JAKARTA, KOMPAS Partai politik bertanggungjawab terhadap atas terjadinya korupsi massal yang dilakukan para anggora Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai daerah. Salah satu bentuk tanggung jawab itu, kini dapat dilakukan parpol dengan tidak mencalonkan mantan narapidana perkara korupsi untuk menjadi anggota legislatif di Pemilu 2019.
Setelah 41 anggota DPRD Kota Malang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kesaksian dalam persidangan juga membuka kemungkinan seluruh anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 turut menerima uang ketok palu untuk pengesahan APBD provinsi itu.
Sebelumnya, 50 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2014-2019 dan periode 2009-2014 juga diproses hukum KPK. Pada 2015, KPK juga memproses hukum 10 anggota DPRD Kabupaten Musi Banyuasin periode 2014-2019.
“Kenyataan itu membuktikan politik Indonesia sebatas demokrasi prosedural dan melandaskan diri pada hak politik belaka. Politik dan demokrasi mengabaikan nilai dan moralitas bangsa yang hidup di negeri ini yang berbasis pada agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Ironisnya, parpol yang menjadi asal para anggota legislatif, terkesan kurang bertanggung jawab dengan masalah ini. Hal itu terlihat dari sejumlah parpol yang tetap mengusung sejumlah mantan narapidana korupsi jadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) di Pemilu 2019. Parpol juga tidak melarang para bacaleg tersebut mengajukan sengketa ke Bawaslu karena namanya dicoret oleh KPU. Padahal, parpol sudah menandatangani pakta integritas untuk tidak mengusung mantan narapidana perkara korupsi menjadi bacaleg.
Ironisnya, lanjut Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengabulkan sejumlah sengketa yang diajukan bacaleg mantan napi korupsi karena namanya dicoret KPU dari daftar bacaleg.
Catatan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, hingga kemarin, setidaknya ada 24 putusan Bawaslu di 22 daerah yang meloloskan 29 bacaleg bekas napi perkara korupsi.
Menunda
Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan, KPU telah menyurati seluruh KPU tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Isi surat itu adalah mentaati hasil ajudikasi antara KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait penundaan pencalonan bacaleg bekas napi perkara korupsi, bandar narkoba, dan pelecehan seksual anak.
Dalam pertemuan antara DKPP, KPU dan Bawaslu, dihasilkan dua opsi terkait bacaleg bekas napi korupsi yang diloloskan Bawaslu di daerah. Pertama, DKPP akan menyurati Mahkamah Agung untuk segera mengeluarkan putusan terkait uji materi Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif, sebelum daftar calon tetap ditetapkan 20 September 2018. Kedua, KPU dan Bawaslu akan melakukan pendekatan ke parpol untuk mentaati pakta integritas yang telah ditandatangani terkait tidak mencalonkan eks napi.
Viryan juga menuturkan, pada Kamis lalu, KPU telah menyurati pimpinan parpol untuk mentaati pakta integritas yang sudah ditandatangani, terutama dalam penyusunan bacaleg untuk tingkat DPRD.