LONDON, RABU — Perdana Menteri Inggris Theresa May menegaskan kembali bahwa jika perundingan Brexit dengan Uni Eropa tidak mencapai kesepakatan (no-deal Brexit), hal itu tidak akan menjadi bencana bagi Inggris. Meski demikian, May tetap yakin, Inggris yang akan meninggalkan UE pada Maret 2019 akan mencapai kesepakatan yang baik dengan Brussels.
May mengutip pernyataan Dirjen Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Roberto Azevedo. ”Lihat apa yang dikatakan Dirjen WTO bahwa dalam situasi tanpa kesepakatan, kondisinya memang akan sulit, tetapi bukan berarti kiamat,” kata May.
Pemerintah Inggris pekan lalu mempersiapkan skenario seandainya kesepakatan Brexit tidak tercapai. ”Apa yang dilakukan pemerintah adalah mempersiapkan berbagai hal sehingga jika kita berada dalam situasi itu, kita tetap sukses. Bersamaan dengan itu, kita juga berupaya untuk mencapai kesepakatan yang baik,” kata May.
Sejauh ini, London dan Brussels belum mencapai kesepakatan terkait sejumlah isu krusial, seperti isu perbatasan Irlandia Utara dan masa depan perdagangan Inggris.
Padahal, tenggat untuk kesepakatan ini adalah Oktober mendatang karena kedua belah pihak harus memberi kesempatan bagi parlemen masing-masing untuk meratifikasi Undang-Undang (UU) Brexit. Setelah itu, Inggris akan resmi meninggalkan UE pada Maret 2019. Inggris akan memperoleh masa transisi selama dua tahun, di mana Inggris akan tetap menikmati keuntungan sebagai anggota UE, tetapi tidak memiliki hak suara.
Parlemen Inggris terbelah dalam menyikapi UU Brexit. Sebagian menginginkan agar masa depan perdagangan Inggris tetap dekat dengan UE, tetapi sebagian lagi menginginkan agar Inggris putus hubungan total dengan UE.
Pekan lalu, Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond sudah mengingatkan, jika kesepakatan Brexit tak tercapai, hal itu akan berdampak terhadap fiskal produktivitas dan pinjaman. Namun, May menegaskan, sejak awal dirinya sudah berprinsip bahwa ”tanpa kesepakatan akan lebih baik daripada kesepakatan yang buruk”.
Juru Bicara Komisi Eropa Alexander Winterstein menyatakan, sampai saat ini Uni Eropa tetap fokus mengupayakan Inggris keluar dari UE dengan teratur, sambil tetap bersiap terhadap segala kemungkinan. ”Dengan atau tanpa kesepakatan, kepergian Inggris akan menimbulkan gangguan,” ujarnya.
Senada dengan itu, Menlu Jerman Heiko Maas menyebutkan, Berlin berupaya agar keluarnya Inggris berlangsung secara ”teratur”, yaitu keluar sesuai dengan aturan dan kesepakatan. Meski demikian, para pejabat Jerman juga tetap bersiap menghadapi skenario bahwa kesepakatan tidak tercapai.
”Tentu saja kami juga mempertimbangkan kemungkinan Brexit terjadi tanpa kesepakatan,” kata Maas.
Investasi Afrika
Untuk mengantisipasi ekonomi Inggris pasca-Brexit, Theresa May pada Selasa lalu berjanji akan memprioritaskan investasi Inggris di Afrika. Hal itu dinyatakannya dalam kunjungan ke tiga negara sekaligus, yakni Afrika Selatan, Nigeria, dan Kenya.
”Sampai dengan 2022, saya ingin Inggris menjadi anggota G-7 dengan investasi terbesar di Afrika di mana perusahaan-perusahaan Inggris di sektor swasta yang memimpinnya,” kata May yang mengumumkan penanaman investasi 4,4 miliar euro di Afrika. Inggris juga akan menjadi tuan rumah pertemuan KTT Investasi Afrika tahun depan dan akan membuka kantor diplomatik di seluruh Afrika. (AFP/REUTERS)