Kebutuhan Vaksin Anti-Rabies Tinggi, Stok Terus Menipis
MAUMERE, KOMPAS - Guna mencegah kematian, pihak Pemerintah Kabupaten Sikka di Flores, Nusa Tenggara Timur, telah mengupayakan warga yang digigit anjing yang diduga terkena virus penyakit anjing gila itu diberi vaksin antirabies.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, dari Januari – Juli 2018 tercatat 750 orang yang digigit anjing, dan sebagian besar, yakni 622 orang telah diberi vaksin antirabies (VAR).
“Mereka yang diberi VAR adalah yang mengalami luka dengan kategori risiko tinggi. VAR diberikan hingga tiga kali, dua dosis di hari pertama, kemudian pada hari ketujuh, dan pemberian ketiga satu dosis pada hari ke-21,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Harlin Hutauruk, di Maumere, Selasa (4/9/2018).
Luka risiko tinggi yang dimaksud adalah pada bagian atas bahu, di antaranya leher, wajah, telinga, dan kepala, jari tangan dan kaki, pada area genitalia, juga luka yang lebar dan dalam.
Sedangkan kategori luka risiko rendah seperti cakaran atau gigitan yang menimbulkan luka lecet pada area badan, tangan, dan kaki.
Akan tetapi ketika pasien diberi VAR tahap pertama, jika kemudian setelah diobservasi selama 14 hari anjing yang mengiggit itu tidak mati, juga tidak menunjukkan gejala rabies seperti di antaranya perilaku agresif, juga bermacam-macam fobia, seperti hidrofobia, aerofobia, dan fotofobia, maka pemberian VAR yang ketiga distop.
“Sebab VAR itu mahal harganya, satu vial Rp 250.000. Dengan demikian jika per orang mendapat VAR lengkap (tiga kali sebanyak empat vial), maka nilai VAR lengkap itu Rp 1 juta. Sehingga VAR dapat diberikan kepada orang yang benar-benar membutuhkan,” ujar Harlin.
Dengan demikian diasumsikan juga 622 orang itu mendapat VAR lengkap (empat vial), biayanya itu Rp 622 juta.
Harlin juga menuturkan, pengadaan VAR untuk tahun 2018 mendapat bantuan dari Kementerian Kesehatan RI sebanyak 500 vial, dan Pemkab Sikka dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengalokasikan Rp 235 juta untuk 940 vial.
Menurut Harlin, kebutuhan VAR untuk manusia di Sikka relatif tinggi, dari 2015 terdapat kasus gigitan anjing 1.190 dan VAR yang diberikan 1.118.
Pada tahun 2016 terdapat 1.310 kasus gigitan dan pemberian VAR sebanyak 1.064, kemudian tahun 2017 terdapat kasus gigitan 945, dan VAR yang diberikan 694.
Kasus rabies di kawasan Flores-Lembata muncul pertama tahun 1997 dan hingga 2017, sebanyak 321 orang meninggal.
Kasus rabies merenggut nyawa di Sikka yang terakhir menimpa Euprasia L Glelo (5 tahun 5 bulan), warga Desa Baumekot, Kecamatan Hewokloang, yang digigit pada Mei 2018, tetapi baru dibawa ke dokter dalam kondisi parah, pekan lalu. Korban akhirnya meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah TC Hillers, Maumere, Sabtu (1/9/2018).
Dokter Puskemas Beru di Sikka, Rizkidio Aryo Hardianto mengatakan, pasien yang diberi VAR, efektivitas hidupnya baik.
“Mereka yang diberi VAR keadaannya baik, sejauh ini tak ada yang sampai stadium lanjut. Namun yang terlambat penanganannya, dan tidak diberi VAR pasti tak tertolong, sebab penyakit rabies ini sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan. Namun penyakit ini bisa dicegah melalui penanganan kasus gigitan hewan penular rabies,” ucap Rizkidio.
Rizkidio mengingatkan bagi warga yang terkena gigitan anjing, untuk pertolongan pertama pada bagian luka supaya langsung dicuci bersih dengan air yang mengalir lebih kurang 15 menit dengan menggunakan sabun.
Puskesmas Beru merupakan salah satu dari lima pusat penanganan rabies di Sikka. Empat puskemas lainnya adalah Puskesmas Palue, Puskesmas Bola, Puskesmas Lekebai, dan Puskesmas Watubai.
Ny Maria Frida Pare (39), warga Desa Kajowair , Kecamatan Hewokloang, Sikka, mengatakan, anaknya, Veronica Yuelci (8), siswa kelas III SD Inpres Wolomapa Watudena yang digigit anjing, tanggal 19 Agustus 2018, kondisinya sudah sehat setelah mendapat VAR lengkap.
“Hari ini saya mengantarkan anak saya (Veronica) ke Puskesmas Beru untuk mendapat suntikan VAR yang ketiga. Pada hari pertama dia memang sempat menggigil, tapi setelah itu kondisinya sudah baik dan normal seperti biasa,” ujar Frida.
Stok menipis
Kepala Puskesmas Beru, Santy Flora D Delang, mengatakan, sehubungan dengan kasus gigitan anjing yang relatif tinggi, kebutuhan akan VAR juga tinggi, dan stok VAR saat ini di Puskesmas Beru menipis, hingga Selasa (3/9/3018) sisa 50 vial.
“Kami akan meminta bantuan VAR lagi ke Kementerian Kesehatan,” ujar Santy.
Secara terpisah Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka Hengki Sali mengatakan, pihaknya akan mengusulkan dalam APBD perubahan tahun ini pengalokasian anggaran untuk kegiatan VAR pada anjing sebesar Rp 60 juta.
Anggaran itu dapat digunakan untuk vaksinasi anjing sebanyak 8.000 ekor. Biaya operasional bagi petugas vaksinasi anjing itu Rp 7.500 per ekor.
Hengki berharap pengajuan ini dapat disetujui DPRD Sikka.
Dia juga akan meminta bantuan vaksin ke Dinas Peternakan NTT sebanyak 15.000 dosis. Kabupaten Sikka mendapat jatah bantuan vaksin tahun ini sebanyak 36.000 dosis, tapi baru diambil 21.000 dosis, sehingga masih ada sisa jatah 15.000 dosis.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur Yosef Dandut ketika dikonfirmasi menuturkan, untuk saat ini meski jumlah stok vaksin kurang dari jumlah populasi anjing, pihaknya belum akan meminta bantuan pusat.
“Vaksin yang belum digunakan dipakai lebih dulu, jika stok hampir habis baru kami akan akan mengajukan ke pusat,” ujar Yosef.
Menurut Yosef, upaya pemberantasan rabies difokuskan pada kawasan Flores-Lembata meliputi 9 kabupaten, yakni Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Kabupaten Lembata.
Namun karena keterbatasan anggaran, dengan jumlah populasi anjing sedikitnya 350.000 ekor, alokasi vaksin tahun ini pengadaan hanya untuk 250.000 dosis untuk dibagi 9 kabupaten di Flores-Lembata.
Sekretaris Komite Anti-Rabies Flores Lembata, Asep Purnama, mengingatkan, negara tetap harus hadir dengan memberikan alokasi dari APBN untuk penanganan rabies di Flores-Lembata.
“Sebab rabies ini tergolong penyakit strategis yang menular dan berbahaya, negara tetap harus hadir,” kata Asep.
Asep mengingatkan bahaya penyakit ini melihat tren virus rabies di Sikka terus meningkat. Tahun ini dari 64 sampel spesimen kepala anjing yang diperiksa, 29 spesimen di antaranya positif virus rabies. Periode yang sama 2017, dari 26 anjing yang diperiksa, 11 anjing di antaranya positif terjangkit virus rabies. Pada 2016, hanya 1 anjing yang terkena virus dari 11 sampel anjing yang diperiksa.