JAKARTA, KOMPAS Perolehan medali Asian Games 2018 yang jauh melampaui target pemerintah patut menjadi pelecut untuk meningkatkan prestasi olahraga pada level yang lebih tinggi di Olimpiade. Pemanfaatan optimal segenap potensi yang dimiliki Indonesia menjadi kunci.
Dari sisi prestasi, hingga kini Indonesia bertengger di peringkat keempat dengan koleksi 30 medali emas, 22 perak, dan 36 perunggu. Capaian itu jauh melebihi target pemerintah, yakni 16-20 medali emas, demi posisi 10 besar. Meski hampir separuh medali emas itu, yakni 14 keping, diraih dari cabang pencak silat yang dipertandingkan atas usulan tuan rumah, pencapaian itu tetap patut diapresiasi.
”Raihan ini mengejutkan sekaligus membanggakan. Banyak cabang memenuhi (target) dan bahkan melebihi target medali yang dicanangkan pemerintah, tetapi ada juga yang tidak tercapai. Dengan sisa waktu empat hari, Indonesia masih berpeluang menambah 2-3 emas lagi dari bridge dan akuatik nonrenang,” kata Ketua Kontingen Indonesia Syafruddin, Rabu (29/8/2018).
Dari sisi penyelenggaraan, sejauh ini Indonesia mampu menjalankan tanggung jawab menjadi tuan rumah pesta olahraga yang diikuti lebih dari 16.000 atlet dan ofisial dari 45 negara. Perhelatan empat tahunan ini juga mampu menyedot antusiasme warga untuk menyaksikan kejuaraan. Meski sempat terjadi kekacauan dalam pelayanan tiket pertandingan, nyatanya tiket sebagian besar laga ludes terjual.
Dengan keterbatasannya, RI juga mampu menyiapkan arena berstandar internasional di kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta; kompleks olahraga Jakabaring, Palembang; serta sejumlah arena di wilayah sekitarnya. Selain itu, sejumlah sarana penunjang, seperti wisma atlet dan kereta ringan (LRT) di Palembang, juga terbangun. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat, total biaya konstruksi bagi Asian Games itu mencapai Rp 34,5 triliun.
Pengamat olahraga, Djoko Pekik Irianto, mengatakan, keberhasilan prestasi dan penyelenggaraan Asian Games perlu diikuti keseriusan pemerintah. Salah satunya dengan alokasi dana lebih banyak pada olahraga.
”Minimal alokasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sekitar 2 persen. Sekarang 1 persen saja belum,” ucap Djoko, Rabu kemarin.
Ia mencontohkan, China, langganan juara umum Asian Games sekaligus penguasa olahraga dunia, mengalokasikan 5 persen dana APBN. Negara di Asia Tenggara juga mulai melihat prospek olahraga, seperti Malaysia yang mengalokasikan 4,9 persen anggaran negara untuk olahraga, Filipina 3,4 persen, serta Vietnam dan Singapura sekitar 3 persen.
Dana tersebut, kata Djoko, harus digunakan untuk pembinaan, mulai dari pencarian bakat, pembinaan atlet usia dini, yunior, senior, hingga atlet-atlet di level elite. Skema pembinaannya dengan memprioritaskan cabang- cabang Olimpiade.
Untuk jangka pendek, target prestasi harus mengarah pada Olimpiade Tokyo 2020. Cabang seperti bulu tangkis, panjat tebing, senam, dan atletik yang menunjukkan potensi di Asian Games perlu diprioritaskan. ”Dengan fokus pada 2020, SEA Games 2019 pasti juga akan terbawa,” ujar Djoko.
Menurut Syafruddin, Asian Games 2018 merupakan momen kebangkitan olahraga Indonesia. Karena itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Olahraga Nasional Indonesia, Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan semua federasi olahraga perlu bersatu membangun sistem pembinaan yang kuat agar Indonesia tetap berjaya pada SEA Games Manila 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020. Pelatnas perlu dirancang berkelanjutan dan atlet berkesempatan menjalani berbagai laga uji coba.
Terpacu
Sejumlah pengurus cabang juga kian bersemangat setelah melihat capaian prestasi di Asian Games. Keberhasilan tim karate Indonesia merebut 1 emas
dan 3 perunggu, misalnya, membuat Ketua Umum Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI) Gatot Nurmantyo bersemangat mengirim para atletnya untuk mengikuti semua turnamen karate berskala internasional. Ia ingin agar para atlet Indonesia lolos ke Olimpiade 2020 dengan masuk peringkat enam besar.
”Untuk lolos ke Olimpiade ada yang melalui jalur kualifikasi di setiap benua dan jalur ranking dunia. Kami berusaha agar atlet Indonesia lolos melalui jalur ranking karena lebih pasti lolos dibandingkan melalui seleksi,” kata Gatot.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PBTI) Marciano Norman. Menurut dia, keberhasilan tim taekwondo Indonesia meraih emas memberikan kepercayaan diri yang tinggi untuk mengejar gelar juara dunia dan medali Olimpiade 2020.
PBTI akan memperkecil jumlah atlet dan hanya memilih yang terbaik untuk lebih sering dikirim bertanding ke luar negeri.
”Asian Games ini menyadarkan kami untuk fokus membina atlet-atlet terbaik saja. Lebih baik sedikit tetapi menghasilkan medali emas daripada banyak atlet tetapi tidak menghasilkan. Kami juga berharap pemerintah mau menyediakan dana besar untuk pembinaan atlet agar mereka juga dapat meraih banyak emas di Tokyo 2020,” kata Marciano.
Perspektif ekonomi
Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono mengatakan, Indonesia bisa memanfaatkan Asian Games untuk mendorong perekonomian, khususnya meningkatkan daya tarik investasi dari keberadaan infrastruktur yang dibangun menjelang Asian Games 2018. Syaratnya, infrastruktur itu terpelihara dengan baik sehingga bisa memberikan manfaat efisiensi.
”Infrastruktur itu jangan sampai mangkrak,” katanya.
Manfaat Asian Games bisa diperoleh Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, kedatangan wisatawan asing bisa menambah devisa. ”Asian Games juga bisa jadi ’iklan’ yang efektif untuk menarik turis asing di kemudian hari,” ujar Tony. (IDR/ECA/KEL)