Perkuat Kerja Sama Peneliti Perguruan Tinggi dan Litbang
Oleh
EsterLince Napitupulu
·3 menit baca
Dosen di perguruan tinggi dan peneliti di litbang masih berjalan sendiri-sendiri dalam melakukan penelitian. Kerja sama mereka harus diperkuat untuk menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa.
JAKARTA, KOMPAS – Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu menyelesaikan berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi bangsa ini, serta untuk menyiapkan diri menghadapi masa depan. Namun, pengembangan iptek masih berjalan sendiri-sendiri, antara lain tercermin dari adanya dualisme peneliti dari dosen di perguruan tinggi dan peneliti dari litbang.
Ke depan, kerja sama para peneliti di perguruan tinggi maupun litbang harus diperkuat, untuk menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa. Apalagi, peningkatan produktivitas tidak bisa dilepaskan dari lahirnya berbagai inovasi yang dimulai dari penguasaan iptek.
Kondisi Indonesia semakin baik. Namun, Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan yang dialami 26 juta penduduk, pengangguran di atas 5 persen, indeks pembangunan manusia yang membaik tetapi belum di ranking yang diharapkan, hingga ketimpangan di masyarakat. Untuk memperbaiki kondisi ini perlu peningkatan produktivitas yang tidak lepas dari peran teknologi.
"Di Indonesia, pengembangan teknologi tepat guna tetap harus diutamakan. Namun, pengembangan teknologi tinggi dengan pengembangan riset dasar juga tetap dilakukan guna mengantisipasi masa depan. Karena itu, iptek harus jadi mainstream dalam pembangunan," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Bambang mengatakan hal itu dalam seminar nasional bertajuk Pembangunan Iptek untuk Kemajuan Bangsa yang digelar Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas. Hadir pula Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Iptek Daryatmo Mardiyanto, serta Direktur Jenderal Penguatan Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Dimyati.
Seminar dihadiri sekitar 450 peserta dari berbagai kalangan. Pembahasan diskusi menjadi masukan bagi Bappenas, Kemristekdikti, dan Pansus RUU Sisnas Iptek untuk memperkuat kebijakan yang terkait iptek dan inovasi di Indonesia.
Daryatmo mengatakan, benang kusut dalam penyelenggaraan litbang harus diurai. Banyak lembaga yang melakukan litbang, mulai dari kementerian, lembaga, hingga perguruan tinggi. Namun, hasil riset yang menghadirkan inovasi yang mendukung daya saing bangsa belum dirasakan manfaatnya. Untuk itu, perlu payung hukum lewat RUU Sisnas Iptek untuk mendukung ekosistem riset.
"Sudah satu tahun RUU Sisnas Iptek dibahas pemerintah dan DPR. Mudah-mudahan Oktober bisa disahkan," ujar Daryatmo.
Jembatan
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuian Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan banyak riset yang dihasilkan tidak mampu jadi inovasi yang dapat diproduksi massal. Banyak terhenti di prototipe saja. Karena itu, AIPI menggagas Inovating Indonesia.
"Harus ada jembatan dari riset ke inovasi yang bisa diproduksi. Mengharapkan perguruan tinggi atau litbang sulit. Demikian juga industri, pasti tidak mau ambil resiko jika belum terbukti secara komersial bisa profit. Kita bisa buat satu unit di luar pemerintah untuk menghimpun dana masyarakat/investor lalu mengantarkan hasil riset untuk bisa sampai ke tahap produksi," kata Satryo.
Bappenas, kata Bambang, mendorong supaya sinergi triple helix dalam mengembangkan sistem inovasi yang berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan perekonomian. Triple helix ini merupakan sinergi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian sebagai penghasil dan pengguna inovasi, dengan pemerintah sebagai regulator, fasilitator, penghasil, dan pengguna inovasi, serta dunia usaha/industri sebagai penghasil, pendorong, dan pengguna hasil inovasi.