JAKARTA, KOMPAS – Pemikiran Nurcholis Madjid terkait sekularisme perlu ditinjau ulang untuk memahami arti sebenarnya dari pemisahan agama dari politik. Sekularisme dalam persepsi Cak Nur sejatinya menempatkan agama tetap pada unsur sakral, tidak dicampur dengan yang profan.
Hal tersebut merupakan inti dari diskusi “Apakah Tesis Sekularisme Berakhir?: Agama, Ranah Publik dan Kemaslahatan Umum” di Universitas Paramadina, Jakarta pada hari Rabu (29/8/2018). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan haul ke-13 Cak Nur dan diselenggarakan oleh Institut Etika dan Peradaban Paramadina.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatulah Bahtiar Effendy menjelaskan, sekularisme dalam paham Cak Nur ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Agama pada prinsipnya ialah sesuatu yang sakral dan spiritual karena merupakan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.
Sebaliknya, politik dan ekonomi merupakan hal yang profan. Alasannya karena kedua hal tersebut bertujuan kepada perolehan kekuasaan maupun laba. “Nilai agama digunakan sebagai acuan moral agar praktik politik dan ekonomi menguntungkan rakyat. Akan tetapi, politik dan ekonomi tetap profan karena bagaimanapun juga bersifat duniawi,” papar Bahtiar.
Partai politik pada intinya tetap ingin memiliki kekuasaan. Ada risiko dalam menjalankan tujuan tersebut menggunakan hal-hal yang tidak sesuai dengan etika dan moral, termasuk nilai agama.
“Partai politik berbasis agama tetap bertujuan meraih kekuasaan. Oleh sebab itu, tidak layak untuk dijadikan orientasi spiritual masyarakat,” ujarnya.
Contoh berikutnya ialah berkembangnya industri dan ekonomi kreatif berbasis keagamaan. Akan tetapi, lingkaran kebajikan seperti sikap saling menghargai, gotong royong, dan menghormati perbedaan memudar di masyarakat. Padahal sikap-sikap itu merupakan inti ajaran keagamaan.
Kepala Program Magister Agama Islam Universitas Paramadina Pipip AR Hasan menerangkan, tantangan masyarakat ialah mematangkan kemampuan membedakan nilai keagamaan dengan institusi berbasis agama. Dalam agama, kebajikan adalah yang terpenting.
“Bentuk institusi yang mempraktikkan kebajikan, seperti negara dan pemerintahan, tidak terlalu penting selama tujuan kebaikan universal tercapai,” katanya. Rasionalitas adalah bagian dari beragama.
Rasa cemas
Rektor Universitas Paramadina Firmanzah dalam pidato pembukaannya mengatakan, tema sekularisme sering kali dikonotasikan dengan keterbukaan. Sebagian anggota masyarakat terbuka dengan hal-hal baru, sementara sisanya cemas karena tidak tahu hal yang akan dihadapi.
Kecemasan itu melahirkan mental terancam yang mengakibatkan masyarakat membangun tembok-tembok tinggi di antara mereka. Agama menjadi salah satu faktor yang dipakai untuk mengembangkan persepsi adanya “ancaman” ini.
“Tantangan kita ialah menciptakan situasi yang bisa menurunkan persepsi terancam ini. Misalnya menciptakan masyarakat sejahtera sehingga tidak ada kecemasan akan kehilangan mata pencaharian,” ucapnya.
Haul Cak Nur
Acara diskusi akan diadakan setiap bulan selama satu tahun ke depan guna memperingati gagasan Cak Nur. Pembina Yayasan Nurcholis Madjid Society, Ommy Komariah Madjid mengungkapkan, Paramadina didirikan berlandaskan prinsip pluralisme, toleransi, dan demokrasi.
“Nilai-nilai ini akan terus hidup pada segala unsur Paramadina. Mahasiswanya diharapkan akan bisa berpikir kritis dan memberi gagasan-gagasan baru untuk bangsa,” katanya.