Kenali Sejarah Bangsa dengan Membaca Buku Biografi
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rangkaian peristiwa sejarah bangsa Indonesia seyogianya menjadi sumber pembelajaran dan inspirasi bagi masyarakat. Rangkaian itu dapat dikenali dan dipelajari melalui berbagai media, misalnya buku. Dengan mengenali lebih jauh sejarah bangsa diharapkan masyarakat menjadi lebih paham nilai-nilai untuk membangun bangsa.
Ahli sejarah Indonesia Asvi Warman Adam mengatakan, salah satu cara untuk mengenali kembali sejarah bangsa adalah dengan membaca buku sejarah ataupun biografi seseorang. Buku yang menarik adalah yang mengajak pembaca ikut merasakan emosi jalannya cerita, sehingga nilai-nilai akan menempel kuat.
Kisah sejarah yang dibukukan sebaiknya dikemas dengan orisinalitas sejarah. Boleh ada tambahan cerita berintrik untuk menghidupkan sejarahnya, tapi jangan sampai mengubah sejarah itu sendiri
“Kisah sejarah yang dibukukan sebaiknya dikemas dengan orisinalitas sejarah. Boleh ada tambahan cerita berintrik untuk menghidupkan sejarahnya, tapi jangan sampai mengubah sejarah itu sendiri,” ujar Asvi dalam acara Kamisan Komunitas Penulis Buku Penerbit Buku Kompas (PBK) bertajuk ‘Biografi’, Kamis (30/8/2018), di Jakarta.
Sementara itu, penulis biografi Sergius Sutanto dalam proses pembuatan karyanya kerap merasakan ikatan batin dengan sosok yang ditulisnya. Ia merasa menyelami kembali kehidupan sosok itu dan dibawa kembali ke masa itu.
“Dalam penulisan, saya membayangkan bahwa apa yang saya tulis ini dapat dibayangkan oleh para pembaca nanti.”
Penulis buku biografi Diponegoro Peter Carey menuturkan, sastra merupakan salah satu landasan sejarah yang perlu dilacak. Terdapat tiga pertanyaan yang harus dijawab untuk mengetahui lebih dalam tentang sejarah yaitu, siapa diri saya?, dari mana saya?, dan mau kemana kah saya?.
“Sebaiknya perlu untuk mempelajari sejarah Indonesia untuk mengetahui asal-usul bangsa ini. Kita harus bisa meletakkan diri di dalam arus perkembangan sejarah. Bagaimana bisa menjadi warga global tapi tetap mengakar pada nilai budaya dan sejarah bangsa,” ucapnya.
Pentingnya mengenali sejarah adalah masyarakat menjadi tahu tujuan bangsa ini untuk merdeka. Dengan mengetahui sejarah dan tujuan bangsa ini, “Kita tahu mau melangkah kemana karena tahu sejarah dibangunnya bangsa ini. Kalau anak muda tidak tahu sejarah bangsa ini, bagaimana ke depan membangun bangsa dan berhadapan dengan dunia internasional?” tambah Asvi.
Pembajakan buku
Fenomena maraknya buku bajakan yang dijual di Indonesia merupakan salah satu indikator dalam menilai kesuksesan buku itu, menurut penulis A Bobby Pr, buku yang dibajak menunjukan bahwa buku itu laris dipasaran dan dibaca oleh khalayak banyak.
“Ini sesuatu yang ironis. Melihat kesuksesan suatu buku di Indonesia dengan melihat apakah sudah beredar di Senen atau Blok M,” ujarnya.
Senada dengan Bobby, penulis Diana Damayanti juga merasa miris dengan adanya karya intelektual yang dibajak. Ia berharap agar pemerintah juga turut mengambil tindakan dan lebih memperhatikan kesejahteraan penulis.
Penerbit Buku Kompas dan Penerbit Gramedia merupakan dua dari sekian penerbit yang bukunya banyak dibajak. Terdapat ratusan judul buku yang dibajak dan dijual murah melalui daring maupun luring.
“Kami pernah melakukan shock therapy dengan melaporkan beberapa lapak ke pihak berwajib. Tapi hanya sebatas itu, karena sekarang aturannya berupa delik aduan,” kata Presdir Group of Publishing Cs dan Education Gramedia Wandi S Brata
Delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses atau dituntut oleh pihak pengadu yang merasa dirugikan kepada pihak berwajib. Pengaduan tidak dapat diproses tanpa pihak yang dirugikan tersebut melaporkan diri.
Selain itu, fenomena buku yang di fotokopi juga menjadi masalah yang perlu ditanggulangi. Oleh sebab itu, penyelesaian itu memerlukan komitmen bersama dari pihak pemerintah dalam menanggulanginya. Sebab jika dibiarkan begitu saja, maka akan semakin banyak kerugian yang diperoleh oleh penulis maupun penerbit.
“Permasalahan itu tergolong rumit karena seperti lingkaran permasalahan yang tidak ada ujung penyelesaiannya. Harapannya semoga ada tindak lanjut dari pihak pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini,” Manajer Eksekutif Penerbit Buku Kompas (PBK) Patricius Cahanar.
Menurut Peter, kebijakan hukum di Indonesia belum cukup memadai dalam penanggulangan pembajakan buku. Beredarnya buku bajakan di pasaran justru menunjukan minat baca masyarakat cukup tinggi. “Pada satu sisi positif, tapi di sisi lain juga merugikan kami sebagai pemilik karya intelektual.” (MELATI MEWANGI)