kerja berbentuk upah sekitar Rp 4,56 triliun. Kenaikan kompensasi ini terutama berasal dari sektor perdagangan, keuangan, dan asuransi.
Kehadiran tekfin pinjam-meminjam uang yang terdaftar di OJK juga mampu menyumbang penyerapan tenaga kerja sekitar 215.433 orang. Penyerapan pekerja di sektor pertanian, misalnya, mencapai 9.000 orang.
Berangkat dari hasil riset itu, Direktur Kebijakan Publik Aftech Ajisatria Suleiman berpendapat, hal yang perlu ditingkatkan sekarang adalah kualitas penilaian calon pemberi dan penerima dana. Dari sisi calon pemberi dana, industri penyedia layanan pinjam-meminjam uang harus memastikan data mereka terlindungi dan transparansi kegiatan usaha. Artinya, penyedia layanan menjaring pemberi dana untuk dipakai mendukung kebutuhan pembiayaan bagi debitur, mulai dari konsumen individual hingga UMKM.
”Di luar negeri, seperti China, sejumlah penyedia layanan menjaring sebanyak-banyaknya pemberi dana. Uang yang sudah terkumpul ternyata tidak dipakai menyalurkan pinjaman,” ujarnya.
Sementara dari sisi penerima dana, Ajisatria menyebut penilaian berkaitan dengan kelayakan menerima kredit. Tujuannya agar mencegah terjadinya kredit macet dan pengemplangan hutang. Oleh karena itu, Aftech memandang perlunya Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang biasa dipakai perbankan mengetahui status layak kredit, bisa dipakai juga oleh penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Dia menambahkan, penilaian pemberi dan penerima dana tergolong urusan hulu. Rata-rata penyedia layanan mengalami masalah kesulitan menagih, menanggung risiko pengemplangan utang, dan kredit macet karena urusan hulu tidak dikerjakan secara ketat.
Pada saat bersamaan, Founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan, dari Januari hingga Juni 2018 permintaan pengajuan pinjaman meningkat drastis. Selama kurun waktu itu, setiap bulan perusahaan menyalurkan dana pinjaman hingga Rp 60 miliar.
”Keberadaan pemberi dana institusi membuat kapasitas penyaluran kredit tetap terjaga,” katanya.
Benedicto menjelaskan, KoinWorks melayani kebutuhan pembiayaan bagi kelancaran bisnis UKM yang berkecimpung di industri kreatif dan e-dagang. Untuk memudahkan menjangkau segmen itu, KoinWorks telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan e-dagang, semisal Lazada Indonesia.
Pada saat bersamaan, KoinWorks juga melayani permintaan kredit untuk pendidikan. Hampir 90 persen porsi penyaluran pendanaan sasar UKM, sedangkan sisanya diperuntukkan bagi debitor yang ingin mengakses pendidikan.
Direktur Amartha Aria Widyanto menceritakan, penerima dana di Amartha adalah perempuan pelaku usaha mikro di daerah pedesaan. Dana pinjaman dipakai oleh mereka untuk membeli perangkat produksi ataupun pendukung usaha. Saat bisnis mulai bertumbuh positif, sejumlah debitor akhirnya membuka lapangan kerja bagi warga di sekeliling tempat usaha. Dampaknya, urbanisasi menjadi berkurang.
”Regulator telah mendorong perbankan dan perusahaan tekfin berkolaborasi. Kami harap, dorongan itu lebih diarahkan untuk membiayai kegiatan produktif. Kami memandang, upaya seperti itu justru menghasilkan pemerataan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan tentunya bisnis pinjam-meminjam uang dapat tumbuh berkelanjutan,” katanya.