JAKARTA, KOMPAS – Melalui momen perayaan ulang tahun ke-24 Aliansi Jurnalis Independen, jurnalis diajak tetap independen ketika persaingan politik semakin panas mendekati saat pemilu. Dengan mempertahankan independensinya, pers Indonesia diharapkan semakin bermartabat dan mampu membantu terwujudnya pemilu berkualitas.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan, mengajak para jurnalis menimbang dengan bijak jika hendak mengutarakan komentar melalui media sosial, Jumat (7/9/2018). Menurut dia, masyarakat kini bisa menilai citra seorang jurnalis dengan mudah lewat komentarnya di media sosial.
Abdul menilai, sikap independen seorang jurnalis kini makin penting di era yang sarat dengan berita hoaks dan ujaran kebencian. Tanpa pertimbangan yang matang saat berkomentar di media sosial, citra seorang jurnalis bisa rusak dengan mudah karena komentarnya diplintir.
Mantan Ketua Mahkamah Agung dan Mantan Ketua Dewan Pers, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran, Bagir Manan menilai, kualitas pers berperan penting menentukan kualitas demokrasi suatu bangsa. “Pelaksanaan pemilu yang berkualitas membutuhkan pers yang bermartabat,” kata Bagir.
Pelaksanaan pemilu yang berkualitas membutuhkan pers yang bermartabat
Bagir menyatakan, pemilu merupakan momen berharga, satu-satunya kesempatan nyata masyarakat mewujudkan kedaulatannya sebagai warga negara. Untuk itu, Bagir mengingatkan, kualitas penyelenggaran pemilu sangat perlu diperjuangkan.
Kualitas itu bisa diukur melalui tiga indikator, yaitu kualitas proses, kualitas hasil, dan kualitas sesudah. Kualitas proses pemilu bisa diukur dari cara para peserta bersaing memikat hati rakyat. Berita hoaks dan ujaran kebencian akan menjadi indikator buruk proses pemilu.
Sedangkan kualitas hasil, menurut Bagir, bisa diukur dari kesiapan para calon menerima kekalahan dengan lapang dada. “Sikap manusia demokratis itu siap memanggul tanggung jawab setelah menang, tetapi juga siap lapang dada bila harus kalah,” kata Bagir.
Sedangkan kualitas pascapemilu bisa dilihat dari suasana masyarakat setelah calon terpilih mulai memerintah. Menurut Bagir, kematangan demokrasi suatu bangsa ditunjukan dengan kemampuan masyarakat menciptakan suasana damai dan mendukung pemerintahan baru yang terpilih.
Jurnalisme vs media sosial
Selain independensi jurnalis saat momen pemilu, Bagir juga mengajak jurnalis kembali memaknai arti jurnalisme bermutu pada era saat media sosial menjadi keseharian mayoritas manusia. Ia meyakini, jurnalisme bermutu tak akan mati ditekan media sosial.
Bagir menjelaskan, bagaimana pun juga tren penggunaan media sosial memang tidak bisa dibendung. Media sosial tetap perlu dihargai sebagai suatu produk kebebasan berekspresi dan suatu produk teknologi.
Menurut Bagir, media sosial dan jurnalisme memiliki tempatnya masing-masing. “Jurnalisme yang bertanggung jawab akan tetap mendapatkan tempat di masyarakat karena ia berperan sebagai akal sehat yang menimbang, menilai, dan memaknai suatu dinamika hidup masyarakat itu,” ujar Bagir.
Hal itu dibuktikan sejumlah jurnalis dan lembaga kemasyarakatan yang malam ini dianugerahi penghargaan pada momen perayaan ulang tahun Aji itu. Pemenang Penghargaan Tasrif 2018 diberikan kepada organisasi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atas jasanya berjuang menangkal berita hoaks.
Adapun Penghargaan SK Trimurti 2018 diberikan kepada Devi Asmarani atas jasanya memperjuangkan hak perempuan. Yang terakhir, Penghargaan Udin 2018 diberikan kepada Tim BBC yang meliput kasus bencana kelaparan di Papua dan Tim Investigasi Tempo yang meliput perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. (PANDU WIYOGA)