PBB Simpulkan China Diskriminatif terhadap Muslim Uighur
Oleh
Retno Bintarti
·3 menit baca
Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh China bertindak diskriminatif terhadap warga etnis Uighur di Provinsi Xinjiang, wilayah barat China. PBB, Kamis (30/8/2018), mendesak China segera membebaskan warga etnis Uighur yang ditahan di kamp-kamp pendidikan ulang politik dengan ”dalih kontraterorisme”.
Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial PBB memperkirakan ada satu juta warga etnis Uighur yang ditahan di luar perintah pengadilan. Kebanyakan warga etnis ini adalah penganut Muslim yang hidup di antara warga mayoritas etnis Han.
Dalam kesimpulan laporannya, panel ahli PBB menyatakan bahwa banyak warga etnis Uighur dan warga minoritas Muslim lain ditahan tanpa bisa berhubungan dengan dunia luar. Penahanan itu kadang-kadang berlangsung lama tanpa proses pengadilan dengan alasan sebagian dari langkah kontraterorisme dan ekstremisme agama.
”Kami merekomendasikan kepada China, jika praktik ini ada, agar menghentikannya. Kami meminta China untuk melepas orang jika tidak ada alasan hukum untuk ditahan,” kata Nicolas Marugan, anggota panel ahli PBB, kepada Televisi Reuters.
Menanggapi hal itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, Jumat di Beijing, mengatakan, pernyataan para ahli PBB ”tidak didasarkan pada kenyataan”. Menurut Hua, rakyat puas dengan keamanan Xinjiang dan stabilitas di wilayah itu meningkat drastis.
”Untuk kontraterorisme tertentu dan mempertahankan stabilitas, saya kira, tindakan preventif digunakan secara internasional oleh banyak negara,” kata Hua.
Namun, panel ahli PBB mengecam definisi luas tentang terorisme dan referensi yang tidak jelas tentang ekstremisme serta definisi yang tak jelas tentang separatisme menurut undang-undang.
Kamp terselubung
Ahli independen menyesalkan tidak adanya data resmi tentang jumlah orang yang ditahan. Selama melakukan tinjauan, para ahli menerima banyak laporan tepercaya bahwa sekitar satu juta warga etnis Uighur ditahan di ”kamp penahanan massal terselubung”.
Anggota panel, Gay McDougall, menggambarkan kamp penahanan massal yang terselubung itu sebagai ”zona tak ada hak asasi”.
Panel mengungkapkan keprihatinan terkait laporan adanya alat pengintai massal yang secara tidak sepantasnya menarget warga etnis Uighur, seperti pengecekan polisi yang dilakukan berulang-ulang dan pemindaian telepon genggam di pos-pos pemeriksaan.
Laporan itu juga menyebutkan, banyak orang Uighur yang meninggalkan China dipaksa untuk kembali dan diminta mengungkapkan keberadaan serta status mereka. McDougall menyebutkan adanya dugaan lebih dari 100 mahasiswa Uighur yang kembali ke China dari luar negeri, seperti dari Mesir dan Turki, ditahan. Sebagian dari mereka bahkan meninggal saat ditahan.
Sementara itu, Kongres Amerika Serikat pada Rabu pekan lalu mendesak pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi kepada China dengan mengirim surat kepada Menlu Mike Pompeo dan Menteri Keuangan Steve Mnuchin atas ”krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung” di China.
Terkait hal tersebut, China melalui Hua Chunying menyatakan, sebaiknya anggota Kongres bekerja sebaik-baiknya karena mereka dibayar oleh uang pajak rakyat. ”Mereka harus sungguh-sungguh mengabdi kepada rakyat, bukan mengendus hidung ke urusan negara lain dan bertindak seolah-olah menjadi hakim hak asasi,” kata Hua sembari menyangkal laporan yang menyebut satu juta orang Uighur ditahan di kamp-kamp pendidikan ulang.