TOKYO, JUMAT — Meski rezim Korea Utara sudah berjanji akan melucuti nuklirnya, militer Jepang tetap merasa khawatir dan mengajukan rencana anggaran pertahanan tahun 2019 hingga 48 miliar dollar AS atau Rp 708,5 triliun. Rencana anggaran pertahanan terbesar yang pernah diajukan Kementerian Pertahanan Jepang, Jumat (31/8/2018), akan mulai berlaku pada 1 April mendatang. Alasan peningkatan anggaran adalah memutakhirkan teknologi pertahanan, seperti pertahanan antirudal dan kekuatan udara seiring dengan tingginya ancaman serangan dari Korea Utara serta China.
Rencana anggaran ini naik 2,1 persen dari tahun lalu. Jika rencana anggaran ini disetujui, berarti sudah 7 tahun terakhir ini anggaran pertahanan militer Jepang naik terus dan hal ini terjadi pada masa kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Dalam daftar belanja Kementerian Pertahanan Jepang, direncanakan pembelian dua set sistem pertahanan rudal Aegis Ashore buatan Amerika Serikat. Teknologi ini untuk mempertahankan diri dari ancaman rudal dan nuklir Korut. Dua set sistem pertahanan rudal Aegis Ashore membutuhkan dana 234,3 miliar yen atau Rp 31,2 triliun.
Selain itu, militer Jepang juga berencana membeli 6 pesawat jet F-35 tambahan dan 2 pesawat radar serta maritim E-2D Hawkeye untuk memperkuat tim patroli udara. Ada pula tambahan 30 personel angkatan udara untuk memperkuat 830 personel yang sudah ada. Jepang merencanakan membangun dua kapal penghancur dan kapal selam.
Semua teknologi pertahanan itu diharapkan bisa mengantisipasi ancaman Korut meskipun telah berlangsung pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un. Setelah pertemuan bersejarah pada 12 Juni lalu antara Trump dan Kim Jong Un di Singapura, tak banyak perkembangan terkait perlucutan nuklir di Semenanjung Korea.
Alasan penyusunan rencana anggaran itu juga menunjukkan kekhawatiran akan bangkitnya kekuatan militer China. Jepang menilai China menunjukkan ancaman di kawasan dan komunitas internasional, termasuk Jepang.
Jepang khawatir dengan China yang dianggap sejumlah negara di kawasan makin agresif mengklaim kedaulatan, termasuk di Laut China Selatan. China pada Maret lalu juga mengumumkan kenaikan anggaran pertahanan sebesar 8,1 persen menjadi 175 miliar dollar AS pada 2018. Alasannya, China hendak memutakhirkan teknologi pertahanan hingga menjadi kekuatan militer terbesar di dunia.
Pembelian teknologi pertahanan buatan AS oleh Jepang diharapkan akan menekan ketegangan perdagangan antara Tokyo dan Washington karena Trump mendorong Jepang membeli lebih banyak teknologi pertahanan buatan negaranya. Trump mengancam akan memberlakukan pajak terhadap impor otomotif Jepang karena menilai perdagangan AS-Jepang tidak imbang. Pengajuan rencana anggaran pertahanan ini juga dikeluarkan menjelang pertemuan Abe dan Trump, September mendatang, di New York, AS.
Sistem pertahanan
Saat ini militer Jepang memiliki sistem pertahanan rudal dan sistem antirudal yang dipasangkan pada kapal-kapal perusak yang berpatroli di Laut Jepang. Jika pertahanan itu gagal, masih ada sistem pertahanan rudal yang ditembakkan dari darat, PAC-3s.
Secara teknis, sistem pertahanan yang ada saat ini dapat menangkis rudal atau serpihan rudal yang ditembakkan ke arah Jepang. Namun, sistem pertahanan masih belum cukup kuat untuk menangkis serangan rudal beruntun. Hanya dengan sistem pertahanan Aegis, Jepang bisa mempertahankan diri dari rudal yang datang secara beruntun. Namun, harganya mencapai 900 juta dollar AS atau Rp 13,3 triliun.
Harga ini jauh lebih mahal dibandingkan radar LMSSR Lockheed Martin yang juga tergolong mahal. Karena sama-sama mahal, Jepang lebih memilih membeli radar itu karena mampu menembak jatuh pesawat atau rudal kecepatan tinggi. Butuh enam tahun untuk menyiapkan sistem pertahanan itu.
”Situasi keamanan di sekitar Jepang makin tidak jelas dan berisiko. Perubahan situasi ini lebih cepat dari yang kita antisipasi lima tahun lalu. Karena itu, kita perlu memperkuat pertahanan udara dan pertahanan siber,” kata Abe. (REUTERS/AFP/AP)