JAKARTA, KOMPAS- Proses pemberhentian 2.357 aparatur sipil negara yang menjadi terpidana perkara korupsi, yang ditargetkan selesai akhir tahun ini, mesti diusahakan dipercepat. Surat edaran kepada kepala daerah untuk memberhentikan ASN tersebut baru akan dibuat setelah rapat koordinasi untuk membahas teknis pemberhentian ASN itu dilakukan.
Rapat koordinasi ini akan melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Minggu depan, kami segera lakukan finalisasi,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kamis (6/9/2018).
Proses pemberhentian para ASN tersebut dapat diawali oleh BKN dengan membekukan proses promosi jabatan mereka melalui Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK). Dari 2.357 ASN yang menjadi terpidana korupsi, sebanyak 1.424 orang sudah dibekukan promosi jabatannya.
Setelah itu, Kemendagri serta Kemenpan dan RB dapat mengirim surat kepada kepala daerah untuk meminta mereka mengeluarkan surat keputusan pemberhentian ASN tersebut. Dengan surat keputusan itu, Kementerian Keuangan akan menghentikan gaji untuk ASN yang dimaksud.
Wakil Ketua Komisi II DPR Nihayatul Wafiroh meminta Kemendagri tegas menuntaskan pemberhentian ASN terpidana korupsi. ”Kasus ini menjadi kritik yang luar biasa bagi Kemendagri karena menunjukkan ada persoalan malaadministrasi. Pasalnya, kita terus menggaji orang yang tidak berhak mendapatkannya,” katanya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, pemberhentian 2.357 ASN itu harus lebih dipercepat. Tidak ada alasan untuk tetap mempertahankan para ASN itu. ”Jika pemerintah lambat menyelesaikan kasus ini, kerugian akan lebih besar. Kerugian tidak hanya terjadi terhadap keuangan negara, tetapi juga wibawa pemerintah. Pemerintah bisa dinilai tak tegas,” ujarnya.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Kemenpan dan RB Setiawan Wangsaatmaja menjanjikan pemberhentian ASN yang menjadi terpidana korupsi akan dilakukan secepatnya. Namun, semua harus dipastikan sesuai dengan undang-undang.
Menurut Kepala BKN Bima Haria Wibisana, ada sejumlah kendala sehingga belum semua ASN terpidana korupsi telah dibekukan proses promosi jabatan melalui SAPK. ”Ada (ASN) yang pindah lokasi dan datanya terus berkembang,” katanya.
Sejumlah ASN, lanjut Bima, juga berusaha menghindar dari pemberhentian dengan cara mengajukan pensiun dini saat masih menjalani proses di penegak hukum. Harapannya, mereka tetap mendapatkan dana pensiun. ASN yang diberhentikan dengan tidak hormat tidak akan memperoleh dana pensiun.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan jajaran pemerintah daerah diharapkan proaktif melaporkan jika ada informasi terpidana korupsi lain di luar 2.357 ASN tersebut. ”Proses validasi akan terus berjalan. Jika memang ada yang memiliki informasi, bisa segera disampaikan agar dapat dilakukan langkah lanjutan. Sesuai dengan pernyataan Mendagri sebelumnya, sanksi tegas dapat diberikan kepada kepala daerah sebagai PPK jika tidak memberhentikan para pegawai negeri sipil yang telah menjadi napi korupsi,” katanya.
Pencegahan
Pengawasan paling efektif untuk mencegah ASN melakukan korupsi, menurut Tjahjo, kembali kepada pejabat itu sendiri untuk menghindari area rawan korupsi. Dengan memperkenalkan PPK kepada KPK, PPK dapat menghindari area rawan korupsi.
Menurut Bima Haria Wibisana, untuk mencegah ASN melakukan korupsi, penegakan hukum harus lebih keras. Ini bukan masalah aturan, melainkan keengganan untuk melaksanakan aturan. Oleh karena itu, unsur pengawas internal pemerintah harus lebih aktif.