JAKARTA, KOMPAS — Penguatan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah dinilai dapat pula memberi peluang peningkatan penggunaan bahan baku lokal. Harga bahan baku lokal yang selama ini dianggap lebih mahal dimungkinkan menjadi setara atau bahkan lebih murah dibandingkan dengan bahan baku impor.
”Beberapa pelaku industri selama ini membeli bahan baku kulit impor, antara lain, karena menilai harga kulit lokal di dalam negeri lebih mahal,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri di Jakarta, akhir pekan lalu.
Penguatan dollar AS berpeluang menjadikan perbandingan harga kulit lokal dan impor mengalami penyesuaian. Kondisi ini terutama dapat dimanfaatkan pelaku industri alas kaki skala kecil menengah yang menggarap pasar dalam negeri.
Menurut Firman, penggunaan bahan baku lokal menjadi pilihan logis pelaku usaha yang berorientasi pasar domestik saat dollar AS menguat terhadap rupiah. Hal ini berbeda dibandingkan dengan pelaku industri berorientasi ekspor yang akan mampu menyeimbangkan kenaikan harga bahan baku impor dalam dollar AS dengan perolehan penjualan yang juga dalam dollar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata selama Januari-Juli 2018 impor barang konsumsi sebesar 9,9 miliar dollar AS atau naik 27,03 persen dibandingkan periode sama tahun 2017 yang 7,80 miliar dollar AS.
Pada kurun waktu sama impor bahan baku/penolong naik 22,9 persen, yakni dari 65,46 miliar dollar AS menjadi 80,52 miliar. Adapun impor barang modal meningkat 30,44 persen, yakni dari 12,96 miliar dollar AS menjadi 16,91 miliar dollar AS.
Insentif teknologi
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan sedang menyusun rencana aksi dan rancangan insentif teknologi terkait implementasi industri 4.0 untuk produsen makanan dan minuman olahan dalam negeri.
Kemenperin juga akan memperbaiki alur aliran material, menetapkan proyek percontohan, dan memfasilitasi bantuan terkait penerapan industri 4.0 di sektor penghasil produk makanan dan minuman olahan.
”Nantinya implementasi industri 4.0 diharapkan bisa mengurangi ketergantungan impor produk pertanian serta produk makanan dan minuman olahan, seperti beras, ayam, gula, makanan laut olahan, cokelat, tepung kanji, serta buah dan sayur olahan,” kata Direktur Industri Minuman Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim.
Merujuk data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia secara total impor pangan olahan sekitar 7,8 miliar dollar AS setahun. Sementara itu, BPS dan Kementerian Perdagangan mencatat ekspor makanan olahan dan semiolahan tahun 2016 sebesar 6,152 miliar dollar AS dan meningkat menjadi 6,504 miliar dollar AS pada 2017.
Abdul Rochim mengatakan, tahun 2025 industri makanan dan minuman nasional ditargetkan menjadi pemimpin di pasar makanan kemasan sederhana hingga medium tingkat ASEAN. ”Dan pada tahun 2030 Indonesia ditargetkan menjadi lima besar eksportir untuk industri makanan dan minuman di tingkat global,” katanya.