Pertarungan Menyangkut Produksi Konten Berkualitas
Perusahaan konsultan manajemen AT Kearney, dalam studinya OTT Streaming in the Limelight: Four Trends and Predictions for Media Industry, menyebutkan, pasar konten permintaan digital (content on-demand) masih terus berkembang. Khusus kategori video, AT Kearney mengelompokkan ke dalam bentuk video permintaan berlangganan (subscription video on-demand/SVOD), video iklan on-demand (AVOD), rental digital (TVOD), dan electronic sell-through.
Pada akhir 2017, studi itu menyebut total pendapatan untuk empat bentuk video konten permintaan mencapai sekitar 46 miliar dollar AS. Sekitar 51 persen di antaranya berasal dari bentuk SVOD. Contoh SVOD adalah Netflix, Amazon Video Prime, Hulu, dan Viu. Ini menunjukkan warga semakin terbiasa mengonsumsi konten video permintaan digital dengan cara langganan berbayar.
Pergerakan bisnis penyedia layanan SVOD menjadi perhatian serius para operator telekomunikasi dan televisi berbayar. Studi AT Kearney mengatakan, selama kurun waktu antara 2011 dan 2017, operator telekomunikasi dan televisi berbayar di tingkat global melakukan kesepakatan kemitraan sampai berjumlah 332 dengan penyedia konten video permintaan digital. Kemitraan mencakup kegiatan pencitraan dan pemasaran, integrasi layanan, serta komersial lainnya.
Sementara PricewaterhouseCoopers Entertainment & Media dalam Outlook OTT Video Streaming 2018 (5 Juni 2018), menyebutkan, pendapatan konten video permintaan digital di Amerika Serikat mencapai sekitar 20,1 miliar dollar AS pada 2017 atau tumbuh 15,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Studi ini memperkirakan pendapatan akan tumbuh hingga menjadi 30,6 miliar dollar AS pada 2022. Hampir 25 miliar dollar AS di antaranya diprediksi berasal dari bentuk SVOD. Amerika Serikat diproyeksi menjadi pangsa pasar terbesar konten video permintaan digital dalam lima tahun mendatang.
Meski demikian, para pemain tidak begitu saja melupakan negara-negara di kawasan Asia. Besarnya jumlah penduduk usia muda dan pengguna gawai menjadi pertimbangan utama mereka untuk terus memperhatikan pasar Asia.
Akhir pekan lalu, Kompas bertemu dengan Chief Operation Officer Vuclip (Viu) Arun Prakash di sela-sela kunjungannya ke Jakarta. Kami berbincang banyak mulai dari aplikasi Viu yang sudah digunakan lebih dari 20 juta orang setiap bulannya di global, hingga masa depan bisnis layanan konten video permintaan digital. Berikut petikannya:
Kompas (K): Apakah kunjungan ke Indonesia menjadi agenda rutin setiap tahun?
Arun (A): Saya baru saja menghadiri Content Asia Summit di Singapura. Ini adalah acara bertaraf global, diikuti 300 peserta dari Asia, Australia, dan Amerika, serta semuanya memiliki kesamaan pandangan untuk meningkatkan kualitas konten di media. Saya mewakili Viu sebagai pembicara.
Rata-rata penyedia layanan konten video permintaan digital kini memproduksi konten orisinal. Viu pun melakukan hal sama. Sepanjang 2018, kami melahirkan 70 judul konten orisinal, baik film maupun serial. Pada kesempatan itu, saya mengumumkan produksi serial The Bridge yang mengisahkan kehidupan di perbatasan Singapura dan Malaysia. Untuk serial ini, Viu bekerja sama dengan HBO Asia. Kebetulan Viu dan HBO Asia memiliki ketertarikan sama terkait tema.
Kerja sama ini memungkinkan konten The Bridge diputar di kanal HBO Asia. Konten yang sama juga dibeli hak siarnya oleh NTV7 Malaysia sehingga bisa ditonton di televisi free to air. The Bridge akan tayang mulai November. Saya pikir ada baiknya meluangkan waktu berkunjung ke operasional Viu di Indonesia.
(K): Apa perbedaan menonjol atau keunggulan kompetitif Viu dengan pemain lainnya di Asia, khususnya Indonesia?
(A): Viu Indonesia mulai berjalan dua tahun lalu. Semua operasional dikelola oleh orang Indonesia. Pendekatan distribusi konten hingga produksi pun memakai perspektif kebutuhan orang Indonesia. Jika aplikasi lain lebih banyak mendistribusikan ataupun memproduksi konten barat, kami justru sebaliknya.
Konten-konten Viu mayoritas bersumber dari Asia, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia. Kami rutin berdialog dengan pengguna dan calon pengguna di sepuluh kota besar. Di sana kami menanyakan konten seperti apa yang mereka sukai. Kami juga berinvestasi besar memproduksi konten orisinal dengan menggandeng para sineas lokal, misalnya Nia Dinata dan Monty Tiwa.
Pendekatan ini terbukti berhasil. Selama dua tahun Viu menjadi aplikasi konten video permintaan digital nomor satu di Indonesia. Pengguna Indonesia juga menjadi kontributor terbesar terhadap total pengguna secara global.
(K): Apa strategi Viu untuk pasar Indonesia?
(A): Anda pasti sudah mengenal Sunshine, Switch, dan Publicist. Tahun 2018 sudah terdapat enam judul konten orisinal yang diproduksi oleh Viu bersama sineas Indonesia. Harapannya jumlah ini bisa ditingkatkan lebih banyak. Namun, ambisi ini tentu tidak akan mudah direalisasikan.
Kondisi sekarang, konten video buatan Indonesia sekarang masih berada di urutan ke-20 tingkat Asia. Ada tiga faktor penyebab, yakni jumlah talenta berkualitas belum masif, rumah produksi konten belum berstandar internasional, dan pola pembuatan konten relatif masih dikerjakan secara cepat.
Berangkat dari situasi di Indonesia, kami terjun langsung menggali potensi industri konten. Sebagai contoh, Viu menyelenggarakan Viu Pitching Forum, kompetisi tahunan penulisan skenario atau cerita film. Kompetisi baru diluncurkan Maret 2018 dan diikuti oleh 218 peserta. Pemenang utamanya, dengan judul Halustik, berhak memilih sutradara serta artis. Produksi hingga distribusi film dilakukan oleh Viu.
(K): Bagaimana menjalankan bisnis ini agar tetap berkelanjutan pada masa mendatang?
(A): Kami mematok harga berlangganan Rp 30.000 per bulan. Harga yang cukup murah dibandingkan aplikasi lainnya yang sudah di atas 10 dollar AS. Bagi kami harga Rp 30.000 harus dilihat sebagai upaya meliterasi warga Indonesia tentang penghargaan akan konten. Ketika membayar biaya langganan, mereka memperoleh fasilitas kebaruan konten. Namun, sampai sekarang, mayoritas pengguna Viu di Indonesia belum berlangganan berbayar. Kami pun akhirnya belum meneguk keuntungan di Indonesia.
Situasinya berbeda di daerah operasional Viu lainnya. Sebagai contoh, Arab Saudi, Dubai, dan Singapura. Mayoritas pengguna Viu di tiga negara itu adalah pelanggan berbayar. Kesadaran atau apresiasi terhadap konten sudah sangat tinggi. Kami pun bisa mematok harga langganan lebih tinggi sehingga dapat meraup untung.
Porsi belanja iklan di media digital sekarang masih kecil dibandingkan televisi atau pun media konvensional lainnya. Namun, seiring meningkatnya penetrasi internet, belanja iklan di media digital bakal naik. Kira-kira lima tahun lagi, ini perkiraan saya.
(K): Kalau begitu, apa yang membuat Viu optimis bahwa masa depan menonton konten video berada di aplikasi?
(A): Generasi muda Indonesia, serta Asia lainnya, adalah kelompok mobile first. Mereka umumnya mengenal internet pertama kali dari ponsel pintar mereka. Generasi milenial dan Z pun demikian. Dari segi konsep konten, Anda bisa menyaksikan bahwa setiap konten orisinal yang diproduksi penyedia aplikasi, seperti kami, berstandar film layar lebar. Semuanya dikerjakan bak film. Orang-orang di belakang biasanya tidak pernah bekerja untuk produksi sinetron.
Sebutlah Nia Dinata dan Monty Tiwa. Tema cerita juga sangat spesial dan hampir tidak mungkin dipakai sinetron di televisi free to air ataupun serial di televisi berlangganan. Misalnya, kasus pembunuhan di wilayah perbatasan negara di serial The Bridge. Penonton kini dan masa depan akan selalu menuntut tema unik yang diproduksi secara berkelas.
(K): Apakah saya bisa menyimpulkan bahwa mayoritas penonton akan meninggalkan televisi free to air dan televisi berbayar?
(A): Tidak akan ditinggalkan. Ada beberapa kategori konten spesifik tetap butuh media televisi free to air. Sebagai contoh, siaran berita dan pertandingan olahraga. Dua contoh kategori konten ini biasanya ditayangkan langsung (live). Penonton mengejar faktor ”langsung” ini.
Kategori konten drama dan serial yang barangkali akan semakin banyak bermunculan di aplikasi. Pemilik aplikasi pun tidak enggan berinvestasi besar untuk memproduksi dua kategori konten ini dengan tema-tema yang unik. Di beberapa penghargaan internasional, konten orisinal di aplikasi sudah diperhitungkan.
Pertarungan ke depan menyangkut ide konten. Semakin unik ide, semakin mudah pemain aplikasi, seperti kami, menggiring lebih banyak penonton.
(K): Artinya, aplikasi bisa berkolaborasi dengan televisi free to air dan televisi berbayar, seperti Viu lakukan dengan HBO Asia dan NTV7 Malaysia?
(A): Betul. Kompetisi konten itulah pertarungan sejatinya pada masa depan.