SINGAPURA, KOMPAS - Indonesia sebagai anggota ASEAN sekaligus ketua tim negosiasi mengajak mitra-mitra ASEAN meyakini bahwa kerjasama Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP akan menguntungkan semua pihak. Indonesia akan mengambil beberapa langkah agar para mitra tidak ragu dengan perundingan yang diharapkan menyelesaikan masalah substansial pada akhir tahun ini.
Pada Sabtu (1/9/2018), Pertemuan Ke-50 Menteri Ekonomi ASEAN telah berakhir. Beberapa pertemuan konsultasi dengan Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, India, Kanada, dan Rusia dilakukan pada akhir pekan itu. Sementara pembahasan RCEP telah berakhir Jumat malam dan selanjutnya akan digelar di Auckland, Selandia Baru.
"Dalam pertemuan bilateral Indonesia kembali meyakinkan kepada mitra untuk menyelesaikan hal substansial hingga bisa disepakati akhir tahun ini,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai pertemuan bilateral dengan beberapa negara.
Ketua Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN di Singapura sekaligus Menteri Perindustrian dan Perdagangan Singapura, Chan Chun Sing saat konferensi pers mengatakan, perkembangan yang bagus dalam putaran kali ini adlah semua anggota RCEP memperlihatkan fleksibilitas dengan mengakomodasi kebutuhan pihak lain. Dengan demikian mereka telah mempersempit perbedaan antar anggota. Saat ini mulai memasuki masa kritis.
"Menjadi kritis ketika kita mendekati tujuan, seperti ketika naik gunung maka mendekati puncak makin menantang. Ada tantangan dan sekaligus ada sensitivitas. Akan tetapi, kita makin bisa melihat mana yang bisa diterima dan mana yang bisa dipertukarkan," katanya.
Sementara itu, Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional sekaligus Ketua Tim Negosiasi RCEP Imam Pambagyo mengatakan, perundingan RCEP sangat kompleks karena menyangkut beberapa negara besar, mewakili 40 persen pendapatan domestik bruto global, dan sekitar 30 persen perdagangan dunia.
"Kita ingin mempersempit perbedaan. Untuk itu kita berusaha menjadi jembatan. Prinsipnya, tak semua yang diinginkan bisa didapat semuanya dan semua yang tidak diinginkan ditolak semua, perundingan itu harus mencari keseimbangan," kata Iman.
Ia mengaku masalah yang muncul adalah rasa saling percaya yang masih kurang. Ada yang berhati-hati dan menjaga kepentingannya sehingga selalu menghitung manfaat yang didapat bila bergabung dengan RCEP. Terkait pembahasan substansi RCEP, beberapa yang dibahas adalah perdagangan barang dan jasa, investasi, kompetisi, dan hak kekayaan intelektual. Dari 27 bab dan tambahannya sudah selesai 4 bab. Iman berharap sekitar 86 persen masalah substansial sudah selesai pada November 2018.
Pertemuan mitra
Sabtu pekan lalu, Enggartiasto kembali mengadakan pertemuan bilateral dengan beberapa negara yaitu, Kanada, Amerika Serikat, dan Vietnam pada pagi hari. Dalam pertemuan itu, mereka membahas kerja sama perdagangan dan saling menginformasikan beberapa masalah.
“Dengan perwakilan Amerika Serikat kita telah membahas dua hal pertama soal fasilitas tarif preferensial melalui Generalized System of Preferences (GSP) yang kita nikmati dan akan diperpanjang. Kedua masalah penyelesaian sengketa produk hortikultura di WTO. Mereka telah menunda kewajiban kita untuk membayar denda sebanyak 335 juta dollar AS. Ini pun sedang ditinjau lagi,” kata Enggartiasto.
Pertemuan dengan perwakilan Kanada menyepakati peningkatan perdagangan kedua negara. Mereka menyadari bahwa kedua negara jaraknya jauh, tetapi seharusnya tidak boleh menghalangi kerja sama perdagangan kedua negara. Oleh karena itu mereka akan menindaklanjuti di bidang perdagangan dan investasi. Salah satunya, Kanada menawarkan teknologi produksi energi bersih.
Sementara ketika bertemu dengan pejabat Vietnam, Menteri Perdagangan rI mengatakan, Vietnam mengeluhkan kewajiban konten lokal pada produk telepon selular yang diekspor negara itu ke Indonesia. Enggartiasto menjelaskan, kewajiban itu bukan untuk menghalang-halangi produk Vietnam masuk, tetapi untuk meningkatkan kemampuan industri di dalam negeri. Untuk itu mereka tengah mencari solusi. Enggartiasto menawarkan investasi langsung ke Indonesia untuk produksi produk tersebut.
“Saya juga menyampaikan masalah yang dihadapi Indonesia yaitu agar pemeriksaan untuk produk otomotif kita tidak per pengiriman karena sangat memakan waktu. Ia berharap pemeriksaan bisa dilakukan per tipe mobil dan pengecekan ke pabrik langsung. Kita berharap agar pemeriksaan itu dipermudah,” katanya.