JAKARTA, KOMPAS — Kehidupan di dalam keluarga berpengaruh terhadap kebahagiaan seseorang. Keharmonisan keluarga dapat diciptakan dengan membina komunikasi yang baik antaranggota keluarga.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks kebahagiaan Indonesia meningkat dari 68,28 pada 2014 menjadi 70,69 pada 2017. Indeks ini disusun atas tiga dimensi, yaitu kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (30/8/2018), Presiden Direktur Sun Life Financial Indonesia Elin Waty mengatakan, keharmonisan keluarga membantu meningkatkan kebahagiaan seseorang. Berdasarkan data BPS tahun 2017, dimensi keharmonisan keluarga yang berada di dalam indikator kepuasan hidup sosial memiliki nilai dan pengaruh paling tinggi dalam kebahagiaan seseorang, yaitu 80,05.
”Kami mengajak masyarakat Indonesia untuk menemukan kualitas hubungan keluarga dalam kegiatan Sundate,” kata Elin. Sundate merupakan kegiatan yang mempertemukan nasabah Sun Life bersama dengan keluarganya.
Mereka berkumpul dan bermain bersama sehingga ada interaksi antaranggota keluarga sehingga dapat melupakan pekerjaan sehari-hari sejenak. Kegiatan ini telah dimulai di Jakarta pada pekan lalu. Selain di Jakarta, kegiatan tersebut dilaksanakan di Yogyakarta, Surabaya, Bali, dan Medan.
Psikolog Intan Erlita mengatakan, seseorang bahagia atau tidak ditentukan oleh dirinya sendiri. Namun, faktor eksternal juga memengaruhi kebahagiaan seseorang.
Faktor eksternal yang paling berpengaruh adalah keluarga. ”Seseorang yang bahagia pada pagi hari, maka ia akan menjalani segala aktivitasnya dengan penuh semangat,” kata Intan.
Suasana pagi tersebut dapat terbentuk dari hubungan antaranggota keluarga. Sebagai contoh, seorang suami akan bahagia ketika melihat istrinya memberikan senyuman pada saat bangun pagi.
Intan menceritakan, berbagai permasalahan yang terjadi di dalam keluarga akan membuat perasaan seseorang menjadi tidak bahagia. Padahal, setiap keluarga dan individu akan mengalami permasalahannya masing-masing. Oleh karena itu, permasalahan tersebut harus diselesaikan bersama-sama.
Permasalahan tersebut akan menjadi besar, bahkan dapat merusak keharmonisan keluarga ketika tidak ada keterbukaan dalam komunikasi. ”Memendam ketidaknyamanan dapat membuat keluarga menjadi tidak harmonis,” kata Intan.
Teknologi digital
Di era perkembangan teknologi digital, tantangan keluarga semakin kompleks. ”Kita tidak dapat menolak atau menghindari teknologi, tetapi harus berdamai dengan kondisi yang ada pada saat ini,” kata Intan.
Ia menyarankan agar setiap orang tidak dikuasai teknologi, tetapi diri sendiri yang mengontrol penggunaan teknologi tersebut. Intan menyoroti, pada saat ini, kebahagiaan seseorang sering dipengaruhi oleh sesuatu yang ada pada media sosial.
Ketika seseorang melihat fotonya disukai banyak orang, maka ia akan bahagia. Sebaliknya, ketika fotonya hanya disukai oleh sedikit orang, maka ia akan bersedih dan mencari cara agar disukai orang banyak. Situasi tersebut berjalan terus-menerus.
Keluarga yang tumbuh di era teknologi digital perlu mengontrol penggunaan gawai. Pertemuan keluarga menjadi tidak berarti ketika setiap anggota keluarga sibuk dengan gawainya masing-masing. Akibatnya, tidak ada ikatan emosional antaranggota keluarga.
Meski demikian, teknologi digital juga dapat mempererat hubungan keluarga apabila mampu memanfaatkannya dengan baik. Sebagai contoh, seseorang yang bekerja di tempat yang jauh dari keluarga dapat memanfaatkan gawainya untuk berkomunikasi.
Berkomunikasi dengan gawai juga perlu hati-hati. Bahasa tulis sering kali menyebabkan seseorang salah paham karena pengaruh pilihan kata atau tanda baca. ”Apabila informasi yang ingin disampaikan itu penting, sebaiknya menggunakan telepon atau video sehingga tidak terjadi salah paham,” kata Intan.