Menjaga Momentum Perbaikan Transportasi Kota
Selama Asian Games ke-18, antusiasme warga menggunakan angkutan umum semakin meningkat. Tren positif ini terjadi karena pembatasan kendaraan pribadi.
Kemacetan di Jakarta sempat mencemaskan panitia penyelenggara Asian Games ke-18. Waktu tempuh dari Wisma Atlet ke sejumlah arena laga melebihi ketentuan Komite Olimpiade Asia. Ternyata dengan pembatasan kendaraan pribadi dan kebijakan pendukung lain, kekhawatiran itu tidak terjadi.
Perluasan pembatasan kendaraan yang berlaku sejak Agustus dan diperpanjang hingga 13 Oktober telah mendorong warga menggunakan angkutan umum, sebagaimana yang terjadi saat puluhan orang antrean di halte pengumpan bus transjakarta Palmerah, Sabtu (1/9/2018) siang.
Mereka adalah penumpang yang baru beralih dari kereta rel listrik ke bus transjakarta menuju kawasan Gelora Bung Karno. Mereka tak mau repot membawa kendaraan pribadi. Selain ada pembatasan di 13 ruas jalan, layanan angkutan umum cukup dapat diandalkan saat itu.
Karena alasan itulah, Masykur Sukmanegara (33) ikut mengantre di antara puluhan orang di halte itu. Menurutnya, layanan transjakarta sangat membantu karena rutenya jelas. “Jadi, saya sama keluarga tinggal duduk manis,” kata Masykur di tengah antrean.
Antusiasme mereka menguatkan data Pemerintah Provinsi DKI yang menyebut terjadi peningkatan penumpang transjakarta hingga 40 persen. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihartono mengatakan pembatasan kendaraan harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat warga pada angkutan umum.
Karena itu, perlu ada upaya jemput bola misalnya dengan menambah jangkauan trayek Perusahaan Umum PPD. Begitu pun dengan penambahan trayek bus bandara seperti bus bandara Jabodetabek Airport Connexion jurusan Intermark BSD – Bandara Soekarno – Hatta.
Langkah-langkah itu didukung Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. Menurut Airin, kemacetan di Tangerang Selatan akan bertambah kalau tidak ada penambahan angkutan massal. Tidak hanya di pinggiran Jakarta, namun kelancaran lalu lintas juga terlihat di dalam kota selama Asian Games berlangsung.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat di ruas-ruas jalan tempat pembatasan kendaraan, kecepatan kendaraan meningkat menjadi 37 persen dengan waktu tempuh rata-rata menurun sekitar 23 persen. Meskipun di beberapa ruas alternatif terjadi penurunan kecepatan kendaraan, kepadatan lalu lintas di ruas itu hanya 2-3 persen.
Secara keseluruhan, di 41 ruas jalan di Jakarta terjadi penurunan waktu tempuh perjalanan rata-rata sekitar 26 persen. “Artinya kebijakan ini berdampak dalam meningkatkan kecepatan kendaraan di ruas-ruas jalan lain di luar jalan yang diberlakukan aturan ini,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansah.
Mengkaji
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum dapat memastikan apakah perubahan perilaku warga itu bersifat sementara atau tidak. Karena itu, tim Pemprov DKI sedang mengkaji pembatasan kendaraan ini untuk jangka panjang. Anies tidak ingin, perpanjangan pembatasan kendaraan secara permanen ini justru mendorong orang menambah kendaraan baru.
"Karena itu kami akan kaji lebih jauh, jangan sampai kebijakan ini justru membuat kendaraan di Jakarta jumlahnya lebih banyak karena ganjil genap yang sifatnya permanen,” katanya.
Sementara ini, Pemprov DKI lebih fokus untuk meningkatkan mutu pelayanan angkutan umum agar lebih diminati warga. Menurut Anies, langkah ini lebih penting agar warga merasa nyaman menggunakan angkutan umum dengan harga terjangkau.
Pandangan berbeda disampaikan Wakil Direktur Institute for Transportation and Development Policy Indonesia Faela Sufa. Dia menginginkan pembatasan kendaraan pribadi diberlakukan permanen. Pembatasan kendaraan pribadi dinilai menjadi kunci keberhasilan mengalihkan warga ke transportasi umum massal.
“Seluruh kota-kota besar di dunia melakukan kebijakan pembatasan ini setiap kali akan mulai mengalihkan masyarakat ke transportasi umum,” katanya.
Sementara itu, Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas memandang perluasan dan perpanjangan pembatasan kendaraan dapat dipakai untuk menegakkan peraturan daerah (Perda) bidang transportasi. Ketentuan yang dimaksud adalah Perda Nomor 5/2014 tentang Transportasi dan Perda Nomor 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
Perda mengatur tentang besarnya penggunaan angkutan umum bagi warga di wilayah DKI Jakarta sebesar 60 persen pada 2030. Besaran angka itu, saat ini baru berkisar 25 persen. “Ini momentum untuk mendorong percepatan naik angkutan umum,” kata Dharmaningtyas.
Lingkungan
Di luar hal itu, peningkatan penggunaan angkutan umum memicu peningkatan kualitas udara di Jakarta. Udara di Jakarta terasa lebih segar saat warga banyak yang meninggalkan kendaraan pribadi.
Lebih dari itu, jika momentum ini dapat berlanjut ke hal lain sejalan dengan pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032. Rencana ini bisa jadi kesempatan Pemprov DKI untuk menambah rumah terbuka hijau (RTH) di Jakarta.
Pemerhati lansekap kota Nirwono Joga berpendapat lahan-lahan untuk kebutuhan olimpiade bisa sekaligus jadi RTH. Contohnya, membangun jalur hijau bantaran kali sekaligus dimanfaatkan untuk pertandingan lari atlet.
Menambah area RTH sudah dilakukan China saat menghelat Olimpiade 2008 di Beijing dan Inggris dalam Olimpiade 2012 di London. Pemerintah di dua kota itu menggarap lahan-lahan telantar yang sudah tidak berfungsi lagi untuk menjadi RTH berupa sarana olahraga. “Di satu pihak mereka serius menuju olimpiade, di pihak lain menambah fasilitas berbasis lingkungan,” ujar dia.
Saat ini, menurut catatan Nirwono, RTH di Jakarta 9,98 persen dari luas wilayah. Selama 18 tahun, kenaikan persentase RTH hanya 0,98 persen, dari 9 persen pada tahun 2000. Artinya, RTH bertambah luas hanya satu persen terhadap luas daratan Jakarta selama 18 tahun.
Padahal menuju 2030 mesti bertambah setidaknya satu persen per tahun. Dengan luas daratan 66.401 hektar (ha), berarti DKI Jakarta membutuhkan tambahan 650 ha RTH atau setara 192 RTH Kalijodo per tahun hingga 2030. (Ingki Rinaldi/ Insan Alfajri/ Erika Kurnia)