Redam Pelemahan Rupiah, Pemerintah dan Pelaku Usaha Harus Lebih Solid
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah dan Bank Indonesia memang telah melakukan sejumlah cara untuk meredam depresiasi rupiah. Namun, sejumlah pihak menilai masih ada beberapa cara yang perlu dilakukan pemerintah untuk membuat nilai tukar rupiah kembali stabil.
Cara-cara yang masih bisa ditempuh antara lain mengembalikan kepercayaan pasar dan mempertahankan devisa hasil ekspor dengan merevisi Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Heri Gunawan, Kamis (6/9/2018), mengakui pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan sejumlah upaya untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah. Namun, Heri merasa semua itu belum optimal dilakukan.
Heri menyarankan pemerintah untuk lebih solid dalam menghadapi persoalan depresiasi rupiah. Ia mencontohkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang didukung rakyatnya, tetapi ekonomi Turki tetap jeblok karena pasar menangkap sentimen negatif.
Pemerintah Indonesia harus memulihkan kepercayaan pasar dengan tidak membuat kebijakan yang bertolak belakang. Heri menyebut, pemerintah masih belum solid. Hal itu, kata dia, ditunjukkan dengan keputusan pemerintah mengeluarkan izin impor, tetapi di kementerian lain menyatakan hal yang sebaliknya.
"Maka harus ada kerja sama dan sinergitas antarkementerian dan lembaga. Jangan saling bertolak belakang karena akan membuat pasar tidak percaya lagi," kata Heri di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
Di sisi lain, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menyebut pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan upaya serius dan sungguh-sungguh agar pelemahan rupiah tidak berlanjut lebih dalam. Pemerintah telah berupaya menekan impor dengan menerbitkan aturan agar substitusi barang impor bisa dilakukan.
Upaya-upaya itu, katanya, tidak bisa dilakukan pemerintah saja tapi juga harus didukung dunia industri.
"Pemerintah juga membangun kepercayaan pasar dengan terus membayar surat utang dan sebagainya," ucap Misbakhun.
Misbakhun percaya pemerintah belum habis dan masih memiliki sejumlah opsi untuk membuat nilai tukar rupiah kembali stabil. Cara itu salah satunya dengan mempertimbangkan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
Dengan merevisi UU itu, pemerintah bisa menambahkan kewajiban devisa hasil ekspor ditahan di bank dalam negeri. Dengan demikian, devisa hasil ekspor tidak langsung berpindah ke bank-bank yang ada di luar negeri.
Menahan devisa di dalam negeri dan mengonversinya menjadi rupiah penting untuk dilakukan karena hingaa Juni 2018, devisa hasil ekspor yang dihasilkan eksportir mencapai 69,88 miliar dollar AS. Dari jumlah tersebut, yang masuk ke perbankan dalam negeri sebesar 64,74 miliar dollar AS atau 92,6 persen. Adapun devisa hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah hanya 8,62 miliar dollar AS atau sebesar 13,3 persen (Kompas, 5 September 2018).
"Tapi tentunya pemerintah harus mengkaji secara seksama opsi itu," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi XI dari Fraksi Partai PDI-P Eva Kusuma Sundari menilai masalah inti pelemahan nilai tukar rupiah ada pada defisit transaksi berjalan Indonesia yang mencapai 3 persen dari produk domestik bruto.
Oleh sebab itu, Eva berpendapat pemerintah harus fokus memulihkan transaksi berjalan agar tidak defisit. Caranya dengan menaikkan ekspor, lalu kemudian menahan devisa hasil ekspor agar tidak berpindah ke luar negeri.
Tetap tenang
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta pasar untuk tetap tenang dan tidak khawatir terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Menurut Luhut, Indonesia tidak berada dalam krisis besar. Pemerintah telah berkoordinasi dengan sangat intens untuk menjaga rupiah tidak terdepresiasi terlalu dalam.
Fundamental ekonomi Indonesia pun, kata Luhut, masih cukup kuat. Hal itu tecermin dari pertumbuhan ekonomi pada semester I-2018 yang mencapai 5,27 persen. Inflasi juga masih terkendali di angka 3,2 persen pada Agustus 2018.
Namun, Luhut mengakui masih ada sejumlah pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk diselesaikan. Salah satunya adalah memangkas defisit transaksi berjalan.
Sejumlah langkah ditempuh pemerintah untuk membuat defisit transaksi berjalan tidak melebar, kebijakan seperti mandatori penggunaan biodiesel 20 dan menaikkan pajak penghasilan komoditas impor diharapkan mampu menekan impor.
Pemerintah juga mengupayakan tingkat kandungan lokal dalam negeri untuk industri. Langkah ini diperkirakan akan menghemat devisa hingga 2 miliar dollar AS hingga 3 miliar dollar AS. Kemudian, pemerintah mendorong sektor pariwisata agar bisa menggaet lebih banyak wisatawan mancanegara.
Infrastruktur penunjang pariwisata dibangun, antara lain bandara baru di Kulonprogo, Yogyakarta, yang berkapasitas hingga 15 juta penumpang. Diperkirakan akan ada tambahan 400 ribu wisatawan mancanegara tiba di Yogyakarta setelah bandara diresmikan.
"Kita harapkan sektor pariwisata bisa mendapatkan devisa 15 - 17 miliar dollar AS," ucap Luhut.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI menargetkan defisit transaksi berjalan bisa ditekan di kisaran 2,5 persen pada akhir 2018. Sedangkan pada 2019, Perry menargetkan defisit transaksi berjalan bisa turun menjadi 2 persen.