Pelemahan Rupiah Semakin Dalam
JAKARTA, KOMPAS--Pelemahan rupiah semakin dalam, menembus level terendah baru tahun ini, yakni Rp 14.711 per dollar AS. Namun, Bank Indonesia menilai daya tahan ekonomi Indonesia masih kuat.
Untuk menghadapi pelemahan rupiah, kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah perlu berjalan beriringan.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Jumat (31/8/2018), nilai tukar Rp 14.711 per dollar AS. Posisi terendah sebelumnya terjadi pada 29 September 2018, yakni Rp 14.728 per dollar AS.
Sejak akhir Desember 2017 hingga 31 Agustus 2018, rupiah di pasar tunai terdepresiasi 8,01 persen. Pelemahan rupiah sejak akhir tahun lalu ini lebih dalam dari peso Filipina, ringgit Malaysia, dan dollar Singapura.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara kepada Kompas, mengatakan, daya tahan ekonomi Indonesia masih kuat untuk menahan rupiah agar tidak jatuh lebih dalam. Selama ini, Indonesia berhati-hati dalam mengelola kondisi makroekonomi.
Upaya itu terlihat dari inflasi yang terjaga rendah, yaitu inflasi tahunan sebesar 3,2 persen hingga Juli 2018 dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) triwulan II-2018 yang sebesar 5,2 persen. Selain itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan di bawah 3 persen PDB, sedangkan defisit APBN diproyeksikan di bawah 2,1 persen PDB pada akhir tahun ini.
”Kondisi perbankan juga masih kuat karena rata-rata memiliki rasio di atas 100 persen untuk mengatasi rasio kredit bermasalah,” katanya.
Langkah yang juga telah dilakukan BI, tambah Mirza, adalah menaikkan suku bunga acuan serta menjaga stabilitas rupiah dan likuiditas perbankan, dengan membuka pertukaran (swap), baik untuk bank maupun korporasi. Tujuannya, menjaga suku bunga swap di pasar dalam negeri agar stabil dan tetap menarik.
”Kebijakan BI perlu dibarengi dengan kebijakan pemerintah. Salah satunya, mengurangi impor secara temporal, misalnya proyek besar yang belum mulai dan membutuhkan impor besar, sebaiknya ditunda,” ujarnya.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengemukakan, penundaan proyek infrastruktur dapat berdampak positif bagi BUMN. Sebab, beberapa BUMN Karya memiliki kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang meningkat pesat.
Akan tetapi, penundaan itu perlu mempertimbangkan dampak berganda proyek-proyek tersebut terhadap perekonomian. Sebab, infrastruktur memiliki dampak berganda yang cukup baik terhadap perekonomian.
”Misalnya, setiap satu triliun rupiah proyek infrastruktur listrik akan mendorong keluaran di dalam ekonomi sebesar Rp 2,68 triliun,” ujarnya.
Defisit
Kendati didominasi tekanan eksternal, depresiasi rupiah akan terus terjadi selama masalah defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan belum teratasi. Salah satu cara mengurangi defisit itu melalui kebijakan memperlambat masuknya barang impor ke Indonesia, yang akan direalisasikan secara bertahap pada tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, depresiasi rupiah hingga Rp 14.711 per dollar AS didominasi tekanan eksternal. Gejolak perekonomian di Argentina berdampak terhadap nilai tukar mata uang negara-negara kawasan Asia Pasifik. Sentimen negatif muncul dari kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Argentina sebesar 60 persen, yang dilakukan untuk menahan arus modal asing keluar.
“Negara yang punya masalah dalam soal neraca pasti akan ada saja cara terpengaruh (akibat kondisi global),” kata Darmin di Jakarta, Jumat.
Transaksi berjalan Indonesia defisit 8 miliar dollar AS atau 3 persen PDB pada triwulan II-2018. Sementara, neraca perdagangan Januari-Juli 2018 defisit 3,09 miliar dollar AS.
Sebelumnya, Argentina meminta Dana Moneter Internasional (IMF) mempercepat pemberian pinjaman 50 miliar dollar AS untuk memulihkan kondisi perekonomian domestiknya.
Kendati demikian, Darmin meyakini, gejolak perekonomian Argentina tak akan berdampak signifikan bagi Indonesia. Sebab, hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Amerika Latin relatif kecil.
Lebih lanjut Darmin mengatakan, depresiasi rupiah sulit dihindari seiring tingginya tekanan global. Akan tetapi, pemerintah dan BI berupaya agar pelemahan rupiah terhadap dollar AS tidak bergerak secara ekstrem.
Pemerintah akan merealisasikan rencana kerja untuk memperlambat masuknya barang impor tahun ini. Rencana kerja terbagi menjadi tiga kebijakan utama, yakni pengendalian minyak dan gas melalui penggunaan biodiesel 20 persen atau B20, penyisiran proyek infrastruktur yang memiliki konten impor tinggi, dan pengenaan pajak penghasilan (PPh) impor terhadap 900 barang konsumsi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, jenis barang yang akan dikenai pajak impor masih diidentifikasi. Jumlahnya bisa bertambah sesuai hasil pencocokan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Impor yang pajaknya dinaikkan hanya barang konsumsi atau barang yang diproduksi untuk jadi konsumsi dari pengguna akhir,” kata Suahasil. (HEN/KRN)