Tanpa Keberpihakan, Indonesia Hanya Akan Menjadi Pasar
JAKARTA, KOMPAS - Tanpa keberpihakan dan percepatan terhadap perkembangan industri kendaraan listrik nasional, Indonesia terancam hanya akan menjadi pasar industri dan teknologi otomotif asing.
Pendapat para narasumber yang dihimpun hingga Kamis (30/8/2018) menyimpulkan, industri kendaraan listrik sebenarnya menjadi momentum Indonesia untuk ke depannya menjadi penguasa otomotif di negeri sendiri. Sebab, tidak seperti teknologi kendaraan berbahan bakar fosil yang sebagian besar dikuasai asing, teknologi kendaraan listrik justru sudah dikuasai sepenuhnya oleh anak bangsa, termasuk pengembangan risetnya.
Namun, hingga kini belum ada keberpihakan yang nyata terhadap industri kendaraan listrik nasional. Pembahasan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Kendaraan Listrik Nasional sudah setahun tak rampung-rampung. Indonesia pun belum memiliki peta jalan pengembangan industri dan riset kendaraan listrik nasional.
Sesuai rancangan perpres, riset kendaraan listrik yang sudah ada didorong sebagai dasar untuk pengembangan listrik nasional. Meskipun perpres itu masih dalam pembahasan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) masih keberatan dengan beberapa pasal. Namun, Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) sudah mendorong sejumlah perguruan tinggi melakukan riset kendaraan listrik sejak 2015.
Selama 2015-2018, Kemristekdikti mengucurkan dana riset kendaraan listrik hingga Rp 50 miliar untuk Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Sebesar Rp 20 miliar dialokasikan untuk riset motor skuter listrik dan kelas industri kendaraan di ITS.
Dari dana riset itu, ITS telah menciptakan motor skuter listrik merek Gesits yang siap diproduksi pada November 2018, yakni sebanyak 50.000 unit. Lima komponen utama motor skuter itu sepenuhnya menggunakan teknologi yang diciptakan ITS, salah satunya motor penggerak listrik.
Produksi motor skuter Gesits akan dijalankan PT Gesits Technologies Indo, join ventur PT Garansindo dengan PT Wika Industri dan Konstruksi (PT Wikon). Setidaknya 89 persen komponen motor skuter itu dipenuhi dari industri komponen dalam negeri, PT Wikon, PT Pindad, dan juga usaha kecil menengah (UKM) komponen. Komponen selebihnya, 11 persen masih impor berupa lampu LED untuk sein dan shock breaker.
Direktur Inovasi Industri, Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi, Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi, Santoso, yang ditemui pekan lalu, mengungkapkan, Kemenristek memang belum memiliki peta jalan riset kendaraan listrik secara umum. Namun pihaknya mulai melakukan pemetaan terkait langkah yang perlu diambil untuk melakukan pengembangan riset kendaraan ke depan.
“Jujur, kami masih trial and error. Tetapi semuanya kami catat, setiap kegagalan dan keberhasilan. Ini menjadi bekal untuk langkah selanjutnya,” jelasnya.
Pilihan memberikan alokasi dana riset dalam jumlah besar kepada ITS, menurut Santoso, itu karena motor skuter listrik buatan ITS yang paling siap diproduksi secara massal. Teknologi pembuatannya pun sudah dikuasai ITS. Selain itu, sepeda motor hanya menggunakan 700 komponen sehingga investasi yang dibutuhkan untuk memproduksinya tak terlampau besar.
https://youtu.be/7w2sgZfb-oY
Bangun fase R & D
Dari hasil riset ITS ini, menurut Santoso, Kemenristek pun mulai membangun fase research and development (R & D) kendaraan yang berskala industri. Fase itu berada di tengah perjalanan hilirisasi riset kendaraan ke industri, dan fase tersebut belum terbangun selama ini.
“Memang ada satu fase perjalanan dari hulu ke hilir yang kosong, yaitu fase R & D yang berskala industri. Fase itu kosong dan banyak (perguruan tinggi) yang belum punya. Mulai dari ITS, kami bangun fase itu dengan membangun teaching industry itu, sehingga risetnya bisa berlanjut dan dapat dilakukan pengembangan produk baru,” jelasnya.
Di negara maju, menurut Santoso, fase R & D untuk kendaraan itu ada di perguruan tinggi dan industri. Bahkan jika industri tak memiliki R & D, maka pemerintah yang akan menyediakan. Demikian pula kelas teaching industry di ITS itu pun untuk mendukung ketrampilan tenaga kerja PT Wikon untuk merakit motor skuter listrik.
“Tenaga kerja PT Wikon itu akan dilatih di teaching industry ITS. Selama di kelas, mereka akan diajarkan merakit motor selama 12 menit, hingga akhirnya nanti di pabrik mereka dapat merakit motor dalam waktu dua menit,” jelasnya.
Untuk mobil listrik, menurut Ketua Tim Pengembangan Mobil Listrik Nasional ITS Muhammad Nur Yuniarto, peta jalan (road map) mobil listrik nasional (Molina) 2016-2020 telah disusun. Sesuai peta jalan itu, setiap perguruan tinggi negeri yang menerima bantuan riset Molina dari pemerintah harus melakukan pencapaian terkait riset kendaraan yang dijalankan, sehingga jenis kendaraan yang diteliti itu siap diproduksi pada 2020.
Fokus riset itu mencakup teknologi kunci kendaraan listrik yakni motor penggerak, baterai, pengendali, sistem manajemen baterai, on board charger, komputer kendaraan terintegrasi, dan sarana pengecasan. Berdasarkan level tingkat kesiapan teknologi (TKT) dalam skala 1 sampai 9, dan nilai 9 adalah nilai TKT untuk produk riset yang siap diproduksi.
Hingga saat ini komponen motor listrik sebagai penggerak mobil yang telah diriset memiliki daya maksimum 50 kilowat. ITS telah membuat motor listrik tipe axial brushless DC motor, sedangkan Institut Teknologi Bandung sudah membuat tipe radial brushless DC motor.
Demikian pula untuk baterai, UNS telah meneliti pembuatan sel baterai. Hingga saat ini, UNS sudah mendirikan pabrik sel baterai dengan dukungan investasi dari PT Pertamina, dan setiap hari sudah dapat memproduksi 1.000 sel baterai.
“Untuk mencapai target kendaraan listrik dengan komponen hasil riset dan pengembangan dalam negeri pada 2020, masih diperlukan serangkaian pengujian dan revisi desain untuk 7 komponen yang menjadi teknologi kunci kendaraan listrik itu. Proses ini tak boleh berhenti,” jelas Nur.
Menteri Ristek Dikti M Nasir, yang ditemui pada Minggu (5/08/2018), pun menjanjikan akan menambah anggaran riset untuk kendaraan yang akan dialokasikan ke sejumlah perguruan tinggi negeri. Pihaknya telah menganggarkan sebesar Rp 2 triliun lebih, sehingga dana itu dapat digunakan perguruan tinggi negeri untuk terus mengembangkan riset mobil listrik. “Riset mobil listrik masih terus dikembangkan,” jelasnya.
Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI, Budi Prawara menyampaikan, peta jalan riset kendaraan listrik dapat saja dibuat karena itu sebatas dokumen yang dapat disusun siapa pun. Hanya masalahnya, lanjutnya, ketika masuk ke detail kerja untuk mengimplementasikan rencana menurut peta jalan, itu biasanya baru muncul masalah.
“Kita kadang pintar membuat peta jalan. Namun ketika masuk ke detail, itu baru bermasalah dan biasanya tak pernah jalan. Karena memang kurang ada perhatian,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Budi, pengembangan riset kendaraan listrik tak bisa berhenti pada peta jalan, melainkan harus diikuti organisasi pelaksanannya, yakni siapa melakukan apa. “Bagaimana kita mendetailkan, membuat walking breakdown structure untuk membuat organisasi pelaksananya. Mulai dari direktur program hingga siapa melaksanakan apa,” jelasnya.
Sementara Kementerian Perindustrian masih enggan menyusun peta jalan pengembangan industri kendaraan listrik. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan, Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan, pihaknya akan tetap mengikuti Peta Jalan Otomotif Nasional untuk pengembangan industri kendaraan dalam negeri.
Sesuai Peta Jalan Otomotif Indonesia, Putu menyatakan, bahwa Kemenperin akan mendukung pengembangan kendaraan rendah emisi karbon (LCEV). Kendaraan LCEV itu meliputi kendaraan dengan bahan bakar bio-energi. Ditambah kendaraan electrified vehicle atau kendaraan yang dialiri listrik meliputi hybrid, plug-in hybrid, dan kendaraan listrik dengan baterai (BEV).
“Pengembangan kendaraan listrik mengikuti pengembangan LCEV. Kebijakan kami, memilih hybrid dulu yang dikembangkan,” jelasnya.
Sementara di dunia, industri kendaraan listrik dan baterai China mulai ekspansi ke sejumlah negara. Produknya tak hanya dapat diandalkan, tetapi sejumlah kemudahan juga diberikan oleh produsen kendaraan listrik China kepada importir di dalam negeri. Pasar kendaraan listrik China pun mulai tumbuh di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya Agats, Papua.
Motor skuter listrik Wim Motor yang dipasarkan secara luas di Agats sejak 2009, misalnya, seluruh komponennya diimpor dari produsen motor skuter listrik di China. Produsen motor ini tak keberatan motornya diberi merek sesuai nama pengimpor yakni PT Wim Motor yang berkantor di Gresik, Jawa Timur.
Sales and Marketing Manager PT Wim Motor, Wenson, saat ditemui di Gresik, menyampaikan, pihak produsen motor skuter itu tak pernah keberatan jika produknya dilabeli sesuai nama perusahaan pengimpor. Bahkan Wenson mengaku, tak terlalu mengingat nama produsen motor skuter itu.
“Namanya China, semua yang kita mau pasti ada. Perusahaan di sana tak terlalu memikirkan soal merek,” ucapnya.
Setiap tahun, menurut Wenson, pihaknya menjual 520 unit motor skuter listrik ke Agats. Penjualan itu pun sudah berlangsung sejak 2009 hingga saat ini. Selama itu, lanjutnya, pihaknya hanya memasok komponen motor tersebut, dan tak pernah mengirim tenaga ahli satu orang pun ke Agats.
“Sejauh ini tak pernah ada komplain terkait motor yang kami jual di Agats. Tidak ada teknisi juga yang kami kirim ke sana. Setahu kami, warga di Agats bisa mengatasi sendiri jika ada kerusakan pada motor itu,” jelasnya.
Kemudahan serupa juga diperoleh PT Bakrie Autoparts yang kini menjalin kerjasama dengan Build Your Dream, salah satu produsen kendaraan listrik dan baterai di China, untuk merintis industri bus listrik di dalam negeri.
Direktur Utama PT Bakrie and Brothers Tbk Bobby Gafur Umar mengatakan bahwa bahkan BYD bersedia transfer teknologi untuk memproduksi baterai di dalam negeri. Padahal di dunia, produsen baterai kendaraan listrik baru dikuasai China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
“Hal yang kami sukai dari BYD itu, mereka sangat terbuka dan bersedia alih teknologi. Ini yang kami butuhkan,” kata Bobby yang juga diamini Direktur Utama PT Bakrie Autoparts Dino A Riyandi.
Tak hanya China, motor skuter listrik teknologi Jerman juga mulai diadopsi produsen motor dalam negeri, VIAR. Corporate Manager VIAR Deden Gunawan menyampaikan, motor skuter itu menggunakan motor penggerak buatan Bosch, asal Jerman, yang diproduksi di China. Sejak 2017, setiap bulan Viar memproduksi 500 unit motor skuter listrik.
“Kami ikut memproduksi motor skuter listrik karena isu global yang mulai beralih ke kendaraan listrik. Beberapa negara di Asia, Vietnam dan India, juga sudah mulai menggunakan kendaraan listrik,” jelasnya.
Ketua Tim Peneliti Mobil Listrik, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, Abdul Hapid menyampaikan, sikap Kemenperin yang belum mendukung kendaraan listrik, itu tentu akan menghambat pengembangan kendaraan listrik nasional. Sementara kendaraan listrik dari China dan Jerman pun mulai masuk ke dalam negeri, sehingga berpotensi sebagai kompetitor kendaraan listrik nasional.
Hapid juga mengatakan, selama regulasi percepatan kendaraan listrik itu berbentuk perpres, semua lembaga pemerintahan pun ikut mendukungnya. Hanya memang dia mengakui, selama pembahasan perpres berlangsung, Kemenperin tetap menolak untuk menandatangani perpres itu.
“Kalau itu direktif dari presiden, itu semestinya harus semua satu kata. Semestinya tak ada lagi lembaga yang tak sejalan,” jelasnya. (RYAN RINALDY/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/HARRY SUSILO)