Jakarta, Kompas - Komitmen kepala daerah untuk menjalankan pemerintahan yang bersih, amat dibutuhkan untuk mencegah korupsi di lingkungan aparatur sipil negara di wilayahnya. Sebagian ASN yang menjadi narapidana perkara korupsi, karena menjalankan instruksi kepala daerah yang jadi atasannya.
Hal ini, antara lain terlihat dari proses hukum terhadap Gubernur jambi non aktif Zumi Zola. Di kasus itu, Komisi Pemberantasan Korupsi juga memproses hukum sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi, yaitu Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Erwan Malik, Asisten Daerah Bidang III Saifuddin, dan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Arfan.
Proses hukum terhadap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, juga membuat sejumlah pihak, dari kepala dinas, kepala sekolah, dan kepala rumah sakit umum ikut diproses hukum.
“(Para ASN) ini susah juga. Jika tak mengikuti perintah pimpinan, mereka bisa kena (sanksi pimpinan). Kalau diikuti, akhirnya mereka jadi turut serta (kasus korupsi)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara periode Januari 2015 hingga September 2018, ada 2.357 ASN terpidana korupsi yang belum diberhentikan hingga masih menerima gaji. Mereka ini terbanyak ada di wilayah kerja Kantor Regional XII BKN Pekanbaru, yaitu 301 orang, disusul Kantor Regional VI BKN Medan (298 orang), dan Kantor Regional X BKN Denpasar (292 orang) dan Kantor Regional V BKN Jakarta (265 orang).
Terkait hal itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, meminta para gubernur untuk segera memberhentikan ASN yang jadi terpidana korupsi yang ada di wilayahnya. Belum diberhentikannya para ASN itu merupakan maladministrasi jabatan yang merugikan keuangan negara.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana, menuturkan, hingga kemarin, kantornya secara resmi belum menerima surat pemberhentian ASN terpidana korupsi. Namun, ada sejumlah pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang menghubungi dirinya terkait prosedur pemberhentian ASN tersebut.
"Saya jelaskan, kewenangan menghentikan bukan di BKN, tetapi PPK, baik itu gubernur maupun kepala daerah. Mereka punya kuasa keluarkan SK Pemberhentian itu. Kami harap bisa segera diproses," ujar Bima.
Ditelusuri
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan, akan menelusuri ASN yang jadi terpidana korupsi di daerahnya, untuk diberhentikan. “Kalau korupsi itu pecat, sudah jelas,” ujar dia.
Ahmad Syah Harrofie Asisten I Tata Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Pemprov Riau mengatakan, ada belasan ASN di lingkungannya yang kini sedang menanti proses pemberhentian tidak dengan hormat karena telribat korupsi,
Ahmad mengakui, beberapa ASN yang sudah menjalani proses hukum dalam perkara korupsi, masih ada yang bertahan di Pemprov Riau. Namun tidak ada yang menjabat sebagai pejabat eselon.
Proses pemberhentian sempat tersendat, terutama karena ada keraguan penerapan dasar hukum. Misalnya, ada ASN yang dihukum satu setengah tahun penjara. Sementara berdasarkan ketentuan UU No 5/2014 tentang ASN menyebutkan bahwa pegawai negeri sipil diberhentikan dengan tidak hormat apabila sudah ada keputusan hukum tetap dengan pidana dua tahun penjara. “Sekarang dasar hukum pemecatan sudah jelas. Tidak ada keraguan lagi,” kata Ahmad.
Catatan Kompas, mantan Kepala Dinas Sosial atau pejabat eselon II di Pemprov Riau berinisial SSA sudah divonis 1,5 tahun penjara dalam perkara penggelapan dana bantuan sosial pada tahun 2016. Setelah menjalani hukuman, kini SSA masih berdinas kembali sebagai staf biasa di kantor Penelitian dan Pengembangan.
Saat Gubernur Riau dijabat Annas Maamun pada 2014, SSA menjabat sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau. SSA juga terlibat dalam pengumpulan dana untuk suap kepada sejumlah anggota DPRD Riau untuk memuluskan pembahasan APBD perubahan tahun 2014 dan APBD 2015. Sampai sekarang, kasus itu masih ditangani KPK. Annas Maamun masih berstatus sebagai tersangka. Sejumlah anggota DPRD Riau sudah dihukum dalam kasus pembahasan APBD dimaksud.
Kukuh Giwangkara, Kasubid Disiplin Pegawai Badan Kepegawaian daerah Pemprov DKI Jakarta, menegaskan, ASN yang kini aktif di lingkungan Pemprov DKI dipastikan tidak ada jadi terpidana perkara korupsi. "Semua diberhentikan tidak dengan hormat dan status PNS dicabut," jelas Kukuh.
Pada tahun 2017, menurut Kukuh, ada 16 ASN di lingkungan Pemprov DKI yang terlibat perkara korupsi dan kemudian diberhentikan dengan tidak dengan hormat. Lalu pada tahun 2018 hingga saat ini, ada lima ASN.