Pertemuan Tahunan IMF Jadi Momentum Perkuat Stabilitas Moneter
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia akan mengoptimalkan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali pada 9-15 Oktober 2018 untuk perkuat kerja sama bilateral. Momentum ini dimanfaatkan untuk membahas kesepakatan ekonomi Indonesia dengan sejumlah negara.
Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi memastikan pertemuan ini akan dihadiri banyak pemimpin lembaga internasional dan kepala bank sentral dari 189 negara yang hadir.
Dalam rangkaian pertemuan nanti, BI akan melakukan pembahasan kerja sama bilateral swap arrangement (BSA) dengan Bank of Japan (BoJ).
BSA merupakan kerja sama pertukaran cadangan devisa dollar Amerika Serikat (AS) antara Jepang dan Indonesia. Tujuannya untuk mengatasi kesulitan likuiditas akibat permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.
”Jepang sudah perpanjang bilateral agreement dengan Indonesia. Dalam momentum di Bali nanti, kedua gubernur bank sentral akan menyepakatinya,” ujar Doddy di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Lewat kerja sama BSA dengan Jepang ini, BI punya ruang untuk menarik devisa senilai 22,76 miliar dollar AS. Hingga saat ini, Indonesia belum memanfaatkan fasilitas tersebut.
Selain dengan Jepang, BI juga sedang memperpanjang kerja sama bilateral local currency swap agreement (BCSA) dengan bank sentral Australia atau Reserve Bank of Australia.
Dalam kesepakatan sebelumnya, perjanjian kerja sama BCSA yang berlaku efektif selama tiga tahun ini memungkinkan swap mata uang lokal di antara kedua bank sentral senilai 10 miliar dolar Australia atau Rp 100 triliun.
”Kami juga sedang menjajaki kerja sama bilateral dengan satu negara lain. Mudah-mudahan ada kesepakatan dalam finalisasi,” kata Doddy.
Pertemuan IMF-Bank Dunia ini juga akan membahas seputar kebijakan moneter di negara maju dan dampaknya terhadap negara yang pasarnya tengah berkembang, seperti ASEAN. Termasuk di dalamnya mengenai penguatan dollar AS terhadap mata uang di negara berkembang.
Pada kesempatan itu, para pemimpin bank sentral akan membahas dampak ekonomi digital, khususnya di sektor keuangan. ”Kami juga ingatkan, kalau ekonomi digital tidak didukung kesiapan yang baik dari infrastruktur, hukum, dan yang lain bisa berdampak negatif ke ekonomi,” katanya.
Selain itu, perkembangan ekonomi berbasis syariah dan pembiayaan infrastruktur juga akan dibahas dalam pertemuan tersebut. ”Indonesia sedang gencar membangun infrastruktur. Pemerintah perlu masukan soal sumber pembiayaan dari swasta,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menilai kerja sama bilateral swap agreement merupakan garis pertahanan kedua dari Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas kurs nilai tukar rupiah.
Pada tingkat regional, Indonesia bekerja sama dengan seluruh negara ASEAN, ditambah tiga negara, yaitu Jepang, Korea Selatan, dan China, bernama Chiang Mai Initiative Multilateralization. Fasilitas penarikan dana ini mencapai 22,76 miliar dollar AS.
Namun, David mengingatkan, apabila cadangan devisa terus digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, diperkirakan data cadangan devisa pada akhir tahun akan terus merosot. ”Apalagi, kenaikan suku bunga acuan AS diperkirakan masih akan terjadi dua kali lagi hingga akhir tahun ini,” ujarnya.
David menjelaskan, setiap bulan Indonesia melakukan impor dengan menghabiskan devisa sedikitnya 18 miliar dollar AS. Pemberlauan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor baru mampu menghemat devisa setidaknya 3 miliar dollar AS per bulan.
Cadangan devisa Indonesia pada Juli 2018 berada di level 118,3 miliar dollar AS. Artinya, total penurunan cadangan devisa sejak awal tahun hingga Juli 2018 telah mencapai 11,9 miliar dollar AS.
”Diharapkan posisi cadangan devisa tidak tergerus hingga berada di bawah 80 miliar dolar AS pada akhir tahun 2018,” kata David.