Pemerintah Sinergikan Industri Manufaktur dan Industri Teknologi Informasi
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Perindustrian mempertemukan perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur dengan penyedia teknologi. Upaya fasilitasi itu ditempuh guna memenuhi kebutuhan industri manufaktur nasional akan teknologi pendukung industri 4.0.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara, Jumat (31/8/2018), menyampaikan, pemerintah saat ini mencoba mempertemukan antara pelaku industri manufaktur dengan perusahaan penyedia teknologi. Memasuki era revolusi industri 4.0, kebutuhan akan teknologi pendukung mutlak dibutuhkan.
Teknologi pendukung industri 4.0 antara lain Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, Artificial Intellegence, Mobility, Virtual dan Augmented Reality, sistem sensor dan otomasi, serta Virtual Branding. Oleh sebab itu, pemerintah bakal aktif mempertemukan pelaku industri manufaktur dengan penyedia teknologi.
“Kami selalu menjajaki (mempertemukan pelaku industri manufaktur dengan penyedia teknologi). Besok kami ajak pelaku industri ke Batam untuk melihat salah satu perusahaan yang menghasilkan teknologi 4.0,” ujar Ngakan melalui telewicara.
Menurut Ngakan, pelaku industri manufaktur tidak akan serta merta mengkonversi teknologi yang mereka gunakan saat ini. Hal itu karena untuk mengkonversi teknologi dibutuhkan investasi dan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, pelaku industri akan berhitung secara cermat berapa modal yang harus mereka keluarkan dan kapan modal tersebut bisa kembali.
“Pelaku industri pasti akan menghitung dulu, jadi tidak bisa langsung. Maka kami pertemukan mereka dengan penyedia teknologi,” kata Ngakan.
Ngakan menambahkan, Indonesia memiliki modal besar untuk menerapkan industri 4.0. Setidaknya, terdapat dua hal yang mendukung pengembangan industri di era digital, yaitu pasar yang besar dan jumlah sumber daya manusia yang produktif seiring dengan bonus demografi.
Guna mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, pada tahap awal implementasi peta jalan revolusi industri 4.0, Kementerian Perindustrian menetapkan lima sektor industri yang diprioritaskan pengembangannya untuk menjadi pionir, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, serta elektronika.
Dongkrak PDB
Ngakan menyampaikan, implementasi revolusi industri 4.0 akan mampu mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 1-2 persen per tahun, sehingga pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline sebesar 5 persen menjadi 6-7 persen selama 2018-2030.
“Selain itu, angka ekspor netto kita akan meningkat kembali sebesar 10 persen dari PDB. Kemudian, terjadi peningkatan produktivitas dengan adopsi teknologi dan inovasi, serta mewujudkan pembukaan lapangan kerja baru sebanyak 10 juta orang pada tahun 2030,” tuturnya.
Secara terpisah, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Abdul Rochim, menyampaikan, implementasi revolusi industri 4.0 akan menggenjot ekspor makanan dan minuman olahan nasional hingga empat kali lipat.
Pada 2018, pemerintah menargetkan nilai ekspor makanan dan minuman sebesar 12,65 dollar AS. Pada 2023, ekspor produk makanan dan minuman Indonesia diproyeksikan mencapai 50 miliar dollar AS.
Ke depan, Kemenperin akan lebih fokus terhadap peningkatan produktivitas sektor hulu dengan pemanfaatan teknologi. Selain itu, industri kecil dan menengah (IKM) akan diberdayakan dengan dukungan pendanaan dan fasilitasi mesin produksi. Selain itu, efisiensi rantai pasokan (supply chain) diupayakan secara optimal.