AS dan Negara Kaya Dituduh Ingkari Kesepakatan Paris
Oleh
MYRNA RATNA
·3 menit baca
BANGKOK, MINGGU — Negara-negara berkembang menuduh Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat telah mengacaukan kesepakatan yang berupaya mencegah pemanasan global.
Tuduhan itu muncul dalam pertemuan para ahli lingkungan yang berlangsung di Bangkok, Minggu (9/9/2018). Pertemuan itu berupaya menghasilkan aturan komprehensif untuk mengimplementasikan Kesepakatan Paris terkait perubahan iklim. Hasil pertemuan akan diajukan pada KTT Iklim di San Francisco, AS, 12-14 September.
Mereka yang hadir dalam pertemuan ini di antaranya adalah sejumlah negara miskin dan negara kecil yang masa depannya sangat tergantung dari penanganan global perubahan iklim. Mereka menuduh AS dan negara-negara Barat gagal menepati komitmennya untuk mengeluarkan anggaran hijau.
”Negara-negara maju bertanggung jawab atas emisi karbon terbesar di dunia, dan banyak di antara negara-negara ini yang menjadi kaya akibat produksi bahan bakar fosil,” kata Amjad Abdulla, juru runding yang mewakili negara-negara kepulauan.
”Padahal, kami saat ini menghadapi dampak perubahan iklim yang luar biasa, bahkan sejumlah negara bisa hilang selamanya akibat terus naiknya permukaan laut jika Kesepakatan Paris tidak mengalami kemajuan di akhir tahun ini,” kata Abdulla lagi.
Kesepakatan Paris 2015 bertujuan untuk membatasi kenaikan temperatur global sampai kurang dari 2 derajat celsius dan sebisa mungkin mencapai 1,5 derajat celsius pada akhir abad ini. Untuk mencapai itu, negara-negara maju sepakat membuat komitmen, antara lain menggalang dana 100 miliar dollar AS untuk membantu negara-negara berkembang melakukan kebijakan hijau.
Namun, AS dan sejumlah negara maju menginginkan fleksibilitas dalam pengeluaran anggaran itu. Sementara negara-negara berkembang menginginkan penganggaran yang lebih jelas dan bisa diprediksi untuk melawan dampak perubahan iklim.
Delegasi dari negara-negara Afrika kepada AFP mengatakan, AS dan negara-negara kaya lainnya mengingkari janji-janji yang sudah disepakati di Paris dengan menolak membicarakan masa depan pembiayaan perubahan iklim. ”Kita seperti harus memulai lagi dari awal,” ujar sumber di Bangkok itu.
Unjuk rasa
Sekitar 20.000 orang berdemonstrasi di Paris sebagai bagian dari mobilisasi internasional untuk menunjukkan dukungan terhadap KTT Iklim di San Francisco. Mereka menuntut segera diberlakukannya langkah-langkah darurat untuk melawan perubahan iklim. Demonstrasi bertajuk ”Bangkit untuk Iklim” itu juga berlangsung di sejumlah kota di dunia.
Surat kabar Perancis, Liberation, menuliskan imbauan dari 700 ilmuwan Perancis kepada pemerintahan Emmanuel Macron untuk bergerak dari sekadar ”bicara” menjadi langkah nyata, yaitu mewujudkan masyarakat bebas karbon.
Para ilmuwan juga menuntut pemerintah untuk membuat pilihan-pilihan politik yang jelas sesuai dengan slogan Macron, ”Make our planet great again”, sebagai sindiran terhadap slogan Trump, ”Make America great again”.
Setelah Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan bahwa AS keluar dari Kesepakatan Paris 2015 hanya beberapa waktu setelah dia dilantik, Gubernur California yang pro-lingkungan kemudian mengusulkan pelaksanaan KTT Iklim di San Francisco.
Ribuan orang juga berunjuk rasa di San Francisco dengan berjalan kaki sekitar 3,2 kilometer menuju Dewan Kota. Pengunjuk rasa menabuh drum dan bunyi-bunyian, menyanyikan lagu-lagu dan membawa poster-poster yang menuntut dihentikannya penggunaan energi yang membahayakan lingkungan. (AP/AFP)