Manfaat Pertumbuhan Ekonomi Ramah Lingkungan Sering Diremehkan
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·5 menit baca
NEW YORK, RABU — Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim yang terdiri atas berbagai mantan kepala negara dan menteri keuangan, termasuk Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia, Rabu (5/9/2018) waktu setempat, merilis laporan di kantor pusat PBB di Kota New York. Menurut laporan ini, selama ini manfaat yang dapat dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi yang lebih bersih dan ramah lingkungan sering diremehkan.
Aksi iklim nyata dapat menghasilkan manfaat ekonomi paling tidak sebesar 26 triliun dollar Amerika Serikat hingga tahun 2030 jika dibandingkan dengan skenario business-as-usual. Indonesia adalah salah satu negara yang diperkirakan dapat meraup manfaat besar ini bersama dengan beberapa negara lain, seperti India, Jepang, sebagian besar negara di Amerika Latin, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
Indonesia telah memanfaatkan momentum ini. Untuk pertama kalinya mengembangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 rendah karbon, menuju pada skenario yang menjanjikan seperti laporan itu.
Daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup, termasuk perubahan iklim, turut diperhitungkan dalam rencana ini. Selain itu, rencana ini juga menggunakan sains dan pengetahuan dalam proses perencanaannya. Dengan pendekatan ini, Indonesia menjadi garda depan di antara negara yang berusaha mengambil jalur pertumbuhan yang lebih kuat, berkelanjutan, dan cerdas dari segi iklim.
Menurut laporan ini, berbagai perkembangan teknologi dan pasar dalam 10 tahun terakhir telah mendorong perubahan ke arah ekonomi iklim yang baru. Berbagai manfaat nyata dapat dirasakan, seperti lapangan kerja baru, efisiensi ekonomi, peningkatan daya saing dan peluang pasar, serta kesejahteraan yang lebih baik bagi semua orang di seluruh dunia. Perubahan ini terus menyebar ke berbagai kota, pemerintahan, bisnis, investor, dan berbagai sektor lain di seluruh dunia, tetapi perubahan ini tidak dilakukan dengan cukup cepat.
”Saat ini, kita menghadapi pilihan untuk memanfaatkan momentum ini atau kehilangan kesempatan. Ini adalah pilihan yang cukup unik,” kata Ngozi Okonjo-Iweala, mantan Menteri Keuangan Nigeria dan Ketua Bersama Komisi Global dalam siaran pers Kamis waktu Jakarta.
Ia mendorong pembuat kebijakan mulai mengambil tindakan dan menunjukkan bahwa lembaran pertumbuhan baru telah dimulai dengan membawa berbagai peluang ekonomi dan pasar. Jika tindakan nyata diambil saat ini, dunia mewujudkan planet yang berkelanjutan dengan manfaat ekonomi sebesar 26 triliun dollar AS.
Laporan bertajuk ”Unlocking the Inclusive Growth Story of The 21st Century” akan diluncurkan secara global dan dipresentasikan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres di kantor pusat PBB di Kota New York. Laporan ini dikeluarkan satu minggu sebelum Konferensi Aksi Iklim Global di San Francisco.
”Momentum yang diciptakan berbagai bisnis, negara, kota, investor, dan penduduk dunia ini tidak terhentikan, apalagi mengingat manfaat nyata yang telah dirasakan mereka yang telah mengambil aksi iklim dalam skala besar,” kata Paul Polman, CEO Unilever dan Ketua Bersama Komisi Global.
Akan tetapi, kesempatan pertumbuhan rendah karbon ini tidak akan dapat dimanfaatkan secara optimal dan perubahan iklim tidak akan dapat dihindari jika para pemimpin ekonomi dan keuangan pemerintah dan sektor swasta tidak mengambil tindakan lebih secepatnya.
Laporan ini membahas berbagai peluang di lima sistem ekonomi utama, yaitu energi, kota, pangan dan penggunaan lahan, air, dan industri. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan nyata di berbagai sistem ini dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang tidak akan didapatkan tanpa adanya perubahan.
Manfaat tersebut di antaranya menghasilkan lebih dari 65 juta pekerjaan rendah karbon pada tahun 2030, setara dengan seluruh lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini di Inggris Raya dan Mesir. Mencegah lebih dari 700.000 kematian dini akibat polusi udara pada tahun 2030.
Reformasi subsidi dan penetapan harga karbon menghasilkan kira-kira 2,8 triliun dollar AS pendapatan pemerintah per tahun pada tahun 2030 yang setara dengan total PDB India saat ini. Uang ini dapat digunakan untuk mendanai berbagai prioritas publik atau mengurangi pajak-pajak yang memberatkan.
”Kita dapat melihat bahwa lembaran pertumbuhan baru ini menunjukkan dinamika yang kuat antara inovasi, belajar dari pengalaman, dan skala ekonomi. Lebih lagi, hal ini juga membuka kesempatan untuk membangun kota yang nyaman bagi mobilitas, pernapasan, dan produktivitas kita; infrastruktur berkelanjutan yang tidak hanya bersih dan efisien, tetapi juga dapat bertahan di tengah iklim ekstrem yang semakin buruk dan semakin sering terjadi serta ekosistem yang lebih produktif, hidup, dan tahan uji,” kata Lord Nicholas Stern, profesor pada IG Patel bidang ekonomi dan pemerintahan di The London School of Economics and Political Science (LSE) dan Ketua Bersama Komisi Global.
Stern melanjutkan, model ekonomi yang ada saat ini tidak dapat mengakomodasi penguatan dinamika ini serta manfaat dari teknologi dan struktur baru. Hal ini menunjukkan belum dipahaminya lembaran pertumbuhan baru ini dan manfaat yang dapat dihasilkan. Selain itu, jelas bahwa risiko kerugian akibat perubahan iklim cukup besar dan dunia semakin mendekati titik di mana dampaknya tidak lagi dapat diperbaiki.
Komisi Global mengajak pemerintah, bisnis, dan pemimpin-pemimpin keuangan, termasuk di Indonesia, untuk menentukan prioritas aksi di empat hal dalam 2-3 tahun ke depan. Langkah konkret itu adalah meningkatkan upaya penetapan harga karbon dan mulai menetapkan kewajiban pengungkapan risiko keuangan yang ditimbulkan dari perubahan iklim.
Langkah lain adalah mempercepat investasi infrastruktur berkelanjutan, memanfaatkan kekuatan sektor swasta dan melakukan inovasi, menggunakan pendekatan yang berfokus pada manusia yang membagi keuntungan secara merata, serta memastikan transisi yang adil.
”Laporan ini bertujuan menunjukkan bagaimana pergeseran ke arah pertumbuhan baru ini dapat dipercepat,” kata Helen Mountford, Direktur Program Ekonomi Iklim Baru dan penulis utama laporan. Dalam laporan ini, katanya, dijelaskan manfaat yang dapat dirasakan, tantangan yang harus dihadapi ke depan, serta faktor-faktor yang dapat mempercepat prosesnya dan tindakan-tindakan yang dapat diambil agar pertumbuhan yang lebih tinggi, bersih, dan lebih merata dapat dicapai.
Mantan Presiden Meksiko, Felipe Calderon, Ketua Kehormatan Komisi, mengatakan, ”Laporan ini lebih dari sekadar Laporan. Laporan ini adalah manifesto bagaimana kita dapat mewujudkan pertumbuhan dan iklim yang lebih baik. Inilah saatnya kita menetapkan peraturan, berinovasi, mengatur, dan berinvestasi untuk mewujudkan dunia yang lebih adil, aman, dan berkelanjutan.”