Polri membuka kemungkinan mengusut kembali kasus pembunuhan Munir yang terjadi 14 tahun lalu, selama ada fakta dan bukti baru.
JAKARTA, KOMPAS - Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI masih membuka kemungkinan untuk mengusut kembali kasus pembunuhan penggiat Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib yang meninggal karena diracun pada 14 tahun lalu. Penyidikan itu akan dilakukan jika ada fakta dan bukti baru terhadap kasus yang oleh Presiden (saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono, pernah disebut sebagai ujian sejarah kita.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan, penyidik kepolisian sejak 2004 telah merampungkan proses hukum untuk empat orang, salah satunya Pollycarpus Budihari Priyanto yang telah menyelesaikan masa hukuman penjara, 28 Agustus lalu. Meski demikian, Arief menekankan, penanganan kasus pembunuhan Munir tidak dinyatakan berakhir meski penyidikan sebelumnya telah selesai. Oleh karena itu, meskipun peristiwa itu telah berlangsung 14 tahun lalu, kehadiran fakta dan alat bukti baru bisa membuka kembali penyelidikan kasus itu.
“Kami tidak pernah membuka dan menutup. Jadi, kasus ini ada kemungkinan masih berjalan kalau ditemukan bukti dan fakta hukum baru untuk pengembangan kasus,” ujar Arief, Jumat (7/9/2018), di Markas Besar Polri, Jakarta. Arief merupakan salah satu anggota tim penyidik Polri kasus pembunuhan Munir.
Namun untuk membuka penyidikan baru dari kasus itu, lanjut Arief, tidak bisa hanya berdasarkan fakta persidangan empat orang yang telah diproses hukum dalam perkara ini. Penyidik Polri akan mencari fakta dan dasar hukum baru dari kasus pembunuhan Munir.
Arief juga memastikan, penanganan kasus Munir tidak terpengaruh dengan tekanan politik. “Penanganan kasus itu murni berdasarkan hukum. Kita tidak akan menunggu (barang bukti baru), tetapi kita juga akan mencari,” katanya. Arief.
Didukung
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al Rahab, mengatakan, penyidikan kasus Munir merupakan kewenangan polisi. Komnas HAM akan mendukung apabila polisi mau menindak lanjuti kasus Munir.
“Sekarang bolanya ada di polisi. Jika polisi sebagai penyelidik dan penyidik merasa dari berkas Munir masih ada yang belum tuntas, silahkan dituntaskan. Dalam hal ini, polisi yang akan menentukan siapa lagi yang bertanggung jawab. Komnas HAM pun akan mengawasi proses itu,” kata Amiruddin.
Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani menegaskan, komitmen keriusan pemerintah, untuk mengungkap dalang pembunuhan Munir cenderung masih sekedar janji dan belum menunjukkan bukti nyata. Ketidakjelasan keberadaan dokumen penyelidikan tim pencari fakta atas meninggalnya Munir menjadi salah satu bukti.
Keriusan pemerintah untuk mengungkap dalang pembunuhan Munir cenderung masih sekedar janji dan belum menunjukkan bukti nyata. Ketidakjelasan keberadaan dokumen penyelidikan tim pencari fakta atas meninggalnya Munir menjadi salah satu bukti.
Menurut Yati, pertimbangan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait persidangan Pollycarpus pada tahun 2005 bisa menjadi pintu masuk penyidikan baru kasus ini. Sejumlah pertimbangan itu, di antaranya, Pollycarpus melakukan kejahatan pembunuhan berencana dan pemalsuan surat dalam turut serta dalam perbuatan tindak pidana.
Kemudian, majelis hakim juga menyebut adanya hubungan komunikasi telepon Pollycarpus dengan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara, Muchdi Purwoprandjono. Muchdi pernah diprose shukum dalam perkara ini, namun kemudian divonis bebas pada tahun 2008.
“Kabareskrim harus menindaklanjuti hasil rekomendasi tim TPF melalui pendalaman fakta persidangan dalam berkas Pollycarpus. Presiden Joko Widodo dan Kepala Polri juga harus memberikan dukungan nyata dan kuat. Dukungan politik dari Presiden yang akan menentukan sejauh mana pengungkapan kasus ini,” tutur Yati. (Sharon Patricia)