Kesadaran Warga Sikka Kian Tumbuh
Banyaknya kasus gigitan anjing dan kematian akibat rabies menumbuhkan kesadaran warga Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Mereka tergerak memutus penyebaran virus.
Harapannya, kematian pada manusia akibat penyakit anjing gila tak terjadi lagi.
”Mama, ahu noran ko?” Maria Evi menyapa seorang ibu yang berada di samping rumah, Kamis (6/9/2018). Dalam bahasa Maumere, Evi menanyakan apakah ibu itu punya anjing (ahu).
Evi, petugas kesehatan hewan Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, bersama Evensius Alxandro menyisir rumah demi rumah warga untuk memberikan vaksin antirabies pada anjing di Dusun Teteng, Desa Watugong, Kecamatan Alok Timur, Sikka. Mereka membawa 60 dosis vaksin.
Warga setempat tak asing dengan kehadiran Evi. Sejak Juli 2018, ia beberapa kali ke desa itu untuk memvaksinasi.
”Saya punya beberapa ekor anjing,” jawab Paskela Nona Tati (41) yang ditanya Evi.
Paskela pun menyerahkan satu per satu anjingnya kepada Alxandro yang menyiapkan jarum suntik. Ada lima ekor anjing dan dua ekor kucing milik Paskela yang divaksinasi. Kucing merupakan hewan penular rabies selain anjing, kera, dan kelelawar.
Paskela dan warga desanya antusias memvaksinasi anjing mereka setelah tersiar kabar seorang warga Sikka meninggal akibat rabies, yakni Euprasia L Glelo (5,5), warga Desa Baumekot, Kecamatan Hewokloang.
Euprasia digigit anjing pada Mei 2018, tetapi baru dibawa ke dokter dalam kondisi parah akhir Agustus. Korban meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah TC Hillers, Sabtu (1/9).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, kasus gigitan anjing di Sikka relatif tinggi, selama Januari-Juli 2018 tercatat ada 759 kasus. Perinciannya, Januari sebanyak 78 kasus, Februari 103 kasus, Maret 109 kasus, April 113 kasus, Mei 121 kasus, Juni 118 kasus, dan Juli 117 kasus.
Kasus rabies pertama kali dilaporkan di Flores-Lembata tahun 1997. Hingga 2017, tercatat 321 orang meninggal digigit anjing rabies. Kawasan ini meliputi sembilan kabupaten, yakni Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Kabupaten Lembata.
Di Flores-Lembata, tahun 2017 terjadi 9.000 kasus gigitan anjing. Sementara pada Januari-Juli 2018, gigitan anjing di kawasan tersebut ada 5.000 kasus, delapan di antaranya meninggal. Kasus tewas terjadi di Kabupaten Manggarai Timur, Nagekeo, Ende, Sikka, dan Kabupaten Lembata.
Setelah memvaksinasi hewan peliharaan Paskela, Evi dan Alxandro kembali menyisir rumah warga lain. Evi mencatat identitas warga, jenis kelamin hewan, serta meminta tanda tangan pemilik hewan. Alxandro bertugas memvaksinasi.
Keduanya petugas kesehatan hewan yang dikontrak Dinas Pertanian Sikka untuk memvaksinasi anjing dan hewan penular rabies lain dengan honor Rp 1,5 juta per bulan.
Mereka mendapat tugas memvaksinasi di Kecamatan Alok Timur yang meliputi tujuh desa dan kelurahan. Sejauh ini, mereka sudah menyisir lima kelurahan.
”Saat ini warga antusias. Mungkin ini dampak dari kabar kematian seorang warga di Baumekot akibat rabies. Mereka menjadi takut dan sadar akan bahaya rabies. Kini malah warga yang aktif minta Dinas Pertanian Sikka supaya memvaksinasi hewan peliharaan mereka,” tutur Evi.
Menolak karena khawatir
Evi mengatakan, sebelumnya warga menolak vaksinasi anjing dengan berbagai alasan, antara lain usia anjing masih kecil, takut anjing yang bunting mati kalau divaksinasi, dan beralasan anjingnya tidak ada di rumah.
Padahal, sejatinya anjing berusia lebih dari dua minggu dan sehat dapat divaksinasi. Demikian pula anjing bunting.
Rinelis (38), yang punya dua ekor anjing sedang bunting, hanya menyerahkan satu anjing untuk divaksinasi.
”Yang divaksin ini saja, yang sering keluar rumah sehingga rawan digigit anjing yang sakit (rabies). Kalau anjing satunya diikat terus, jadi aman tak perlu divaksin,” kata Rinelis.
Averus Afelinus (51), warga Watugong lain yang memvaksinasikan seekor anjing betinanya, punya persepsi serupa.
”Dulu saya pernah punya anjing sedang bunting, waktu divaksin malah lemas,” ucapnya.
Warga Sikka, dan umumnya warga Flores-Lembata, memelihara anjing untuk menjaga rumah, kebun, dikonsumsi sendiri, serta untuk dijual. Harga anjing dewasa Rp 400.000-Rp 500.000 per ekor.
Alxandro mengatakan, proses vaksinasi sering makan waktu lama. Warga umumnya tidak menyiapkan anjingnya sehingga anjing harus dicari atau ditangkap dulu. ”Padahal, sebelum melakukan vaksinasi di satu tempat, kami bersurat kepada lurah atau kepala desa supaya para ketua RT atau RW mendorong warganya menyiapkan hewan peliharaan untuk divaksinasi,” ujarnya.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Sikka Hengki Sali, proses vaksinasi belum optimal. Selain jumlah stok vaksin belum memadai jika dibandingkan dengan populasi anjing, tenaga petugas kesehatan hewan dan vaksinator juga kurang.
Populasi anjing di Sikka 54.000 ekor, tetapi vaksin yang diberikan pusat hanya 36.000 dosis. Biaya operasional vaksinasi hanya untuk 12.000 ekor anjing. Anggaran untuk upah vaksinator Rp 7.500 per ekor.
”Jumlah petugas kesehatan hewan di Sikka 41 orang (untuk menjangkau 21 kecamatan). Yang PNS hanya delapan orang, sisanya tenaga kontrak dari pusat, provinsi, dan kabupaten. Kami harus mengontrak lagi sekitar 60 tenaga vaksinator. Tahun ini kami mengusulkan anggaran APBD Perubahan Rp 60 juta untuk operasional vaksinasi 8.000 ekor anjing,” kata Hengki.
Sekretaris Komite Anti-Rabies Flores Lembata Asep Purnama mengingatkan pentingnya vaksinasi pada anjing untuk memutus penyebaran virus rabies.
”Kasus meninggalnya warga Baumekot dapat menjadi momentum untuk meningkatkan sosialisasi ke masyarakat akan bahaya rabies. Sosialisasi lebih ditekankan untuk memutus penyebaran virus rabies pada anjing melalui vaksin, juga untuk mengurangi risiko kematian pada manusia dengan meningkatkan kesadaran masyarakat,” ujarnya.