Pemeriksaan Genetika untuk Pemetaan Pola Talasemia
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
Jumlah orang dengan talasemia terus meningkat dengan variasi berbeda di setiap etnis. Untuk mendukung pencegahan dan diagnosis penyakit genetika tersebut, pemetaan genetika perlu dilakukan.
SORONG, KOMPAS Talasemia atau kelainan sel darah merah termasuk penyakit genetik yang tinggi jumlah pengidapnya di Indonesia dengan variasi berbeda di setiap etnis. Pemetaan mutasi genetik penyebab kelainan tersebut penting untuk mendiagnosis penyakit ini.
”Pemetaan mutasi genetik terkait talasemia sudah kami lakukan di sejumlah daerah Indonesia sejak 15 tahun terakhir. Namun, data untuk Papua masih minim, padahal kemungkinan di sini amat tinggi prevalensinya,” kata Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Herawati Sudoyo Supolo di Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (6/9/2018).
Pemetaan mutasi genetik terkait talasemia sudah kami lakukan di sejumlah daerah Indonesia sejak 15 tahun terakhir. Namun, data untuk Papua masih minim, padahal kemungkinan di sini amat tinggi prevalensinya.
Untuk melengkapi pemetaan mutasi genetik di Indonesia, para peneliti Lembaga Eijkman melaksanakan pemeriksaan di Kota Sorong. Hal itu dilakukan bersama dengan Rumah Sakit Umum Sele Be Solu Kota Sorong.
Peneliti talasemia Lembaga Eijkman, Ita Margaretha Nainggolan, mengatakan, potensi talasemia di daerah endemis malaria tinggi. Hal itu disebabkan talasemia awalnya merupakan mutasi sel darah merah (hemoglobin) sebagai pertahanan terhadap parasit malaria.
Normalnya, hemoglobin yang berperan membawa oksigen ke seluruh tubuh memerlukan dua protein alfa dan dua protein beta. Kelainan protein alfa dikenal dengan talasemia alfa, sedangkan kelainan protein beta disebut talasemia beta. Untuk kasus parah, pengidap talasemia membutuhkan transfusi darah seumur hidup karena hemoglobinnya tak bekerja optimal.
Bermutasi
”Sejauh ini telah diketahui ada dua jenis mutasi hemoglobin yang dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan,” kata Ita. Mutasi genetik pasien talasemia memiliki pola berbeda sesuai etniknya. ”Karena itu, penting melihat etniknya dalam skrining (penapisan) talasemia. Di Indonesia, kami sudah banyak melakukan di daerah lain, tetap untuk Papua baru di Timika,” ujarnya.
Pengetahuan pola dan tipe talasemia di setiap etnis membantu penanganan dan deteksi dini talasemia lebih cepat. ”Dalam studi di Papua kali ini diharapkan ditemukan mutasi spesifik sebagai markah diagnostik talasemia di daerah ini. Jadi, manfaatnya untuk penanganan penyakit itu,” kata Herawati.
Pencegahan
Ita mengungkapkan, talasemia seharusnya mendapat perhatian serius karena dampaknya amat merugikan. Kenyataannya, jumlah penderita meningkat karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang talasemia.
Berdasarkan data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia, kasus talasemia mayor di Indonesia terus meningkat sejak lima tahun terakhir. Pada 2012 ada 4.896 kasus talasemia mayor dan pada 2017 terus meningkat menjadi 8.616 kasus.
Pengajar Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Pustika Amalia Wahidiyat, menjelaskan, talasemia ialah kelainan sel darah merah, diturunkan dari orangtua ke anak dan keturunannya.
Jika orangtua membawa sifat talasemia, kemungkinan lahir anak pembawa sifat talasemia 50 persen, anak sehat 25 persen, dan anak dengan talasemia mayor 25 persen. Jika salah satu orangtua membawa sifat, kemungkinan lahir anak sehat 50 persen dan 50 persen kemungkinan membawa sifat. Jika salah satu orangtua talasemia mayor, semua anak membawa sifat (Kompas, 9 Mei 2017).
Menurut Ita, penyakit genetis ini bisa dikurangi prevalensinya lewat pencegahan dini. Sebagai penyakit genetik, talasemia bisa diwariskan dari orangtua pembawa mutasi hemoglobin ini. ”Jika orangtuanya jadi pembawa talasemia, kemungkinan anaknya terkena talasemia tinggi. Jika salah satu orangtuanya, anaknya berpeluang jadi pembawa sifat,” katanya.
Oleh karena itu, pemeriksaan pasangan sebelum nikah amat penting. Tes darah bisa dilakukan untuk mendiagnosis talasemia. Untuk mengetahui tipe talasemia diderita, pasien harus menjalani tes DNA.