Ikhtiar DPR untuk Perubahan
Sudah lama pandangan negatif melekat pada Dewan Perwakilan Rakyat. Kini, ikhtiar untuk perubahan menuju yang lebih baik getol diupayakan. Harapannya, upaya itu semoga tidak sebatas mengejar pencitraan.
Wakil rakyat seharusnya merakyat,
Jangan tidur waktu sidang
soal rakyat, Wakil rakyat bukan paduan suara,
Hanya tahu nyanyian lagu setuju.
Penggalan lirik lagu berjudul ”Surat buat Wakil Rakyat” yang dibuat Iwan Fals menjelang Pemilu 1987 itu menjadi gambaran bahwa pandangan negatif terhadap DPR telah lama melekat. Jika melihat tahun dibuatnya lagu itu, setidaknya pandangan negatif tersebut telah muncul sejak Orde Baru.
Ketika Orde Baru tumbang digantikan era reformasi, lagu itu tak lantas sirna dari telinga publik. Lagu itu masih kerap dinyanyikan, di ruang-ruang publik atau dalam unjuk rasa yang digelar di parlemen. Lagu masih menjadi alat mengkritik karena memang perilaku wakil rakyat yang belum berubah.
Bahkan, bisa dibilang justru bertambah parah. Sebab, tak hanya tidur, wakil rakyat sering absen saat rapat atau hanya sekadar titip presensi. Mereka pun kerap hanya memikirkan kepentingan pribadi, kelompok, atau partai. Selain itu, anggota DPR yang terjerat kasus korupsi terus terjadi.
Empat tahun perjalanan DPR periode 2014-2019, perilaku itu juga masih terlihat. Di masa-masa awal menjabat, mereka sibuk memperebutkan kursi pimpinan DPR dan alat-alat kelengkapan DPR. Regulasi disusun dengan mengabaikan aspirasi dan kritik publik sehingga tak jarang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Korupsi pun masih terus melibatkan anggota DPR, termasuk pucuk pimpinan tertingginya, mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Adapun soal urusan tidur saat sidang ataupun absen saat sidang tidak perlu dipertanyakan lagi.
Perilaku anggota DPR itu membuat tingkat kepuasan publik atas kinerja DPR masih rendah. Dari hasil survei sejumlah lembaga survei, DPR berada di posisi terburuk di antara lembaga-lembaga negara lainnya. DPR hanya lebih baik dari partai politik.
Kritik
Dengan kondisi itu, DPR di bawah kepemimpinan Bambang Soesatyo yang menggantikan Setya Novanto, awal 2018, berikhtiar untuk membalikkan pandangan negatif publik. Ikhtiar itu dilakukan melalui sejumlah program yang diluncurkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-73 DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Salah satunya aplikasi DprNow!. Melalui aplikasi yang bisa diunduh di Google Play Store tersebut, publik bisa melihat langsung rapat-rapat di DPR, regulasi yang sedang disusun di DPR, hasil rapat-rapat di DPR, dan publik juga bisa menyampaikan aspirasi, kritik, dan permasalahannya tanpa perlu datang ke Gedung DPR atau menemui anggota DPR.
”Jadi cukup menekan layar ponsel cerdas, masyarakat dapat mengakses seluruh kegiatan DPR. Jarak DPR dan rakyat yang diwakili pun kian dekat,” kata Bambang.
Tak hanya itu sebenarnya. Dengan melihat langsung rapat-rapat di DPR, publik sekaligus bisa melihat wakil mereka yang sering absen saat rapat atau sebaliknya. Terlihat pula apakah wakil mereka memperjuangkan aspirasi rakyat atau sebaliknya. Ini tentu bisa jadi salah satu pertimbangan saat publik menjatuhkan pilihan di Pemilu 2019.
Komitmen transparansi pun diperkuat dengan janji Bambang bahwa semua rapat di DPR akan digelar terbuka. ”Ke depan, tidak ada lagi rapat yang digelar tertutup,” katanya.
Selain itu, DPR juga menggelar lomba meme, esai, dan kompetisi komedi tunggal yang bertema ”Kritik DPR”. Peserta dibebaskan mengkritik DPR, sesuai temanya. Kritik yang disampaikan pun seputar soal korupsi, anggota DPR yang kerap tidur saat rapat, bolos rapat, dan rendahnya kinerja legislasi DPR. Sebagian dari kritik itu kemudian ditayangkan dalam Rapat Paripurna DPR dengan agenda pidato ketua DPR terkait peringatan HUT Ke-73 DPR, Rabu.
”Semua kritik yang disampaikan patut kita jadikan sebagai cambuk dan masukan untuk melakukan perbaikan,” ujar Bambang.
Langkah awal
Namun, terlepas dari ikhtiar yang coba dilakukan, muncul pula anggapan bahwa ikhtiar itu hanya sebatas untuk kepentingan pencitraan DPR dan Bambang sebagai ketua DPR yang baru. Artinya, DPR tidak sungguh-sungguh melakukan perbaikan.
Pemerhati komunikasi politik Effendi Gazali mengatakan, sejumlah program dan inovasi yang dilakukan DPR merupakan langkah yang baik. Namun, inovasi-inovasi itu butuh langkah lanjutan agar tidak hanya menjadi pencitraan belaka di tahun politik.
Menurut dia, untuk mengubah sistem dan struktur politik yang mengakar di parlemen, dibutuhkan upaya yang lebih besar dibandingkan dengan sejumlah program dan inovasi. Program-program dan inovasi seperti aplikasi DprNow! dan panggung komedi untuk kritik dapat mendorong semangat terwujudnya DPR yang lebih terbuka. Namun, upaya lebih dibutuhkan.
”Ini langkah awal yang baik, tetapi follow-up nya apa? Bagaimana langkah konkretnya? Apakah kritik disampaikan ke alat kelengkapan yang bersangkutan? Bagaimana solusinya?” kata Effendi.
Sebastian Salang dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia menambahkan, untuk membuktikan bahwa ikhtiar itu bukanlah sebuah upaya pencitraan, komitmen dan konsistensi implementasi dibutuhkan. Aspirasi dan kritik publik, misalnya, tak hanya didengar, tetapi coba diperjuangkan dan menjadi refleksi untuk perbaikan kinerja. Ini tak hanya menjadi tanggung jawab ketua ataupun lima wakil ketua DPR, tetapi menjadi tanggung jawab semua anggota DPR.
”Jadi, ikhtiar yang kini dilakukan itu baru langkah awal menuju parlemen yang lebih baik. Segenap anggota DPR harus berusaha memperbaiki diri jika memang DPR ingin kembali dipercaya publik,” ujarnya.