Korupsi pembahasan anggaran daerah membuat banyak anggota DPRD di beberapa daerah, diproses hukum dalam waktu yang sama. Kelancaran pemerintahan daerah jadi taruhan.
JAKARTA, KOMPAS - Praktik korupsi massal terjadi dilakukan anggota Dewan Perwakilan rakyat di beberapa daerah. Selain merugikan keuangan negara, kondisi ini juga mengancam pembahasan anggaran daerah itu karena rapat paripurna DPRD terancam tak dapat kuorum.
Korupsi yang dalam waktu bersamaan melibatkan banyak anggota DPRD, antara lain terjadi di Sumatera Utara, Jambi, dan Kota Malang. "Fenomena di Sumut, Malang, dan Jambi menunjukkan korupsi terjadi secara massal di sejumlah parlemen daerah. KPK masih terus menelusuri aliran dana terhadap anggota DPRD lain di setiap kasusnya," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (2/9/2018).
Di Jambi, sebanyak 52 anggota DPRD provinsi itu diduga menerima suap dari Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola. Suap diberikan untuk memuluskan persetujuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerag (RAPBD) provinsi itu menjadi APBD. Kini, KPK tengah mencermati fakta persidangan soal dugaan aliran dana ke sejumlah pihak di DPRD.
Sementara itu, sebanyak 50 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019, juga diproses hukum dalam kasus korupsi pengesahan dan persetujuan laporan pertanggungjawaban APBD Sumut.
Kini ada 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 yang juga telah menjadi tersangka karena diduga menerima suap Rp 700 juta dan gratifikasi Rp 5,8 miliar dari Pemerintah Kota Malang terkait pembahasan APBD kota itu tahun 2015.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menuturkan, pengesahan APBD telah menjadi celah korupsi di daerah. DPRD menggunakan instrumen biaya ketok palu yang dibebankan kepada kepala daerah apabila RAPBD ingin disahkan jadi APBD. "Jadi, DPRD mengancam akan menahan APBD. Jika kepala daerah tidak kuat, keluar yang namanya uang ketok," ujarnya.
Praktik itu sebenarnya bisa diantisipasi jika kepala daerah konsisten menggunakan sistem elektronik dalam perencanaan hingga penganggaran keuangan daerah. Selain itu, kepala daerah juga harus proaktif melaporkan setiap proses penganggaran di daerah, termasuk apabila terjadi hambatan dalam pengesahan RAPBD untuk jadi APBD di DPRD. KPK akan membantu memfasilitasi proses itu agar berjalan lancar.
Payung hukum
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, tim dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, senin hari ini akan ke Kota Malang untuk mengatasi potensi gangguan pembahasan RAPBD akibat kekosongan lembaga legislatif daerah itu karena sebagian anggotanya diproses hukum. Di Malang, tim itu akan memanggil pihak eksekutif, seperti Sekretaris Daerah dan Sekretaris Dewan untuk dibuat payung hukum agar pemerintah daerah tetap berjalan. "Ini dibentuk agar tidak terjadi stagnasi pemerintahan. Nanti akan dilakukan diskresi Mendagri dengan dasar hukum di UU 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan," kata Tjahjo.
Kebijakan yang dimaksud, menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono, adalah diskresi terbatas yang bisa diambil Kemendagri terkait keputusan di rapat-rapat DPRD yang akan dinilai sah asalkan semua anggota yang masih aktif turut hadir dalam rapat paripurna.