Gizi Pun Menjadi Penentu Prestasi
Kecepatan, kekuatan, dan ketepatan adalah performa para atlet yang akan menentukan kemenangan mereka di arena kompetisi. Selain karena latihan yang intensif, aspek kebutuhan gizi yang terpenuhi dengan baik pun memegang peranan penting dalam membangun performa atlet. Bahkan, pola asupan gizi bisa memberikan perbedaan hasil akhir yang signifikan dalam sebuah kompetisi.
Atlet merupakan orang dengan aktivitas fisik yang tinggi. Kondisi tersebut jelas memerlukan asupan makanan yang bergizi. Makanan yang bergizi bagaikan bahan bakar bagi para atlet. Asupan nutrisi yang baik akan sangat membantu atlet dalam berlatih dan memiliki dampak positif ketika menjalani kompetisi. Oleh karena itu, di banyak negara maju aspek nutrisi menjadi bagian tak terpisahkan dari pembinaan olah raga.
Makanan yang bergizi bagaikan bahan bakar bagi para atlet. Asupan nutrisi yang baik akan sangat membantu atlet dalam berlatih dan memiliki dampak positif ketika menjalani kompetisi.
Lalu bagaimana sebenarnya kebutuhan nutrisi yang baik bagi seorang atlet atau mereka yang ingin meniti karir menjadi seorang olahragawan? Menurut dokter gizi olah raga di Indonesia Sport Medicine Center (ISMC) Pande Putu Agus, secara umum, dalam hal komposisi, kebutuhan gizi seorang atlet tidak jauh berbeda dari orang pada umumnya. Komposisi tersebut yakni karbohidrat 55-60 persen, protein 15 persen maksimal, dan lemak 25-30 persen. Selain itu kebutuhan mineral dan mikronutrien juga harus dipenuhi.
Hal yang perlu diperhatikan adalah mana jenis makanan yang menjadi sumber karbohidrat, protein, atau lemak yang baik, kapan harus mengonsumsinya, dan berapa banyak. Semua itu disesuaikan dengan jenis dan porsi latihan yang dijalani.
Gizi menjadi satu faktor yang harus dievaluasi setelah latihan dan pertandingan. Itu sebabnya, tim olahraga dari luar negeri biasanya tidak hanya terdiri dari dokter ahli kedokteran olahraga dan fisioterapis, tetapi juga menyertakan nutrisionis yang akan mengatur pola makan atletnya dan ahli faal yang memahami sistem enzim dan hormonal tubuh atlet.
Putu mengilustrasikan, tubuh seorang atlet yang sedang berlaga bagaikan tubuh orang sakit. Tubuhnya akan didorong bekerja keras sehingga metabolismenya berjalan cepat. Seorang pelari maraton contohnya, akan dehidrasi seusai bertanding. Ini tidak jauh beda dengan kondisi seseorang yang dehidrasi karena diare. Maka dari itu kondisi tersebut memerlukan ahli nutrisi untuk mengatur apa dan bagaimana gizi yang diperlukan atlet agar mampu menampilkan penampilan terbaiknya, tapi cepat pulih kembali seusai bertanding.
Tubuh seorang atlet yang sedang berlaga bagaikan tubuh orang sakit. Tubuhnya akan didorong bekerja keras sehingga metabolismenya berjalan cepat.
Personal
Kebutuhan gizi seorang atlet juga sangat personal, tidak sama antara satu atlet dengan atlet lainnya. Bahkan, kebutuhan gizi sesama atlet dalam satu cabang olah raga pun berbeda. “Yang jelas seorang atlet harus tahu seberapa berat latihannya dan berapa komponen gizi yang diasupnya. Asupan gizi mengikuti porsi latihan yang dijalani,” ujar Putu, Sabtu (1/9/2018).
Penelitian tentang nutrisi olah raga pun jarang yang menampilkan berapa kebutuhan energi sebenarnya seorang atlet. Hal yang ditampilkan umumnya hanya proporsi sumber makanan.
Terkadang ada anggapan bahwa atlet memerlukan asupan protein yang sangat tinggi. Ini keliru karena berbagai literatur ilmiah menyatakan bahwa kebutuhan protein maksimal berkisar maksimal 1,2-1,3 gram per kilogram berat badan. Penambahan protein lebih dari jumlah itu tidak akan berpengaruh signifikan kecuali bagi binaragawan.
Konsumsi semua komponen mulai dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, juga mikronutrien untuk atlet harus seimbang, dan konsumsinya harus tepat waktu. Kapan dan berapa banyak makanan harus dimakan apakah sebelum pertandingan sehingga akan menambah performa atlet atau setelah pertandingan sehingga membuat pemulihan atlet berlangsung lebih cepat. Bentuk makanan padat atau cair juga harus disesuaikan dengan kebutuhan. Asupan total kebutuhan kalori seorang atlet harus disesuaikan dengan pola latihan yang dijalani.
Putu mencontohkan, perenang yang berlaga di kolam yang tidak banyak tersedia oksigen perlu diberi asupan karbohidrat sebagai sumber energi yang bisa dipecah dalam kondisi yang tidak memerlukan banyak oksigen sebelum pertandingan. Ini tentu berbeda dengan misalnya, polo air, yang sebenarnya lebih berat dari sepak bola sekalipun. Namun, jangan lupa bahwa asupan karbohidrat perlu dilengkapi oleh komponen yang lain seperti protein dan lemak.
Asupan gizi yang terpenuhi dengan baik bisa membuat performa atlet di lapangan stabil. Atlet yang pemenuhan kebutuhan gizinya tidak terbagus cenderung hanya bagus di awal laga namun performanya terus menurun di laga berikutnya.
Asupan gizi yang terpenuhi dengan baik bisa membuat performa atlet di lapangan stabil.
“Coba lihat perenang dari China, ada yang setelah menang dalam satu pertandingan pemulihannya sangat cepat sehingga ketika bertanding lagi masih bisa menang medali emas lagi,” kata Putu.
Pengaturan pola makan dan pemenuhan gizi atlet begitu kompleks. Apalagi jika diulas detail per cabang olahraga. Perlu penelitian nutrisi untuk olahraga dengan pendanaan yang besar untuk mendukung pembinaan dan pengembangan olahraga nasional. Karena terkait dengan kompetisi seringkali penelitian terkait nutrisi olahraga dari suatu negara tidak dipublikasi untuk menghindari negara pesaing mengetahui pola makan atletnya.
Peran gizi bagi seorang atlet sangat vital. Sayangnya, ujar Putu, pemenuhan nutrisi yang baik dalam olahraga belum mendapat perhatian yang serius di Indonesia, bahkan di tingkat nasional sekalipun. Ini berbeda jauh dengan Singapura, misalnya. Atlet renang Singapura dari waktu ke waktu makin kuat dan berprestasi karena gizi mereka diatur dan atletnya pun disiplin menjalani pola makan yang ditentukan.
Ni Luh Kadek Alit Arsani dari Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, dalam penelitiannya tahun 2015 di Kabupaten Buleleng, Bali, menyatakan bahwa pengaturan nutrisi atlet daerah untuk cabang olahraga unggulan di Buleleng umumnya dilakukan oleh orangtua atlet atau atlet itu sendiri. Atlet yang mengatur sendiri kebutuhan nutrisinya adalah mereka yang tinggal sendiri dan jauh dari orangtua.
Berdasarkan wawancara kepada atlet dan pelatih diketahui bahwa tim kepelatihan hanya memberikan suplemen vitamin bagi atlet. Atlet sendiri yang mengatur pola asupan gizinya. Dalam masa pusat pelatihan menjelang kompetisi tertentu baru tim kepelatihan membantu atlet mengatur pola asupan gizinya.
Meski begitu, tidak ada penghitungan berapa kalori yang dibutuhkan atlet dan bagaimana memenuhinya. Manajemen gizi hanya dilakukan dengan menerapkan pola makan sehari tiga kali ditambah suplemen vitamin. Kondisi tersebut tentu tidak ideal bagi pengembangan dan pembinaan olahraga di daerah.
Manajemen gizi hanya dilakukan dengan menerapkan pola makan sehari tiga kali ditambah suplemen vitamin. Kondisi tersebut tentu tidak ideal bagi pengembangan dan pembinaan olahraga.
Jenis makanan
Putu berpesan, jika orangtua ingin anaknya menjadi seorang olahragawan maka harus dimulai dari usia sedini mungkin. Selain disiplin berlatih pola makan juga perlu diatur. Tidak perlu juga berlebihan dengan mengonsumsi makanan bermerk apalagi yang impor. Konsumsi makanan yang biasa dimakan sehari-hari sepanjang bagus, mengenyangkan, membuat senang, dan bisa jadi sumber energi adalah yang terbaik.
Untuk kebutuhan karbohidrat, contohnya, bisa didapat dari nasi, ubi, singkong, atau jagung. “Jangan takut makan nasi sepanjang jenis makanan lain yang dikonsumsi tidak mengandung karbohidrat sehingga tidak berlebihan. Perenang China atau Jepang saja makan nasi, kok. Selain nasi bisa juga ubi atau singkong. Lihat atlet dari Papua, Maluku, atau Nusa Tenggara Timur yang terbiasa makan ubi larinya juga kencang. Contohnya Zohri,” ujar Putu.
Hanya saja, ketika menjadikan satu jenis makanan sebagai sumber karbohidrat sebaiknya jenis makanan lain yang dikonsumsi tidak mengandung banyak karbohidrat. Minuman berenergi, minuman teh dalam kemasan, atau minuman manis bersoda yang banyak mengandung gula perlu dihindari.
Sementara untuk sumber protein, bisa mengonsumsi tahu, tempe, atau protein hewani. Hal yang terpenting adalah bagaimana cara mengolahnya. Jika dalam pelatnas dihidangkan makanan nasi dan lauknya udang goreng tepung, maka sebenarnya tepung dalam pada bisa jadi sumber karbohidrat juga. Belum lagi jika digoreng tentu kandungan protein dalam udang bisa rusak. Sama seperti ikan yang digoreng kering, protein di dalamnya akan rusak. Alternatif cara mengolah sumber protein yang tidak terlalu merusak protein ialah bisa dengan dipepes.
Adapun lemak berfungsi untuk membawa vitamin A, D, E, dan K. Vitamin A dan K berperan untuk menangkal radikal bebas, dan vitamin D baik untuk perkembangan tulang, Jenis minyak apapun baik untuk dikonsumsi. Hal yang terpenting adalah berapa kali minyak itu digunakan dan berapa derajat panas saat memasak minyak itu. Kebiasaan untuk mengatur panas saat memasak ini tidak dimiliki oleh mayoritas masyarakat. Belum lagi kebiasaan menggunakan minyak berulang kali.