Sofyan Lubis, Wartawan “Tangan Kanan” Harmoko Itu Berpulang
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sofyan Lubis, wartawan senior Persatuan Wartawan Indonesia yang menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Harian Pos Kota tahun 1983-2000 saat Harmoko terpilih sebagai Menteri Penerangan di era Orde Baru meninggal dunia, Minggu (2/9/2018) sekitar pukul 16.00 di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sofyan menghembuskan nafas terakhir setelah beberapa saat menderita sakit gangguan lambung dan usus buntu.
Kabar beredarnya berita duka ini dibenarkan Kamsul Hasan, rekan seprofesinya di Pos Kota sekaligus Ketua Komisi Kompetensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Wartawan sesepuh PWI alumni International Institute for Journalism Berlin, Jerman tersebut meninggal dunia.
Wartawan kelahiran Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara, pada 22 November 1941, ini meninggalkan istri dan empat orang anak. Putra kedua almarhum, Ajie Lubis (44) mengatakan, Sofyan dibawa ke rumah sakit pada Sabtu (1/9/2018) karena mengeluh kesakitan di sekitar perut.
Jenazah akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada Senin (3/9/2018) sekitar pukul 12.30. “Bapak dimakamkan di sana karena pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra tanggal 14 Agustus 1998 yang diberikan langsung oleh Presiden Habibie saat itu,” kata Ajie.
Sejak bergabung sebagai wartawan Pos Kota sejak 1970, Sofyan aktif berorganisasi di PWI. Tahun 1987-1988, ia pernah menjabat sebagai Ketua PWI Jakarta. Begitu selesai memimpin PWI Jakarta, Sofyan langsung menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PWI Pusat pada 1988 hingga 1993.
Guru Besar Studi Asia Tenggara pada Universitas Murdoch, Australia, David T Hill dalam bukunya Pers di Masa Orde Baru (2011) menyebutkan, begitu Sofyan terpilih sebagai Ketua Umum Departemen Informasi, Publikasi, dan Media Massa di Golkar bulan Oktober 1993, kemenangan Sofyan Lubis di PWI sudah bisa diramalkan. Pada tahun itu sendiri Harmoko menjabat sebagai Ketua Umum Golkar.
Harmoko yang pada saat itu dipilih Presiden kedua RI Soeharto sebagai Menteri Penerangan sekaligus juga pimpinannya di Pos Kota. “Harmoko-Sofyan Lubis-Pos Kota seolah menyatu,”kata Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama dalam sambutannya di buku karya Sofyan Lubis “Kisah Hidup H. Sofyan Lubis, Dalam Kemelut Pers Orde Baru” yang diterbitkan 2017 lalu.
Sofyan memimpin PWI pada masa pra-reformasi. Pada saat itu PWI masih menjadi satu-satunya organisasi profesi wartawan di Indonesia. Ketika Sofyan masih menjabat sebagai Sekjen PWI, PWI Pusat bahkan pernah menerapkan aturan bahwa kartu pers hanya berasal dari PWI dan tidak setiap media bisa menerbitkan kartu pers.
Dalam bukunya, Sofyan mengakui bahwa dirinya seringkali dianggap sebagai tangan kanan Harmoko dan masuk dalam ring kekuasaan.
“Saya menjadi Ketua Umum PWI ke-13. Satu angka yang dianggap kurang bersahabat. Persis di saat cengkeraman penguasa masih kuat terhadap pers. Bredel, hukuman mati bagi pers begitu menghantui. Stigma sebagai orang Orde Baru distempelkan ke diri saya. Meski sebenarnya ada hal-hal yang baik dari Orde Baru. Dalam kemelut ini saya gunakan ílmu’pandai-pandai meniti buih, selamat badan ke seberang,”papar Sofyan.
Tapi, kisah legendaris Sofyan tidak berhenti pada masa Orde Baru saja. Pascareformasi, Sofyan yang menjabat sebagai anggota Komisi I DPR RI turut membidani lahirnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang merupakan tonggak kemerdekaan pers Indonesia.
Puncak Kejayaan Pos Kota
Di akhir masa kepemimpinannya di Pos Kota tahun 2000, Sofyan sempat mengantar koran yang berdiri pada 15 April 1970 itu menjadi surat kabar dengan catatan penjualan tiras sangat tinggi yaitu, 600.000 eksemplar. Dalam konteks wilayah Jabodetabek, Harian Pos Kota sengaja menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah dalam pemaparan berita-beritanya, mulai dari ulasan kriminal, seks, dan seputar seluk-beluk masalah metropolitan.
Sebelumnya, salah satu pendiri Harian Pos Kota, H Tahar juga meninggal, Senin (20/08/2019) lalu di Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta pada usia 85 tahun. Jurnalis senior yang tetap aktif hingga usia lanjut ini meninggal dunia karena usia lanjut. (SUCIPTO)