JAKARTA, KOMPAS — Harga barang elektronik di Pasar Glodok, ITC Mangga Dua, dan ITC Kuningan naik 4 persen hingga 10 persen akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Rabu (5/9/2018). Sejumlah pedagang mulai waspada dan menyiapkan strategi agar tidak merugi.
Di ITC Kuningan, sejumlah pedagang menyatakan, kenaikan harga barang elektronik sudah terjadi sejak Agustus. Jenis barang yang paling terdampak merupakan barang elektronik yang disebut ”item besar”, misalnya laptop, komputer personal (PC), televisi, dan pengeras suara.
”Khusus laptop, paling tidak harganya naik sekitar Rp 200.000,” kata Sony (42), salah satu pedagang laptop di Lantai III ITC Kuningan. Kondisi tersebut membuat Sony berencana mengurangi persediaan barang di toko miliknya.
Hal itu dilakukan Sony untuk mengantisipasi permintaan pembeli yang ia prediksi akan semakin turun seiring naiknya harga barang. Selain itu, ia juga berspekulasi menunggu nilai tukar rupiah menguat kembali agar ia bisa membeli persediaan barang dengan harga lebih murah.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Selasa (4/9/2018), rupiah berada di level Rp 14.840 per dollar AS. Berdasarkan data di laman Bloomberg, Selasa malam, rupiah diperdagangkan di pasar tunai pada Rp 14.780-Rp 14.938 per dollar AS (Kompas, Rabu 5/9/2018).
Hal yang sama juga terjadi di ITC Mangga Dua. Permintaan konsumen juga ikut menurun seiring melemahnya nilai tukar rupiah. ”Sebelum (rupiah) anjlok aja permintaan sudah sepi, apalagi kondisi kayak sekarang,” kata Lena (43), pemilik Toko Bitnet Computer.
Di toko milik Lena itu, barang yang mengalami kenaikan paling tinggi adalah suku cadang dan aksesori komputer yang diimpor dengan utuh. ”Prosesor dan kartu grafis kan kita dapatnya utuh begini dari luar negeri, makanya harganya paling cepat naik kalau rupiah melemah,” kata Lena.
Selain suku cadang komputer, jenis barang elektronik yang mengalami peningkatan dengan cepat adalah aksesori komputer, misalnya kibor dan tetikus. Sama seperti suku cadang komputer, keduanya juga diimpor dengan utuh, maka harganya pun mengikuti kurs dollar AS.
”Sekarang sih kami masih nunggu respons pembeli. Kalau permintaan mereka semakin turun, kami juga harus mengurangi persediaan barang,” ujar Lena. Meskipun demikian, Lena menganggap kenaikan harga sebesar 4 persen hingga 10 persen itu masih terbilang wajar.
Tetap optimistis
Lena cukup berpengalaman sebagai penjual barang elektronik. Pada 1998, ia bisa bertahan dari gempuran krisis ekonomi yang menurut dia jauh lebih parah dari yang terjadi saat ini. Hal itu membuat ia percaya diri dapat melalui periode sulit ini.
Kondisi ini tentu saja berbeda dengan 1998. Pada 18 Juni 1998, nilai tukar rupiah Rp 14.900 per dollar AS. Akan tetapi, pada 2 Januari 1998, nilai tukar Rp 5.650 per dollar AS. Dengan kata lain, pelemahan pada 1998 terjadi sangat cepat (Kompas, 4/9/2018).
Optimisme yang sama juga dinyatakan Dedi (43), penjual barang elektronik khusus audio di Pasar Glodok. Ia meyakini konsumen audio tidak akan banyak terpengaruh dengan kenaikan harga sebesar 4 persen hingga 10 persen itu.
Menurut Dedi, penggemar audio merupakan jenis konsumen yang berbeda. Mereka rela mengeluarkan uang lebih banyak demi mendapatkan mutu suara yang diinginkan. Meskipun menyatakan target pasarnya aman, Dedi tetap waspada memantau nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
”Saat ini masih aman, tetapi ngeliat harga yang terus naik saya juga ikutan merasa ngeri,” ucap Dedi. Ia berharap pemerintah bisa segera menstabilkan nilai tukar rupiah agar pengusaha kecil sepertinya tidak bangkrut tergilas tren ekonomi global. (PANDU WIYOGA)