JAKARTA, KOMPAS - Mahkamah Konstitusi memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sampang untuk mengelar pemungutan suara ulang paling lama 60 hari terhitung sejak Rabu (5/9/2018). Perintah pemungutan suara ulang itu dijatuhkan karena MK menilai Pilkada Sampang 2018 lalu didasarkan pada daftar pemilih tetap yang tidak valid dan logis.
Putusan itu menjawab permohonan sengketa hasil pilkada yang diajukan pasangan calon Hermanto Subaidi-Suparto. Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman itu, MK menyatakan bahwa rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan bupati dan wakil bupati Sampang, Madura, tidak sah.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim Konstitusi, Suhartoyo, mengatakan, MK menemukan fakta ada ketidakakuratan serta tidak validnya data yang digunakan KPU Kabupaten Sampang dalam menentukan DPT Pilkada Sampang 2018. KPU bukan menggunakan data penduduk potensial pemilih pemilu atau DP4 (662.673 jiwa) yang bersumber dari data penduduk yang ditetapkan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Namun, KPU Sampang menggunakan data jumlah DPT Pemilu Presiden 2014 yang kemudian disesuaikan dengan perkembangan kependudukan terkini sehingga diperoleh DPT Pilkada 2018 sebanyak 803.499 jiwa. Adapun jumlah penduduk Sampang adalah 844.872 jiwa.
MK, kata Suhartoyo, menilai hasil penyusunan DPT oleh KPU Kabupaten Sampang itu tidak dapat diterima validitasnya karena tidak logis dan janggal. Sebab, dengan jumlah DPT itu, berarti jumlah pemilih tetap di Kabupaten Sampang sebanyak 95 persen dari jumlah penduduk.
”Dengan kata lain, penduduk Kabupaten Sampang sebanyak 95 persen adalah berusia dewasa. Hal itu sulit diterima akal, terlebih apabila dikaitkan dengan rasio jumlah penduduk dalam suatu daerah antara yang berusia dewasa dan belum dewasa tidak sesuai dengan struktur demografi penduduk Indonesia pada umumnya,” ujar Suhartoyo.
Sebelum pemungutan suara ulang digelar, MK meminta KPU Sampang untuk memperbaiki DPT terlebih dulu. KPU RI diminta untuk menyupervisi pelaksanaan pemungutan suara, sementara Bawaslu diminta melakukan pengawasan ketat.
Maluku Utara
Selain menggelar sidang pengucapan putusan, MK juga melanjutkan sidang pemeriksaan perkara sengketa hasil Pilkada Maluku Utara. Pasangan calon nomor urut 3, Abdul Gani Kasuba-M Al Yasin Ali, mendalilkan ada enam desa di Jailolo Timur, Kabupaten Halmahera Utara, yang belum menyelenggarakan pemungutan suara pada 27 Juni lalu. Keenam desa itu adalah Desa Bobaneigo, Paser Putih, Tatewang, Akelamo Kao, Gamsugi, dan Dumdum.
Menurut pemohon, warga di enam desa itu enggan menggunakan hak pilihnya karena lokasi pemungutan suara tidak sesuai dengan domisili yang tercantum pada kartu tanda penduduk (KTP) mereka. Mereka berdomisili di Halmahera Barat, tetapi mereka dimasukkan ke dalam DPT di Halmahera Utara.
Namun, Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arief Fakrulloh menjelaskan, enam desa tersebut masuk dalam administrasi wilayah Halmahera Utara. Hal itu telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 yang menjadi dasar pemekaran Halmahera Utara dan Halmahera Barat.