JAKARTA, KOMPAS — Minat perusahaan untuk mencari sumber pendanaan dari pasar modal masih tinggi. Sebanyak 52 perusahaan diproyeksikan mencatatkan saham perdana sepanjang 2018. Angka ini melejit dari target yang dicanangkan akhir tahun lalu sebanyak 35 perusahaan.
Kepala Riset PT Koneksi Capital Alferd Nainggolan menilai, faktor utama pendorong perusahaan mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO) adalah kondusivitas pasar modal dan ekonomi makro serta kebutuhan dana untuk ekspansi.
”Jika ekspansi telah disiapkan, perusahaan akan melakukan penghimpunan dana melalui saluran apa pun,” ujarnya di Jakarta, Senin (3/8/2018).
Pelaku pasar awalnya khawatir agenda politik pemilihan kepala daerah serentak berdampak negatif terhadap pasar modal. Namun, kekhawatiran tersebut memudar seiring berlangsungnya agenda politik tersebut secara kondusif.
”Agenda politik tidak akan berpengaruh besar terhadap keputusan perusahaan untuk mencatatkan saham di pasar modal,” kata Alfred.
Berdasarkan data BEI hingga Agustus 2018 jumlah emiten baru yang tercatat di BEI telah mencapai 33 perusahaan. Adapun 19 perusahaan telah masuk ke dalam pipeline daftar perusahaan yang akan mencatatkan saham perdana di sisa tahun ini.
Hal ini membuat akhir tahun diproyeksikan 52 perusahaan yang IPO, dengan catatan seluruh perusahaan yang masuk dalam daftar pipeline merealisasikan targetnya.
Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan capaian jumlah perusahaan IPO tahun ini membuat pihaknya menambah target perusahaan IPO tahun 2019 dari sebelumnya 30 perusahaan menjadi 35 perusahaan.
”Pembinaan yang kami lakukan melalui IDX Incubator dan ketersediaan papan akselerasi nantinya akan menambah daftar antrean perusahaan untuk IPO tahun depan,” ujar Nyoman.
Lewat IDX Incubator BEI membina sejumlah perusahaan rintisan untuk mapan dan berkembang. Sejumlah perusahaan binaan IDX Incubator bahkan telah dianggap siap melakukan IPO, di antaranya PT Yelooo Integra Datanet, yang bergerak di jasa penyewaan modem koneksi 4G.
Papan akselerasi, lanjut Nyoman, berfungsi untuk mematangkan perusahaan yang hendak IPO. Pihaknya telah mengajukan rencana penetapan papan pencatatan baru di bursa bagi emiten skala kecil kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini BEI tinggal menunggu persetujuan dari OJK terkait keberadaan papan akselerasi tersebut.
IHSG merosot
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menurun 50,88 poin atau 0,85 persen ke level 5.967,58 pada perdagangan kemarin. Sepanjang perdagangan terdapat 5,9 miliar lembar saham diperdagangkan dengan nilai transaksi Rp 4,99 triliun. Investor asing mencatatkan aksi jual bersih sebanyak Rp 305,92 miliar di seluruh pasar.
Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada mengatakan, pelaku pasar saham kembali bereaksi negatif terhadap imbas melemahnya sejumlah bursa saham di kawasan Asia dan nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi terhadap dollar AS.
”Sentimen yang cenderung negatif itu mendorong investor kembali melakukan aksi jual sekaligus menghilangkan kesempatan IHSG untuk bertahan di atas level 6.000,” katanya.
Dari 602 saham yang terdaftar di BEI, 133 saham tercatat menguat, 261 saham melemah, dan 208 saham stagnan.
Pelemahan juga terjadi secara merata di bursa Asia Tenggara. Indeks FTSE Straits Time Singapura melemah 0,19 persen, FTSE Malay KLCI di Malaysia turun 0,33 persen, indeks The Stock Exchange Thailand melemah 0,01 persen, sedangkan indeks PSE Filipina melemah 0,3 persen.
Alfred menilai pelemahan IHSG sejalan dengan pergerakan bursa saham Asia yang terbebani kekhawatiran mengenai berlanjutnya eskalasi perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan siap untuk menerapkan tarif impor produk-produk China dengan total nilai 200 miliar dollar AS. ”Jika tarif ini ditetapkan, dampaknya akan besar bagi pasar modal regional Asia,” ujarnya.