Ribuan warga Desa Kaliwedi, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, berduyun-duyun berkeliling desa dengan membawa obor dan pelita merayakan malam pergantian Tahun Baru Hijriah 1440 H, Senin (10/9/2018). Warga mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua lincah memainkan obor atau disebut atraksi abit.
Kaum laki-laki beratraksi memutar-mutar bambu sepanjang 1,7 meter yang pada kedua ujungnya berbalut kain karung goni yang disulut api. Percikan api kian membesar tatkala ujung bambu disemprot minyak tanah bercampur solar. Api yang berkobar ke sana-kemari atau disebut mobat-mabit dalam bahasa Jawa inilah yang kemudian dikenal dengan atraksi abit.
Putaran bambu berapi itu seolah membentuk lingkaran api. Mereka memutar-mutar bambu di depan dada, di belakang punggung, di atas kepala, bahkan sambil mengangkat kaki. Ada pula yang memutar bambu berapi sambil berbaring di jalan desa. Tidak kalah seru, sebagian juga menyemburkan minyak tanah ke kobaran obor sehingga api pun menyembur seolah keluar dari mulut. ”Dulu abit atau obor ini dipakai untuk penerangan saat mengarak pengantin sunat,” kata Kepala Desa Kaliwedi Sahud, Senin malam.
Adapun kaum perempuan, ibu-ibu, dan anak-anak saling mengumandangkan sholawat diiringi musik terbangan atau genjring serta membawa obor dan pelita dengan lampu warna-warni. Mereka berkeliling desa sejauh 3 kilometer, dimulai dari lapangan desa hingga halaman balai desa. Sahud menyampaikan, selain untuk mengarak pengantin sunat, atraksi obor atau abit ini pun biasanya digelar untuk mengarak anak yang telah khatam membaca Al Quran. ”Abit ini juga identik dengan genjring,” ujar Sahud.
Tradisi atraksi abit ini, lanjut Sahud, tumbuh subur di lingkungan para santri dan pemuda masjid. Mereka sejak kecil dilatih untuk berani dan terampil memainkan abit. Bahkan, beberapa kali, atraksi ini juga dipanggil untuk memeriahkan hajatan sunat di luar Desa Kaliwedi. Biaya untuk menanggap atau rombongan abit sekitar 50 orang ini bisa mencapai Rp 3 juta.
Di kalangan para pemain abit, tutur Sahud, terdapat pula strata atau jenjang keterampilan yang mereka kuasai. Tingkat keterampilan itu ditandai dengan kalung satu, kalung dua, dan kalung tiga. Kalung satu atau pemula bisa memainkan bambu berapi di depan dada. Adapun kalung dua sudah terampil memutar-mutar bambu di belakang badan atau di dekat punggung, sedangkan kalung tiga sudah bisa memutar-mutar bambu di bawah kaki yang terangkat.
Manunggolo (43), salah satu warga yang turut beratraksi, mengaku senang bisa turut serta memeriahkan malam pergantian Tahun Baru Islam ini. ”Pakai api agar ramai dan meriah,” ujar Manunggolo lincah memainkan abit.
Sekretaris Panitia Festival Abit Desa Kaliwedi Ahmad Nurul Imam menuturkan, atraksi yang digelar setiap tahun ini diharapkan dapat menjadi agenda budaya sekaligus menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke desa. ”Tujuannya untuk melestarikan tradisi dan ke depannya diharapkan menjadi tujuan wisata,” kata Ahmad.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.