Posisi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan boleh kuat di dalam negerinya. Namun, di tengah impitan konflik dagang dan politik dengan Amerika Serikat plus tekanan perekonomian negerinya, pilihan sulit dalam tempo yang sempit harus diambilnya. ”Takluk” pada keinginan Washington, meminta pinjaman pada lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), atau berharap pada negara-negara di Eropa meskipun semua itu belum menjadi jaminan kesuksesan.
Setelah 15 tahun berkuasa sebagai perdana menteri dan presiden, Erdogan menghadapi oposisi yang lemah dalam pemilihan Juni lalu. Di Turki, dia menjadi tuan atas semuanya. Peran perdana menteri dihapus sehingga Erdogan memimpin kabinet dan bisa mengganti pegawai negeri sipil dengan pejabat politik. Ia juga memegang kekuasaan atas peradilan dan legislatif.
Di tengah impitan konflik dagang dan politik dengan Amerika Serikat plus tekanan perekonomian negerinya, pilihan sulit dalam tempo yang sempit harus diambilnya.
Namun, kekuasaan itu bisa menjadi batu sandungan jika dia tidak mampu menyelesaikan perseteruan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mungkin dapat mendorong negaranya menuju krisis keuangan lebih buruk. Erdogan memiliki opsi terbatas. Ia rawan kehilangan muka atau kehilangan kedaulatan di negerinya. Lira telah ambruk hingga 40 persen tahun ini. Bank-bank Turki yang meminjam uang dalam jumlah besar di luar negeri sekarang menghadapi tugas hampir mustahil untuk membiayai kembali utang jangka pendek dalam dollar dan euro yang semakin mahal.
Kekhawatiran investor
Investor bingung atas inflasi yang melonjak dan defisit neraca berjalan yang melebar. Mereka khawatir ketika tiba-tiba dihadapkan pada perselisihan antara Erdogan dan Trump yang melipatgandakan tarif atas impor baja dan aluminium dari Turki. Hal ini terjadi terkait dengan upaya Washington untuk memaksa Ankara melepaskan Andrew Brunson, pendeta yang dipenjara setelah kudeta gagal pada 2016.
Namun, masalah yang paling mendesak bagi Erdogan kini adalah uang tunai. Menurut JPMorgan, sebanyak 179 miliar dollar AS utang luar negeri Turki akan jatuh tempo pada tahun ini, yakni hingga Juli 2019. Dari jumlah itu, 146 miliar dollar AS di antaranya adalah utang sektor swasta, terutama bank Turki.
Pertanyaannya sekarang apakah Erdogan akan berbaikan dengan Trump? Seorang sumber dari Pemerintah Turki mengatakan, hal itu bisa saja terjadi.
”Brunson adalah alat, kosmetik, tetapi penting,” kata sumber itu. Sumber tepercaya lain menilai Turki akan lebih condong kembali ke Uni Eropa dengan tawaran untuk keanggotaannya telah habis masa berlakunya. Ankara memiliki harapan besar bahwa Jerman, yang dikunjungi Erdogan bulan ini, dapat memimpin upaya Eropa untuk menopang Turki secara finansial.
Namun, bantuan Uni Eropa sepertinya tidak akan cukup. Janji oleh Qatar, sekutu Arab terdekat Turki, untuk menginvestasikan 15 miliar dollar AS, misalnya, hanya berdampak kecil. ”Selama bertahun-tahun ini kami tidak berinvestasi, kecuali dalam konstruksi, dan kami tidak bisa memakannya. Kami ketinggalan kereta api dalam bidang investasi teknologi dan industri,” kata sumber itu.
Seiring lonjakan inflasi, bank sentral Turki diperkirakan akan menaikkan tingkat suku bunga acuan pekan depan. Namun, mengingat keyakinan Erdogan bahwa suku bunga merupakan ”ibu dan ayah dari semua kejahatan”, setiap kenaikan itu mungkin terlalu kecil dan terlambat. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa Turki akan pergi ke IMF untuk meminta pinjaman.
Namun, pemerintah mengesampingkan hal ini karena melihatnya sebagai penyerahan kedaulatan yang tidak dapat diterima. ”Saya tidak membutuhkan IMF,” kata Menteri Keuangan Berat Albayrak, menantu Erdogan.
Mustafa Sentop, Wakil Ketua Parlemen dan mantan kepala kampanye pemilu AKP, mengatakan, ekonomi Turki dalam kondisi yang wajar ketika dibandingkan dengan pasar negara berkembang yang sebanding. ”Kami tidak percaya Turki akan memiliki masalah dalam pendanaan utang ini,” ujarnya.
Menurut Sentop, masalah sebenarnya adalah upaya AS yang hendak mengendalikan kawasan dan mengisolasi tetangga Turki, Iran. Erdogan adalah hambatan di jalan Washington itu, sementara Brunson hanyalah gejala terkait hal tersebut. (REUTERS)