JAKARTA, KOMPAS — Tokoh pers sekaligus mantan Wakil Ketua Dewan Pers 2006-2010, Sabam Leo Batubara, meninggal, Rabu (29/08/2018) pukul 16.30 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Kabar duka ini mulai menyebar setelah anggota Dewan Pers, Nezar Patria, mengirimkan informasi di sebuah grup jejaring media sosial.
”Jenazah masih di IGD RSPAD Gatot Soebroto. Kita kehilangan sosok yang peduli dan cinta dengan kemerdekaan pers. Doa dan hormat mendalam kepada almarhum, RIP,” ucap Nezar.
Tanggal 24 Juli 2018 lalu, Leo masih sempat menulis opini di harian Kompas dengan judul ”Menyoal Hari Lahir Pers Nasional”. Artikel tulisan Leo memaparkan tentang perdebatan tiga organisasi wartawan konstituen Dewan Pers, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), tentang soal kapan sebenarnya hari lahir pers nasional.
Menurut PWI, setelah Indonesia merdeka, 9 Februari 1946. Menurut AJI dan IJTI, pers nasional sudah eksis sebelum proklamasi kemerdekaan.
Dalam artikel itu, almarhum Leo mencoba memosisikan diri secara netral. Menurut dia, ketiga organisasi wartawan itu perlu duduk bersama untuk sepakat kapan pers nasional lahir. Membiarkan perbedaan pendapat bereskalasi menjadi konflik berpotensi melumpuhkan Dewan Pers.
”Agar masalah segera terpecahkan, para wartawan harus taat asas pada jati diri profesionalitasnya, yakni menyuarakan fakta dan kebenaran serta loyal kepada kepentingan umum,” ujar Leo.
Leo adalah lulusan IKIP Negeri Jakarta 1970. Sejak tahun 1999 hingga 2005, Leo pernah menjabat sebagai Pemimpin Perusahaan Harian Suara Karya. Sepanjang hidupnya, Leo selalu aktif malang melintang di dunia pers nasional. Salah satu jasanya dalam perjuangan menegakkan kebebasan pers adalah ia turut merumuskan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.