MAGELANG, KOMPAS — Para perajin tahu di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, saat ini mulai memperkecil ukuran dan menaikkan harga jual produknya. Upaya ini dilakukan setelah pelemahan nilai rupiah terhadap dollar AS berimbas pada kenaikan harga kedelai impor yang menjadi bahan baku mereka.
Kamdani, ketua kelompok perajin tahu Sumber Rejeki di Desa Tajungsari, Kecamatan Borobudur, mengatakan, harga kedelai impor yang semula Rp 7.200 per kilogram (kg) kini naik menjadi Rp 7.700 per kg. Hal ini mengguncang kegiatan perekonomian 68 perajin tahu di Desa Tanjungsari.
”Agar tetap bisa menjalankan kegiatan produksi, rata-rata perajin akhirnya berupaya menaikkan harga produk tahu yang dijualnya,” ujarnya, Kamis (6/9/2018). Desa Tanjungsari adalah sentra perajin tahu di Kecamatan Borobudur.
Hal ini, menurut dia, terpaksa dilakukan karena perajin tahu masih tetap bergantung pada kedelai impor dari Amerika. Mereka tidak bisa beralih pada kedelai lokal karena produk kedelai lokal yang dijual di pasaran tidak tersortir dengan baik dan tidak bisa disimpan sebagai stok selama lebih dari tiga hari.
Perajin tahu putih dan keripik tahu di Desa Tanjungsari, Yumyati, juga mengungkapkan hal serupa.
”Menyesuaikan dengan kenaikan harga kedelai, selama empat bulan ini, kami terpaksa menaikkan harga secara bertahap,” ujarnya.
Keripik tahu, misalnya, semula dijual Rp 60.000 per kemasan 1 kg. Kemudian, mengikuti kenaikan harga kedelai, harga keripik dinaikkan menjadi Rp 62.000 per kg dan saat ini menjadi Rp 65.000 per kg.
Untuk tahu sayur, harga satu kotak tahu yang semula Rp 20.000 naik menjadi Rp 22.000 per kotak dan terakhir menjadi Rp 25.000 per kotak.
Untuk penjualan eceran, ukuran tahu kini semakin diperkecil. Jika sebelumnya satu kotak diiris menjadi 70 keping, sekarang diiris menjadi 75 keping.
Kenaikan harga ini kian memukul perajin tahu. Sebab, pada musim kemarau seperti sekarang, para perajin tahu di Kecamatan Borobudur tidak bisa berproduksi dan meraih keuntungan optimal karena terkendala kesulitan air.
Assidiq, salah seorang perajin, mengatakan, demi menyesuaikan pasokan air yang terus menyusut pada musim kemarau, dia mengurangi volume produksi dan penggunaan bahan baku yang sebelumnya 4 kuintal per hari kini hanya berkisar 2,5-3 kuintal per hari.