Elegi Musim Panas Eropa
Waktu musim panas tahun ini terasa bergerak lebih lamban dari biasanya bagi petani dan peternak Eropa. Detik-detik berjalannya waktu itu bercampur dengan rasa waswas menjelang dan memasuki musim dingin nanti. Ternak-ternak rawan kelaparan karena kekurangan pasokan pakan. Hasil panen pun diperkirakan tidak sebagus biasanya.
”Sapi-sapi kami telah hidup dari pemotongan rumput kering pada bulan Juni, kini sudah tidak ada rumput,” kata Jean-Guillaume Hannequin, petani di Perancis timur. Seperti rekan-rekannya di sebagian besar Eropa utara, ia bertanya-tanya bagaimana dia akan memberi makan hewan-hewannya pada musim dingin.
Negara-negara Mediterania sejak lama menyesuaikan praktik pertanian mereka dengan sedikit hujan, tetapi tahun ini bagian utara Eropa menghadapi kekeringan yang meluas. Kondisi ini pun seakan ”mengharuskan” petani mengirim banyak ternak mereka ke tempat pemotongan hewan. Hal itu mau tidak mau menjadi pilihan akibat ternak mereka kekurangan pakan.
Di Inggris, jumlah ternak yang disembelih melonjak 18 persen pada Juli lalu dengan sapi perah menjadi mayoritas. Di Jerman, di mana pemerintah telah membuka bantuan darurat bagi petani, ada peningkatan 10 persen hewan yang disembelih dalam dua minggu pertama pada bulan Juli.
Menyikapi situasi itu, Pemerintah Swedia menjanjikan 1,2 miliar krona, atau setara dengan 135 juta dollar AS, dana bantuan bagi petani untuk membeli makanan ternak dan menghindari mengirim hewan mereka ke rumah jagal.
Petani di seluruh Eropa harus menghadapi salah satu masa panen terburuk dalam satu generasi dengan hasil panen beberapa jenis sayuran turun hingga 50 persen. ”Dengan cuaca panas dan kering yang terus berlanjut sepanjang Juli di sebagian besar benua, sayuran terus menderita dan hasil panen turun tajam,” demikian pernyataan Asosiasi Buah dan Sayur Eropa. ”Ini adalah situasi paling serius yang dihadapi petani dan pengolah sayuran dalam 40 tahun terakhir.”
Kerugian bagi para petani Denmark yang sudah sulit pun cenderung lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Lembaga riset SEGES yang berafiliasi dengan Dewan Pangan dan Pertanian Denmark mengingatkan bahwa hal ini dikhawatirkan dapat memicu lebih banyak kebangkrutan.
Denmark, seperti banyak negara lain di Eropa, telah dihantam oleh salah satu musim panas terpanas yang pernah tercatat. Musim panas kali ini telah merusak panen dan memukul pendapatan petani.
Kekeringan, dikombinasikan dengan rendahnya harga daging babi, diperkirakan akan memicu kerugian di sektor pertanian Denmark yang tidak terlihat sejak krisis keuangan tahun 2008. Kerugian itu diproyeksi dapat mencapai hampir 1,23 miliar dollar AS. ”Tak diragukan lagi kekeringan telah berdampak pada begitu banyak petani, bahwa akan ada lebih banyak kebangkrutan,” kata ekonom SEGES, Klaus Kaiser, kepada Reuters.
Efek negatif atas kondisi pertanian itu juga dirasakan di Polandia. Biji-bijian yang digunakan secara tradisional dalam pembuatan roti sebagai turunan produksinya turun lebih dari 10 persen. Kementerian Pertanian Polandia pun telah memperkirakan akibatnya. Penurunan itu akan diterjemahkan ke dalam kenaikan harga pangan hingga 5-15 persen. Inflasi di Polandia tetap di 2,0 persen secara tahunan pada Juli lalu. Angka itu masih di bawah target bank sentral, yaitu 2,5 persen. Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2018 Polandia sebesar 5,1 persen.
Pada bulan Oktober, Polandia akan mengadakan pemilihan lokal, sebuah tes untuk Partai Hukum dan Keadilan (PiS) yang berkuasa. Partai itu tetap menjadi yang teratas dalam jajak pendapat. Partai PiS telah mengalokasikan 213 juta dollar AS sejauh ini untuk membantu petani mengatasi kekeringan.
Panen gandum di Swedia, di mana banyak wilayahnya terbakar oleh kebakaran hutan musim panas, diperkirakan turun sekitar 30 persen dan tidak jelas apakah suhu dingin baru-baru ini akan memungkinkan petani untuk mengambil lebih banyak jerami.
”Kekurangan pakan akan dirasakan pada musim dingin mendatang,” kata Harald Svensson, kepala ekonom untuk Dewan Pertanian Swedia. Ia menjelaskan, sebagian besar petani bergantung pada cadangan pakan musim dingin, yang mereka kumpulkan pada musim kemarau ini.
Juga di Australia
Kekeringan juga melanda belahan bumi bagian selatan. Sepanjang pantai timur Australia dilaporkan mengalami kekeringan yang cukup parah. Lembaga Glencore Agriculture memperkirakan tanaman gandum di Negara Bagian New South Wales tahun ini hanya akan menghasilkan panenan sebanyak 2,4 juta ton, atau kurang dari sepertiga hasil tahunan yang rata-rata mencapai 7,4 juta ton.
Berdasarkan nilainya, Negara Bagian New South Wales adalah wilayah yang paling padat penduduknya dan menghasilkan seperempat produk pertanian Australia. Pemerintah negara bagian itu telah secara resmi mengumumkan kekeringan. ”Sulit menjawab pertanyaan ’Saya tidak dapat menemukan jerami, saya tidak dapat menemukan biji-bijian, apa yang akan saya lakukan?’” kata Kevin Tongue, petani dan peternak di Tamworth, sekitar 300 kilometer dari Sydney.
Dampak tambahan
Turunnya debit air di sungai juga memengaruhi mobilitas warga, khususnya di Eropa. Transportasi yang terganggu antara lain dilaporkan di aliran Sungai Rhine dan Danube, sungai terpanjang setelah Sungai Volga. Menurut lembaga Pengawas Kekeringan Eropa (EDO) yang berada di bawah Uni Eropa, gelombang panas sepanjang Juli, dan kekeringan yang sedang berlangsung, diperkirakan semakin menambah potensi bahaya yang ditimbulkannya.
Beberapa persoalan mulai muncul di depan mata. Pembatasan atau penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir di Perancis, Swedia, Finlandia, Jerman, dan Swiss mulai diberlakukan. Dampak negatif dari tingginya suhu air di danau dan sungai pada kualitas air dan populasi ikan tercatat terjadi di Jerman.
Pialang asuransi Aon Reinsurance Solutions mengatakan, sejumlah negara di dunia mengalami efek buruk terkait fenomena kekeringan dan bencana kebakaran sepanjang Juli. Selain mengakibatkan korban nyawa, kerugian finansial yang ditimbulkan sangat signifikan.
Sebagaimana termuat dalam laporan Global Catastrophe Recap, Aon memperkirakan agregat awal dari kerugian ekonomi akibat pengurangan panen dan kehutanan yang terkena dampak kekeringan mencapai miliaran dollar AS. Disebutkan bahwa Eropa bagian utara telah mengalami salah satu kekeringan paling buruk. Kerugian secara gabungan akibat hal itu diperkirakan mencapai 4 miliar dollar AS. Petani di Jerman bisa menghadapi kerugian ekonomi sebesar €2,9 miliar dollar AS.
”Di Eropa Utara saja pertanian lokal diperkirakan rugi multi-miliar dollar AS dilihat dari hasil panennya,” kata Michal Lorinc, analis di Impact Forecasting Catastrophe, sebagaimana dimuat di laman Insurance Journal. Lorinc menegaskan, ”Semua mata kini tertuju pada kemungkinan munculnya El Nino pada akhir tahun, yang dapat memperburuk jenis dampak ini.”
(BENNY D KOESTANTO)