Kondisi Ekonomi dan Sifat Temperamental Diduga Penyebab Penganiayaan Anak
Oleh
Megandika Wicaksono
·4 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Purbalingga menahan dan menetapkan Am (45) sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap anak tirinya, IM (7). Kondisi ekonomi dan sifat temperamental Am diduga menjadi penyebab penganiayaan.
”Kemungkinan karena ekonomi yang lemah. Jadi, ibu ini memang temperamen dan selalu jengkel dengan anak tirinya. Apa yang diperbuat anak-anak, mungkin main atau tidak sesuai dengan harapan, dilampiaskan kepada anak tirinya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Purbalingga Ajun Komisaris Poniman, Kamis (30/8/2018), di Purbalingga, Jawa Tengah.
Poniman menyampaikan, IM sudah hidup bersama ibu tirinya sejak usia 2 tahun. Sementara mengasuh IM, tersangka Am juga memiliki dua anak kandung yang saat ini duduk di bangku kelas VI SD dan kelas I SMP. Kemarahan dan kejengkelan terhadap situasi rumah tangga dengan kondisi suami bekerja merantau ke Kalimantan kemudian diluapkan kepada anak tirinya.
”Ibu ini melakukan penganiayaan bukan secara terus-menerus, melainkan seketika ada yang tidak menyenangkan di hati, tempramennya tinggi langsung melakukan pemukulan, mencubit, atau mencakar sesuai dengan luka yang diderita anak,” ujar Poniman.
Tersangka Am ditahan sejak Rabu sore dan saat ini polisi masih menjalankan proses penyidikan. Polisi juga mengamankan barang bukti berupa sapu lidi yang digunakan sebagai alat untuk menganiaya serta sebuah kursi di mana IM jatuh tersungkur ketika dianiaya.
Sekretaris Desa Pagerandong, Purbalingga, Muhammad Muhdrik menyampaikan, tersangka Am sehari-hari bekerja sebagai pembuat bulu mata dan rambut palsu. Menurut Muhdrik, keluarga Am termasuk dalam keluarga golongan ekonomi menengah ke bawah. ”Suaminya merantau ke Kalimantan dan jarang pulang,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, IM yang duduk di kelas I SD Pagerandong, Purbalingga, didapati oleh gurunya banyak ditemukan luka tidak wajar di sekujur tubuhnya. Saat melihat luka itu, sang guru merekam dengan video dan menjadi viral di media sosial. Terdapat luka lebam di tangan dan muka. Tampak pula luka lecet dan baret di wajah serta paha.
”Ketika saya tanya, apakah dia mendapat uang saku, anak ini menjawab iya. Dia diberi uang saku Rp 500,” tutur Kepala SDN 1 Pagerandong Giatri sambil mengelus dada.
Kepada awak media, di Polres Purbalingga, tersangka Am tampak menyesal dan menangis. ”Saya khilaf. Saya menyesal. Saya minta maaf atas perilaku saya,” kata Am.
Ceria
Saat ini IM telah dibawa ke rumah Matori (74), kakek dari pihak ayah, di Pangadegan, Purbalingga. IM tampak tersenyum dan ceria ketika mendapat sejumlah hadiah dari rombongan ibu-ibu Bhayangkari cabang Purbalingga. IM menerima boneka, tas, dan perlengkapan sekolah, buah, serta beberapa bungkus makanan ringan. Selain itu, IM juga senang menerima buah anggur karena baru kali itu dia makan buah anggur.
Matori mengisahkan, dirinya terkejut dan kaget ketika mendengar kabar bahwa sang cucu dianiaya oleh ibu tirinya. ”Saya menangis tidak tega,” tutur Matori.
Sebelumnya, setiap kali datang ke rumahnya, Matori selalu menawarkan IM untuk menginap di sana, tetapi selalu dilarang oleh Am. Hal senada juga disampaikan Aminoto (28), paman IM.
”Dia sejak bayi bersama ibu tirinya karena ibu kandungnya meninggal karena sakit di Kalimantan. Saya kaget dan menangis ketika lihat luka-lukanya. Sekarang dia biar tinggal di sini bersama kami. Saya yang akan merawatnya bersama istri dan orangtua,” tutur Aminoto.
Aminoto mengatakan, kecurigaan keluarga besar terhadap kasus penganiayaan terhadap IM sudah lama karena ada luka memar di wajahnya. Namun, menurut keterangan Am, luka itu diakibatkan dari terjatuh di kamar mandi dan terbentur tepian bak kamar mandi.
”Memang di depan kami, Am tidak menutupi bahwa dia temperamen, seperti membentak dengan suara keras jika anak nakal. Namun, kami tidak tahu di belakang ternyata sampai ada kekerasan fisik,” ujar Aminoto yang menyerahkan kasus ini kepada penegak hukum.
Saat ini, Sukiyat (43), ayah IM, masih dalam perjalanan pulang ke Purbalingga dari Kotabaru, Kalimantan Selatan. Di sana Sukiyat bekerja sebagai buruh di perkebunan sawit.
Nur Syah Fajar Cantika, pekerja sosial dari Dinas Sosial Kabupaten Purbalingga, yang turut mendampingi IM, menyampaikan, setelah sampai ke rumah kakeknya, IM tampak lebih tenang dan ceria.
”Setelah dia tidak lagi berhubungan dengan ibunya, dia lebih senang, ekspresinya lebih bahagia. Dia lebih terbuka dan mau menjawab pertanyaan. Sebelumnya dia lebih diam,” kata Nur.
Wakil Ketua Bhayangkari Cabang Purbalingga Inung Sigit berharap tidak ada lagi kasus kekerasan kepada anak karena pelaku akan menghadapi proses hukum. ”Anak adalah titipan yang harus kita jaga. Kita rawat dengan baik,” kata Inung.