Indonesia kini memiliki arena pancalomba modern berstandar internasional di SMA Adria Pratama Mulya, Tigaraksa, Tangerang. Arena ini diharapkan dapat mencetak atlet top.
Pada 1912 lampau, di Olimpiade Stockholm, para atlet harus beradu cepat di kolam renang, bertarung anggar, berkuda, menembak, dan berlari. Inilah pertarungan para atlet super. Seabad kemudian, cabang olahraga pancalomba modern itu pertama kali dipertandingkan di Indonesia dalam Asian Games 2018.
Sejarah pelaksanaan pancalomba modern atau modern pentathlon di Indonesia terekam, Jumat (31/8/2018), di SMA Adria Pratama Mulya (APM), Desa Topos, Tigaraksa, Tangerang, Banten. Untuk menuju ke sana, pemandangan gedung pencakar langit, pabrik, kebun, hingga sawah mengering mengisi perjalanan.
Siang itu, pancalomba modern untuk nomor putri dimulai dengan adu cepat di kolam renang dengan empat kali putaran atau 200 meter. Tribune sesak oleh pendukung Indonesia, China, dan Korea Selatan
Setelah berenang, para atlet bergegas berganti pakaian anggar kurang dari 30 menit. Tiga belas atlet perempuan pun beradu pedang anggar.
Keringat belum mengering saat mereka harus berganti pakaian dengan sepatu berkuda. Pemilik poin tertinggi berhak mengambil undian memilih kuda. Sebelum ke arena, mereka harus melakukan pemanasan dan pendekatan dengan kuda selama 20 menit. Mereka harus mencari chemistry dengan kuda yang baru ditemui.
Lima atlet, termasuk wakil Indonesia, Adrianida Saleh dan Dea Putri, bahkan tidak mengikuti babak ini karena belum cocok dengan kudanya. Jika diteruskan, risikonya besar bagi kuda dan penunggangnya. Sulitnya menunggang kuda tampak ketika beberapa atlet gagal melalui rintangan setinggi 1 meter.
Ketegangan belum berhenti. Para atlet harus melalui babak akhir, yakni laser run atau menembak dan berlari. Mereka harus berlari sejauh 3,2 kilometer. Setiap 800 meter, konsentrasi mereka diuji dengan menembak lima target dengan pistol laser. Pemilik poin tertinggi di ajang berenang, anggar, dan berkuda dapat start lebih dulu. Setiap poin terhitung satu detik.
Sorakan penonton membahana ketika para atlet mampu menyelesaikan lima lomba itu. Atlet China, Zhang Mingyu, berhasil merebut emas dengan poin 1.375. Dua atlet Korea Selatan, yakni Kim Se-hee dan Kim Sun-woo, meraih perak dan perunggu. Sementara Dea Putri berada di peringkat ke-10 dari 13 atlet dengan poin 869 dan Adrianida di posisi ke-12 dengan poin 773.
Ketua Pengurus Pusat Modern Pentathlon Indonesia Anthony C Sunarjo mengatakan, pancalomba modern tidak mudah. ”Kemunculan cabang ini erat dengan latihan fisik bagi tentara Yunani kuno,” ujarnya.
Di zaman itu, panca lombanya berupa lomba lari, lompat jauh, lempar lembing dan cakram, serta adu gulat. Pada 1912 di Olimpiade Stockholm, Baron Pierre de Coubertin meresmikan cabang ini. Tahun itu, panca lomba modern diubah nomornya sesuai dengan tren saat itu, yakni lari, renang, menembak, berkuda, dan anggar (Kompas, 27/7/1996).
Pancalomba modern pertama kali digelar di Asian Games Hiroshima 1994. Hingga Asian Games 2018, cabang ini sudah diperlombakan lima kali.
”Kami juga baru setahun terbentuk. Dalam waktu itu, kami mempersiapkan sarana dan atlet,” kata Anthony.
Kolam renang di arena bahkan baru dibangun Mei lalu. Arena anggar sebelumnya merupakan tempat berkuda dalam ruangan. Adapun lapangan berkuda dengan serat fiber yang diimpor dari Jerman sudah ada sejak dulu. Yang menarik, semua arena dapat dijangkau dengan jalan kaki karena masih dalam kawasan sekolah seluas 8 hektar.
”Ini sekolah pertama di Indonesia yang menjadi arena Asian Games. Kami bangga sekali. Mungkin ini bisa jadi contoh baik bagaimana pengetahuan bertemu dengan olahraga,” ujar pendiri sekolah dan pemilik arena, Triwatty Marciano. Menurut dia, sekolahnya dipilih menjadi tempat pancalomba modern karena arenanya sudah tersedia.
Nadia Marciano, pengelola SMA APM, menambahkan, pihaknya hanya membangun kolam renang untuk menjadi arena pancalomba modern. Lapangan berkuda sebelumnya sudah ada karena sejak didirikan 10 tahun lalu, sekolah ini mengusung equestrian. Orangtua Nadia, Triwatty dan Marciano Norman, gemar dengan olahraga berkuda. Kini, berkuda menjadi ekstrakurikuler bersama taekwondo.