Sekitar 300 siswa SD tidak bisa belajar di sekolah akibat bau gas air mata masih amat mengganggu, Jumat (7/9/2018). Gas itu ditembakkan saat kerusuhan suporter sepak bola di Stadion Patriot Chandrabaga, Kamis malam.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
Para siswa SDN Kayuringin Jaya XVI, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, tidak bisa menahan tangis saat berkumpul di lapangan sekolah pada Jumat (7/9/2018) pagi. Seperti biasa, sebelum memasuki kelas, mereka terlebih dulu berkumpul di sana untuk membaca Al Quran bersama-sama. Namun, ada yang berbeda hari itu, mata mereka tiba-tiba saja terasa pedih, berubah menjadi perih, dan semakin perih. Air mata pun menetes satu per satu.
Para guru yang melihat tangisan massal itu kaget. Tak ada momen menyedihkan yang membuat mereka menangis seketika. Musabab tangisan baru diketahui, saat seorang siswa memegang tabung plastik berdiameter sekitar 5 sentimeter dan panjang 15 sentimeter.
Tabung itu mengeluarkan asap, seorang siswa yang penasaran pun sempat membukanya. Setelah dibuka, bubuk kuning yang ada di dalamnya tumpah. “Rupanya itu selongsong gas air mata,” kata Guru SDN Kayuringin Jaya XVI Wuri Handayani.
Melihat selongsong tersebut, para guru meminta seluruh murid untuk masuk ke kelas masing-masing. Mereka berharap, di dalam ruangan, efek gas air mata bisa berkurang. Kegiatan belajar mengajar pun segera dilanjutkan.
“Kami meminta anak-anak untuk mencuci muka, tetapi ternyata mata mereka tetap pedih,” kata Wuri. Oleh karena itu, kegiatan belajar berlangsung dengan pemandangan khas. Para siswa duduk dengan satu tangan memegangi mata yang memerah. Sesekali mereka menangis, lalu mengelap air matanya dengan tisu yang dibagikan guru.
Wuri mengatakan, kondisi tersebut berlangsung lebih dari satu jam. Kepala sekolah pun memutuskan untuk memulangkan sekitar 300 murid kelas I—VI pada pukul 09.00. Akibatnya, kegiatan belajar dan mengajar pun ditiadakan.
Selain berada di SDN Kayuringin XVI, selongsong gas air mata juga ada di rumah Nani Endang (71), warga Jalan Guntur Raya B2 Nomor 5, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, sejak Kamis (6/9/2018) malam. Rumah dan sekolah berada dalam posisi sejajar. Keduanya berseberangan dengan Pintu Barat Stadion Patriot Chandrabaga.
Malam itu, Nani melihat kerusuhan di depan rumahnya. Oknum suporter yang tidak memiliki tiket untuk menyaksikan pertandingan sepak bola Persija melawan Selangor FA di Stadion Patriot Chandrabaga memaksa masuk lewat pintu barat. Saat laga memasuki menit ke-73 hingga peluit akhir ditiup, mereka berusaha untuk menjebol halauan aparat keamanan dengan mendorong serta melempar batu. Tidak hanya mengenai aparat keamanan, lemparan batu juga menyasar loket pembelian tiket, sehingga sebagian kaca loket pecah.
Rumah warga
Kepala Subbagian Humas Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Erna Ruswing Andari mengatakan, untuk membubarkan massa, aparat menembakkan gas air mata. Namun, karena lokasi kerusuhan yang berada tepat di depan areal permukiman, beberapa selongsong pun jatuh ke rumah warga. Tidak ada korban jiwa dalam kerusuhan tersebut.
Nani mengatakan, empat selongsong gas air mata masuk ke rumahnya. Sebanyak dua di halaman depan, satu di atap, dan satu selongsong di dapur. Rumahnya yang tengah direnovasi memang menyisakan beberapa lubang di atap.
“Ketika saya sedang di dapur, tiba-tiba ada benda seperti bom yang jatuh, meledak, lalu mengeluarkan asap,” kata Nani. Asap itu pun segera memenuhi rumah yang luasnya tak lebih dari 100 meter persegi tersebut. Tidak hanya mata yang pedih, Nani, suami, anak, dan tiga cucunya pun sesak napas.
Mereka menghirup udara dari persediaan tabung oksigen yang ada di rumahnya secara bergantian. Nani pun mengambil langkah cepat untuk melindungi cucu-cucunya, ia memakaikan lap basah di hidung serta mengoleskan pasta gigi di sekitar mata mereka.
“Hampir 20 menit kami terjebak dalam rumah yang dipenuhi gas air mata,” ujar Nani. Bagi mereka, situasi semakin mencekam karena hampir tak kuat bertahan di dalam rumah, tetapi tidak mungkin pula keluar karena kerusuhan ada di depan mata. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah memotret kondisi itu lalu mengirimkannya kepada para tetangga melalui pesan daring untuk meminta pertolongan.
Ketika pertolongan datang, anak Nani, Sekar Putri Seruning Tanjung (40), tumbang. Ia dilarikan ke instalasi gawat darurat RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi. Ia harus dirawat inap semalaman. Sementara itu, cucu-cucu Nani yang masih berusia 10 tahun mengalami trauma, mereka begitu ketakutan saat terjadi kerusuhan di depan rumahya.
Efek gas air mata di rumah Nani masih bertahan hingga Jumat siang. Saat memasuki kediamannya, seketika mata dan hidung menjadi perih. Tenggorokan pun terasa sakit.
Menurut Erna, efek dari gas air mata semestinya sudah hilang 15 menit setelah ditembakkan. Jika ditemukan efek tersebut masih bersisa di rumah warga, pihaknya akan datang untuk memberikan pertolongan.
Kecewa
Nani mengatakan, sikap oknum suporter yang memaksa masuk stadion tanpa tiket amat mengecewakan. Sebab, perilaku suporter sudah menjadi tertib selama pertandingan sepak bola Asian Games digelar di Stadion Patriot Chandrabaga. Namun, perilaku tersebut sudah berubah, hanya dalam waktu satu minggu.
Efeknya pun tidak hanya menimbulkan kecemasan dan ketakutan, tetapi juga mengancam nyawa seseorang. “Saya berharap, para suporter bisa lebih tertib dan bijak, sehingga pertandingan bisa berjalan aman,” kata dia.