JAKARTA, KOMPAS — Untuk menekan laju impor, pemerintah segera memberlakukan tarif baru Pajak Penghasilan impor terhadap 900 komoditas. Aturan baru ini siap diumumkan Rabu (5/9/2018) sore ini.
Pemerintah tengah berupaya menyelamatkan defisit neraca perdagangan dengan cara mengurangi impor agar rupiah bisa kembali terdongkrak. Celah ekspor dan impor perlu dipersempit untuk menjaga kekuatan cadangan devisa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor 900 komoditas juga bakal menghemat devisa. Aturan berupa peraturan Menteri Keuangan (PMK) akan diumumkan hari ini atau selambat-lambatnya pada Kamis 5/9/2018).
”Penerbitan PMK dalam rangka atur impor barang konsumsi akan kami lakukan besok. Kami tetap menjaga sektor usaha yang membutuhkan barang-barang berupa bahan baku dan barang modal,” katanya.
PMK ini diharapkan dapat mengurangi celah antara impor dan ekspor yang saat ini cukup jauh. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, data ekspor Indonesia sepanjang semester I-2018 mengalami defisit 1,02 miliar dollar AS. Secara kumulatif ekspor Januari-Juni 2018 sebesar 88,02 miliar dollar AS. Adapun nilai impor pada periode yang sama tercatat 89,04 miliar dollar AS.
Pihaknya bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian telah menyisir 900 komoditas yang selama ini diimpor, tetapi tidak banyak memberi nilai tambah terhadap perekonomian Indonesia.
Sri Mulyani menegaskan, komoditas tersebut merupakan barang konsumsi yang bersifat tersier. Kenaikan tarif yang ditetapkan itu nantinya sekitar 2,5 sampai 10 persen, dilihat dari tren impor dan kesediaan substitusi dalam negeri.
Selain itu, ia mengungkapkan saat ini pemerintah tengah mengkaji ulang beberapa proyek infrastruktur dengan bahan baku impor yang pengerjaannya bisa ditunda hingga kondisi rupiah stabil.
”Kita telah menyeleksi proyek-proyek yang nanti akan disampaikan oleh menteri terkait apa yang bisa ditunda sehingga permintaan devisa bisa dikembalikan,” kata Sri Mulyani.
Selain membatasi impor, pemerintah juga berupaya meningkatkan hasil ekspor untuk menurunkan defisit transaksi berjalan. Instrumen fiskal berupa pemberian insentif dilakukan lewat relaksasi aturan ekspor Bea Cukai serta kemudahan pembiayaan melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
”Kami terus memantau perkembangan ekonomi di negara lain yang dapat memberikan sentimen ke dalam negeri. Komunikasi dengan pelaku usaha kami tingkatkan untuk evaluasi apa yang perlu dilakukan,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution tengah membuat matriks komoditas yang ekspornya bisa ditingkatkan. Sejumlah komoditas yang potensial untuk masuk dalam daftar tersebut antara lain batubara, hasil perkebunan, dan beberapa yang menyangkut industri manufaktur.
Upaya mendorong ekspor itu, lanjutnya, tetap harus mempertimbangkan kondisi perdagangan global yang masih belum pasti. Darmin mengatakan, perlambatan ekspor saat ini hanya terjadi untuk tujuan Amerika.
”Kami identifikasi satu per satu, itu akan diumumkan sebagai langkah peningkatan ekspor yang akan dilakukan dalam jangka pendek,” katanya.
Pihaknya juga berupaya menekan impor sebagai salah satu langkah mengurangi defisit transaksi berjalan. Darmin mengatakan, isu yang dibahas antara lain menyangkut PPh impor dan serapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Menurut Darmin, sektor yang dibahas terkait TKDN terutama menyangkut proyek kelistrikan karena termasuk yang paling tinggi konten impornya. Pasalnya, konten impor untuk proyek jalan dan jembatan tidak terlalu tinggi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, salah satu pemicu pelemahan rupiah selain faktor eksternal adalah kurang optimalnya perdagangan di dalam negeri.
”Dari dalam negeri neraca perdagangan terus mengalami defisit. Ini berimbas juga pada defisit transaksi berjalan,” ujarnya.
Neraca perdagangan yang terus defisit turut berkontribusi terhadap transaksi berjalan yang menembus 3 persen terhadap PDB pada triwulan II-2018. Kondisi ini, menurut dia, dapat membuat rupiah bisa menembus batas psikologis Rp 15.000 per dollar AS.
Mata uang negara-negara yang memiliki defisit transaksi berjalan, lanjut Bhima, akan terus tertekan oleh penguatan nilai mata uang dollar Amerika Serikat yang diprediksi terus berlangsung hingga tahun depan.
”Selama masih terjadi ketidakpastian di perekonomian global, arus modal global akan menuju investasi yang paling aman, yaitu dollar AS, sehingga dapat dipastikan dollar AS akan terus menguat,” kata Bhima.